Anaya tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam waktu satu kali duapuluh empat jam. Dia yang hanya seorang anak yatim dan menjadi tulang punggung keluarganya, tiba-tiba di saat dirinya tengah tertidur lelap dikejutkan oleh panggilan telepon dari seorang yang tidak dikenal dan mengajaknya menikah.
Terkejut, bingung dan tidak percaya itu sudah jelas, bahkan ia menganggapnya sebagai lelucon. Namun setelah diberikan pengertian akhirnya dia pun menerima.
Dan Anaya seperti bermimpi setelah tahu siapa pria yang menikahinya. Apalagi mahar yang diberikan padanya cukup fantastis baginya. Dia menganggap dirinya bagai ketiban durian runtuh.
Bagaimana kehidupan Anaya dan suaminya setelah menikah? Apakah akan ada cinta di antara mereka, mengingat keduanya menikah secara mendadak.
Kepo.. ? Yuk ikuti kisah mereka...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
03
°
°
°
Flashback on
Di kamarnya Risna masih terjaga, tak sekejap pun ia bisa memejamkan mata. Membolak-balik badannya ke kiri dan ke kanan, hingga akhirnya memutuskan untuk bangun dan duduk dekat jendela kamarnya.
Bayangan ia mengecewakan orang-orang yang mencintai dan menyayanginya menari-nari di pelupuk mata. Pikirannya berkecamuk antara menarik kembali ucapannya dan gengsinya. Jika ditelisik lebih dalam, nun jauh di dasar hatinya ia masih sangat mencintai Akmal. Mengambil napas panjang berkali-kali, dan menghembuskannya kasar. Kemudian ia bangkit lalu membawa langkahnya ke depan kamar orangtuanya.
Tok tok tok
"Bapak, Ibu! Ini Risna...! Tolong buka pintunya."
Pintu terbuka menampakkan muka bantal Pak Rusli. "Ada apa, Risna?"
"Pak, antar Risna ke rumah Mas Akmal. Risna menarik kata-kata kembali dan mau menikah dengan Mas Akmal, Pak."
"Kamu sudah berpikir matang-matang, Nak? Apa kamu tidak akan berubah pikiran lagi?"
"Risna sudah mantap, Pak. Risna masih mencintai Mas Akmal."
Akhirnya tengah malam itu juga Risna ditemani kedua orangtuanya pergi ke rumah Akmal. Akan tetapi karena tak ingin usahanya sia-sia, Pak Rusli meminta bantuan Pak Lurah dan Pak RW untuk mendampinginya mendatangi kediaman keluarga Akmal. Dan di sinilah mereka sekarang berada.
Flashback off
°
Deggg
Risna merasa hatinya bagai tertusuk sembilu. Perih dan sakit teramat sangat. Gadis itu berusaha untuk tetap tegar meski batinnya menangis pilu. 'Begini kah rasanya ditolak?'
Ditatapnya Akmal dengan nanar, namun pemuda itu tidak peduli. Tampak oleh Risna, Akmal sibuk mengutak-atik ponsel lalu menghubungi seseorang.
°
Di kamar berukuran tiga kali empat meter, seorang gadis masih terlelap dalam mimpinya. Ia tertidur sangat pulas dengan dengkuran halus yang teratur. Namun tidurnya terusik manakala pendengarannya menangkap bunyi ponsel berdering.
"Hahhh, jam berapa ini? Kenapa ibu tengah malam begini telepon?" Dengan mata masih terpejam gadis itu meraba meja meraih ponselnya lalu mengangkatnya.
"Hallo, assalamualaikum. Ada apa jam segini telepon, Bu? Apakah ibu sakit?"
"Maukah kamu menikah denganku?"
"Haahhh... kamu siapa! Maaf, Anda salah sambung!" Gadis itu berniat memutuskan panggilan
"Tunggu...! Aku sungguh-sungguh mengajakmu untuk menikah, kamu mau, ya?"
"Heeeh... Siapapun kamu jangan bercanda, ya! Kita tidak saling mengenal, kenapa mengajakku menikah? Lagipula mau nikah pakai apa? Aku tidak punya uang, aku lagi mengumpulkan uang untuk membeli sepeda motor buat adikku. Nikah sama yang lain saja sana!" Gadis itu lantas menutup teleponnya.
°
Sementara itu Bunda Marini tampak gemas dengan anak lelakinya, maka direbutnya ponsel milik Akmal lalu kembali menelepon gadis itu.
"Ada apa lagi, sih! Sudah diomong nikahnya sama yang lain saja!"
"Maaf, jika mengganggu waktu tidurmu, Nak."
"Eeeh...?"
"Begini... saya, ibu dari pemuda tadi, tolong menikahlah dengan anak kami. Masalah sepeda motor jangan khawatir! Kami pasti akan membelikannya untuk adikmu. Asal kamu bersedia menikah dengan anak kami."
"Maaf... Tapi, Bu. Saya belum kenal putra Ibu."
"Tolong, selamatkan kami dari rasa malu, Nak! Saya mohon, mau ya!"
"Emmm..." Gadis itu berpikir sejenak sampai akhirnya memutuskan menerima. "Baiklah, Bu...saya bersedia."
"Terimakasih, Nak! Sekarang juga kamu berangkat, ya! Akan ada sopir yang mengantar dan menjemputmu ke bandara nanti."
"I-iya, Bu."
Sambungan telepon terputus. Bunda Marini tersenyum sumringah, akhirnya bisa bernapas lega dan keluarganya bisa terbebas dari rasa malu.
Berbeda dengan keluarga Pak Rusli yang harus gigit jari. Dengan tertunduk malu mereka pamit pulang. Sedangkan kepada Pak Lurah dan Pak RW, Akmal meminta keduanya datang ke acara akad nikah sebagai saksi pernikahannya.
°
Usai sambungan telepon terputus, gadis yang tidak lain dan tidak bukan adalah Anaya Putri, duduk diam termenung di sisi tempat tidur seraya menggenggam ponselnya dengan erat.
"Kenapa aku tadi langsung bilang iya, sih? Bagaimana jika orang itu penipu, terus berbuat jahat padaku? Tapi masa iya penipu, ibu itu memohon-mohon sampai segitunya. Aahh, sudahlah. Lillahi ta'ala saja. Lagipula aku kan berniat menolong ibu itu, walaupun dikasih imbalan. Yah, anggap saja simbiosis mutualisme," gumam Anaya pada akhirnya.
Teman rasa ibu tiri Adzana itu, segera mengemas pakaiannya ke dalam koper, kemudian menggunakan waktu yang tersisa untuk membersihkan diri. Setelah semua siap ia membangunkan Ersa sahabatnya.
"Sa... Ersa, bangun... Sa! Aku mau pergi ada urusan."
"Eeemm... tengah malam begini? Memangnya apa urusanmu?"
"Ada seseorang yang mengajakku menikah."
"Haaahhh... Menikah? Sama siapa?"
"Aku tidak tahu. Ibunya memohon padaku agar aku mau menikah dengan anaknya."
"Bagaimana jika itu penipuan?"
"Tapi aku yakin itu bukan penipuan, Sa. Masa kalau penipuan mereka menyediakan akomodasi ke sana."
Tin tin tin
"Nay, aku ikut, ya? Aku takut sesuatu terjadi sama kamu."
"Tapi, Sa. Tiketnya cuma satu, bagaimana dong?"
"Ya tidak apa-apa, aku akan membeli sendiri tiket pesawatnya."
"Ya sudah, cepat sana kamu bersih-bersih!"
Anaya keluar dari rumah dan menghampiri Pak Sopir. "Pak tunggu sebentar ya, teman saya mau ikut."
"Baik, Nona."
Tak menunggu lama Ersa datang menyeret koper. Kemudian mereka pun berangkat.
°
Pagi itu di kediaman Pak Deni, mendung yang sempat menggelayuti kini seolah sirna tanpa bekas. Senyum ceria menghiasi wajah-wajah para penghuni rumah mewah itu. Seakan mereka telah terlepas dari beban berat yang menghimpit.
"Selamat pagi, Adzana sayang! Terimakasih ya, Nak! Sini Baby Zo biar sama bunda!"
"Terimakasih untuk apa ya, Bun?" tanya Adzana seraya menyerahkan bayi perempuannya pada Bunda Marini.
"Itu temanmu Anaya, dia bersedia menikah dengan Akmal."
"Haahhh..." Adzana menutup mulutnya yang terbuka dengan kedua telapak tangannya. "Benarkah, Bun? Memang kapan Bunda menelepon itu anak?"
"Semalam. Kamu tahu, semalam mantan calon istri Akmal datang menarik kembali ucapannya dan meminta Akmal menikah dengannya lagi. Tapi untungnya Akmal menolak, terus dia menelpon temanmu."
"Syukurlah, kalau begitu."
"Ya sudah, ayo kita siap-siap berangkat ke hotel. Nanti temanmu dari bandara juga langsung menuju ke sana. Semalam sopir yang mengantar ke bandara bilang, kalau Anaya datang bersama temannya."
"Iya kah? Haahhh...mereka itu memang layaknya Upin Ipin, Bun. Bedanya kepala mereka tidak botak." Kedua ibu dan anak itu tertawa bersama.
°
Hotel yang menjadi akad nikah itu ramai oleh kerabat dekat maupun jauh, dari Pak Deni dan Bunda Marini. Bahkan Ibu Anaya dan kedua adiknya lelakinya, pun sudah tiba di sana dan tengah beristirahat di salah satu kamar.
Adzana beserta rombongan keluarga Akmal sampai di hotel, lalu menghampiri keluarga Anaya untuk berkenalan. Sedangkan Akmal sendiri sudah datang sejak pagi bersama Arbi. Akmal ingin memastikan moment pernikahannya berjalan lancar tanpa ada kendala, meskipun dirinya menikah dengan gadis yang tidak atau belum ia cintai.
Beberapa saat kemudian Anaya datang, dan langsung disambut oleh pegawai hotel menuju kamarnya. Di sana sudah menunggu MUA yang akan menyulap wajahnya menjadi ratu sehari.
Sementara itu, beberapa saat kemudian di ballroom hotel, Akmal telah siap dengan balutan baju pengantin pria. Wajahnya terlihat berseri dan semakin menambah aura ketampanannya. Disampingnya duduk Pak Deni juga Arbi, serta Pak Lurah dan Pak RW asal tempat tinggal Pak Rusli. Mereka datang bersama istri masing-masing. Pak Penghulu telah hadir bersama stafnya, juga adik lelaki Anaya yang bertindak sebagai wali nikah.
Pukul sembilan tepat akad nikah dimulai. Pak Penghulu segera melakukan tugasnya.
"Assalamualaikum, Mas Akmal. Anda sudah siap?"
"Waalaikumsalam, Pak. Alhamdulillah sudah siap!"
"Baiklah, Bismillahirrahmanirrahim. Ayo, Nak. Silakan, lakukan tugasmu dengan baik."
"Baik, Pak."
Akmal dan adik Anaya langsung berjabat tangan.
"Saudara Akmal Pratama Wicaksono bin Deni Wicaksono, saya nikahkan dan kawinkan Engkau dengan kakak saya yang bernama Anaya Putri binti alm Joko Santoso dengan mas kawin satu unit mobil alpard dan sertipikat tanah seluas sepuluh hektar dibayar tunai!"
"Saya terima nikah dan kawinnya Anaya Putri binti Joko Santoso dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!"
"Bagaimana saksi? Sah...?
"Sah...!"
"Sah...!"
"Sah.......!"
Suasana di dalam balroom hotel sontak mendadak berubah riuh, manakala mendengar mas kawin yang berikan oleh mempelai pria kepada mempelai wanita. Mereka yang kebetulan mengabadikan moment itupun tak mau menyia-nyiakan kesempatan. Ada di antara mereka yang mengunggahnya di story aplikasi hijau, merah, dan Toktok. Mereka ramai membicarakan betapa beruntungnya gadis yang menikah dengan Akmal, sudah tampan, tajir melintir lagi. Mas kawinnya tidak kaleng-kaleng.
°
Di dalam kamar pengantin Adzana masuk bersama Ibu Anaya dan Bunda Marini.
"Surprise....!"
"Adzana... Ibu! Kalian ada di sini?"
Anaya tidak bisa menyembunyikan perasaan haru yang menyelimuti hatinya, ia langsung menghambur memeluk sang ibu.
"Eeeit, pelukan sama Ibu nanti saja. Sekarang temui dulu suami kamu."
"Ah iya lupa... Hehehe."
Ibu Miyatun dan Bunda Marini mengapit mempelai wanita di kiri dan kanan, serta Adzana dan Ersa mengikuti dari belakang, menuju tempat ijab kabul dilaksanakan. Namun begitu sampai di sana, Anaya langsung terpaku di tempatnya. Mata dan bibirnya membulat sempurna.
"Kak Akmal...? Jadi...???" Anaya langsung membekap mulutnya tak percaya.
°
°
°
°
°
Siapa yang pengin seperti Anaya,,,?😂😂😂
jantung pisang aja enak di makan, lah jantungmu paittt🤧🤧
Cukup diam aja kan udah enak hidupnya. Kenapa pakai acara serakah segala😤😌😌😌
emmm🤔🤔🤔