Prolog
Hujan deras mengguyur malam itu, membasahi jalanan berbatu yang dipenuhi genangan air. Siena terengah-engah, tangannya berlumuran darah saat ia berlari melewati gang-gang sempit, mencoba melarikan diri dari kematian yang telah menunggunya. Betrayal—pengkhianatan yang selama ini ia curigai akhirnya menjadi kenyataan. Ivana, seseorang yang ia anggap teman, telah menjebaknya. Dengan tubuh yang mulai melemah, Siena terjatuh di tengah hujan, napasnya tersengal saat tatapan dinginnya masih memancarkan tekad. Namun, sebelum kesadarannya benar-benar menghilang, satu hal yang ia tahu pasti—ia tidak akan mati begitu saja.
Di tempat lain, Eleanor Roosevelt menatap kosong ke luar jendela. Tubuhnya kurus, wajahnya pucat tanpa kehidupan, seolah dunia telah menghabisinya tanpa ampun. Sebagai istri dari Duke Cedric, ia seharusnya hidup dalam kemewahan, namun yang ia dapatkan hanyalah kesepian dan penderitaan. Kabar bahwa suaminya membawa wanita lain pulang menghantamnya seperti belati di dada
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon d06, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 demi sebuah keadilan
Perjalanan dimulai di pagi hari saat matahari baru saja muncul dari cakrawala. Eleanor berdiri di halaman kediaman Duke, mengenakan pakaian perjalanan yang sederhana namun tetap menunjukkan statusnya sebagai seorang Duchess. Rambutnya diikat rapi, dan matanya menatap ke arah kereta yang sudah disiapkan.
Cedric muncul tak lama kemudian, mengenakan pakaian yang lebih santai dibanding biasanya, meski tetap terlihat berwibawa. Di belakangnya, Carolet berjalan anggun dengan gaun yang tampak lebih mewah daripada yang seharusnya dipakai untuk perjalanan jauh. Wajahnya berseri-seri, seolah bangga bisa ikut serta.
"Kau tampak tidak antusias," komentar Cedric begitu melihat ekspresi Eleanor yang datar.
Eleanor meliriknya sekilas. "Aku hanya tidak menyangka bahwa perjalanan ini akan terasa lebih melelahkan sebelum kita benar-benar berangkat."
Cedric mengangkat alis, tapi sebelum dia bisa bertanya lebih lanjut, Carolet sudah melangkah maju.
"Tentu saja, Eleanor," katanya dengan suara lembut yang dibuat-buat. "Kau tidak terbiasa dengan perjalanan seperti ini, kan? Tidak apa-apa, jika kau merasa kesulitan nanti, aku akan membantumu."
Eleanor tersenyum miring. "Oh, aku tidak khawatir soal itu. Aku hanya khawatir ada yang terlalu banyak bicara selama perjalanan."
Carolet tersentak, tapi sebelum dia bisa membalas, Cedric sudah membuka pintu kereta.
"Masuklah," ucapnya tanpa tertarik dengan pertengkaran kecil mereka.
Eleanor menaiki kereta lebih dulu, duduk di salah satu sisi. Cedric menyusul, lalu Carolet dengan ekspresi sedikit kesal. Begitu mereka duduk, perjalanan pun dimulai.
Sepanjang perjalanan, Eleanor lebih banyak diam, memperhatikan pemandangan di luar jendela. Namun, pikirannya tetap bekerja, terutama tentang laporan keuangan yang mencurigakan itu. Sementara itu, Carolet berusaha menarik perhatian Cedric dengan berbagai cara—dari berbicara tentang pengalaman bisnisnya hingga bagaimana dia bisa membantu mengelola wilayah.
Eleanor sesekali melirik Cedric, yang tampaknya lebih memilih untuk tidak terlalu banyak merespons Carolet.
"Aku hanya ingin memastikan," Eleanor akhirnya berbicara, memecah keheningan. "Kita akan mulai dari mana?"
Cedric menoleh ke arahnya. "Kita akan pergi ke wilayah yang memiliki laporan keuangan mencurigakan itu lebih dulu. Aku ingin melihat sendiri bagaimana keadaannya."
Eleanor mengangguk. Setidaknya, ini berarti Cedric mulai mendengarkan masukannya, meskipun dia tidak mengakuinya secara langsung.
"Bagus," katanya pelan, lalu kembali melihat ke luar jendela.
Perjalanan masih panjang, dan dia tahu bahwa ini bukan hanya sekadar inspeksi biasa. Ada sesuatu yang lebih besar yang mungkin tersembunyi di balik angka-angka yang tidak sesuai dalam laporan keuangan itu.
Saat mereka turun dari kereta, pemandangan yang terlihat di depan mereka adalah desa yang asri dengan kebun luas yang dipenuhi tanaman subur. Pohon-pohon buah berjejer rapi, ladang sayuran tampak hijau dan segar, serta beberapa petani tampak sibuk bekerja di sawah. Sekilas, desa ini terlihat makmur, jauh dari kesan kesulitan ekonomi seperti yang tergambar dalam laporan keuangan yang mencurigakan.
Eleanor mengernyit, matanya menyapu seluruh area dengan seksama. Seharusnya, jika desa ini seproduktif ini, maka perekonomiannya pun stabil. Lalu, mengapa laporan keuangan mereka menunjukkan angka yang berbeda?
Carolet, yang berjalan di samping Cedric, tersenyum puas. "Lihat? Tidak ada yang salah di sini. Aku yakin ini hanya kesalahan perhitungan kecil. Tidak perlu terlalu dipikirkan, Cedric."
Cedric tidak langsung menanggapi, tetapi matanya tajam mengamati sekeliling. Ia tidak mudah mempercayai sesuatu hanya dari penampilan luar. "Kita lihat saja nanti apa yang akan dikatakan para petinggi desa," ucapnya singkat.
Eleanor tetap diam, tetapi dalam hatinya ia yakin ada sesuatu yang disembunyikan di desa ini. Tentu saja, angka dalam laporan keuangan tidak bisa berbohong. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah sejauh mana mereka akan berusaha menyembunyikannya?
Seorang pria paruh baya dengan jubah sederhana menyambut mereka di depan balai desa. "Duke Cedric, selamat datang di desa kami. Kami merasa terhormat atas kunjungan Anda."
Cedric mengangguk singkat. "Kami ingin berbicara dengan kepala desa dan beberapa petinggi lainnya mengenai laporan keuangan desa ini."
Wajah pria itu sedikit menegang, tetapi dengan cepat dia tersenyum. "Tentu, silakan masuk. Kami akan menjelaskan semuanya."
Eleanor memperhatikan gerak-geriknya dengan seksama. Sepertinya, mereka sudah mempersiapkan alasan.
Saat Cedric dan Carolet melangkah masuk ke dalam ruangan pertemuan bersama para petinggi desa, Eleanor tetap berdiri di luar.
“Apa kau tidak ikut masuk?” tanya Cedric, menoleh padanya dengan alis sedikit berkerut.
Eleanor menggeleng pelan. “Tidak perlu, kalian bisa mendengarkan alasan mereka di dalam. Aku hanya ingin melihat desa ini lebih dekat.”
Carolet melipat tangan di dadanya dan menatap Eleanor dengan penuh kemenangan. “Sepertinya kau memang tidak bisa memahami urusan keuangan yang rumit. Biarkan kami yang lebih berpengalaman mengurusnya.”
Eleanor hanya tersenyum tipis. Biarlah Carolet berpikir seperti itu. Kenyataannya, jika mereka semua masuk ke dalam ruangan, maka para petinggi desa akan memiliki lebih banyak kesempatan untuk menyembunyikan kebenaran. Lebih baik membiarkan Cedric mendengar alasan mereka sementara dia sendiri mencari bukti langsung di lapangan.
Tanpa menunggu lebih lama, Eleanor melangkah pergi meninggalkan gedung utama. Dia mulai menyusuri jalanan desa yang asri, memperhatikan dengan saksama ladang-ladang yang terlihat subur dan penuh hasil panen.
Tidak masuk akal jika desa dengan tanah sebaik ini memiliki laporan keuangan yang buruk.
Eleanor mulai bertanya kepada beberapa warga yang sedang bekerja. "Maaf, bolehkah aku bertanya? Bagaimana biasanya kalian menjual hasil panen kalian?"
Seorang petani tua mengusap keringat di dahinya sebelum menjawab, "Kami biasanya menjual ke pedagang besar yang datang setiap bulan. Mereka membeli dalam jumlah besar, dan kami mendapatkan pembayaran setelah panen selesai."
Eleanor mengangguk, lalu bertanya lagi, "Berapa harga yang kalian dapatkan dari hasil panen ini?"
Petani itu ragu sejenak, sebelum akhirnya menyebutkan angka yang jauh lebih rendah dari perkiraan Eleanor. Harga yang mereka terima tidak sebanding dengan kualitas dan kelimpahan panen yang mereka hasilkan.
Jadi ini masalahnya. Eleanor mulai menyusun kesimpulan di kepalanya. Ada seseorang yang mengendalikan harga dan mengambil keuntungan dari para petani.
Dia harus memastikan Cedric mengetahuinya sebelum dia sepenuhnya percaya pada laporan yang diberikan para petinggi desa.
...✿✿✿...
Eleanor menatap pria paruh baya di hadapannya dengan serius. “Jadi, dengan hasil panen sebanyak ini, kenapa harga jualnya bisa serendah itu? Apa kalian tidak pernah meminta kenaikan harga?”
Petani itu menghela napas berat. “Tentu saja kami pernah meminta, Nona, tapi jika kami menuntut harga lebih tinggi, pajak yang harus kami bayar pun ikut meningkat… bahkan bisa dua kali lipat lebih besar.”
Eleanor mengerutkan keningnya. “Pajak yang meningkat? Itu tidak masuk akal.”
Seorang wanita yang juga ikut mendengarkan percakapan mereka menyela dengan suara pelan, “Kami tidak punya pilihan lain, Nona. Jika kami protes, kami akan dikenakan denda atau bahkan dilarang menjual panen kami ke pasar.”
Eleanor semakin yakin ada yang tidak beres. Dia menatap mereka dengan lebih dalam. “Saat kalian menjual hasil panen, apakah kalian mendapatkan bukti transaksi?”
Seorang pria muda yang sejak tadi diam akhirnya berbicara. “Ya, setiap kali kami menjual hasil panen, kami diberikan bukti transaksi. Tapi itu hanya catatan kecil yang harus kami serahkan kembali ketika membayar pajak.”
Eleanor merasakan jantungnya berdegup lebih cepat. “Bisakah aku melihatnya?”
Pria itu tampak ragu sejenak, lalu mengangguk. “Tunggu sebentar.” Dia bergegas masuk ke rumahnya dan kembali membawa beberapa lembar catatan yang sudah mulai kusut.
Eleanor menerimanya dan mulai memeriksa satu per satu. Matanya langsung menangkap sesuatu yang janggal. Jumlah hasil panen yang dicatat lebih rendah dari kenyataan, sementara pajak yang harus dibayarkan jauh lebih tinggi.
Eleanor mengepalkan jemarinya. Jadi ini sebabnya. Mereka dipermainkan oleh seseorang yang seharusnya melindungi mereka.
Dia mengangkat kepalanya, menatap penduduk desa yang terlihat pasrah. “Jika aku membawa ini kepada Duke Cedric, apakah kalian berani bersaksi?”
Mereka saling bertukar pandang, ragu dan takut.
“Jika aku bicara sendiri, aku mungkin akan kesulitan membuktikan ini,” lanjut Eleanor, suaranya tenang tapi penuh keyakinan. “Tapi jika kalian semua bersuara bersama, kita bisa menghentikan ini.”
Beberapa dari mereka tampak masih ragu, tapi pria paruh baya tadi akhirnya menggertakkan giginya. “Jika ini bisa menyelamatkan desa kami… aku akan berbicara.”
Wanita di sampingnya ikut mengangguk. “Aku juga.”
Eleanor tersenyum tipis. “Baik, serahkan sisanya padaku.” Dia menggenggam bukti itu erat. Sekarang, dia hanya perlu memastikan Cedric mendengarkan sebelum para petinggi desa bisa berbohong lebih jauh.
Eleanor menggenggam erat bukti transaksi itu, memastikan tak ada satu lembar pun yang tercecer. Sekarang, dia harus segera menemui Cedric sebelum para petinggi desa bisa memberikan alasan-alasan palsu untuk menutupi kecurangan mereka.
Sebelum beranjak, seorang wanita tua mendekatinya dengan sorot mata penuh harap. “Nona, kami takut… jika mereka tahu kami berbicara dengan Anda, kami mungkin akan mendapat masalah.”
Eleanor menatapnya dengan penuh keyakinan. “Aku mengerti kekhawatiran kalian, tapi percayalah, aku tidak akan membiarkan mereka menyakiti kalian. Selama aku bisa, aku akan memastikan keadilan ditegakkan.”
Wanita tua itu mengangguk ragu, tapi ada sedikit harapan di matanya.
Tanpa membuang waktu, Eleanor segera menuju gedung utama desa, tempat Cedric dan Carolet tengah berbicara dengan para petinggi. Saat dia mendekati pintu, dua penjaga yang berdiri di sana langsung menghadangnya.
suka banget sama alurnya, pelan tapi ada aja kejutan di tiap bab...
lanjut up lagi thor