[ OST. NADZIRA SAFA - ARAH BERSAMAMU ]
Kejadian menyedihkan di alami seorang Adiyaksa yang harus kehilangan istrinya, meninggalkan sebuah kesedihan mendalam.
Hari - hari yang kelam membuat Adiyaksa terjerumus dalam kesedihan & Keputusasaan
Dengan bantuan orang tua sekaligus mertua dari Adiyaksa, Adiyaksa pun dibawa ke pondok pesantren untuk mengobati luka batinnya.
Dan di sana dia bertemu dengan Safa, anak pemilik pondok pesantren. Rasa kagum dan bahagia pun turut menyertai hati Adiyaksa.
Bagaimanakah lika - liku perjalanan hidup Adiyaksa hingga menemukan cinta sejatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reza Ramadhan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13
"Assalamu Alaikum."
Ucapan salam dari Shafa membuat Ibu Dewi kini mendongak sementara Damar menghentikan tangisannya. Shafa begitu terkejut ketika tatapannya kini menatap Damar.
Tiba - tiba sebuah ingatan akan pertemuannya dengan Damar membuatnya ingat tentang Damar, sementara Damar mendadak terdiam menatap Shafa.
"Ibu.."
Ucapan dari Damar membuat Ibu Dewi maupun Shafa terkejut, rasa terkejut semakin bertambah ketika Damar buru - buru berdiri dan menghampiri Shafa.
Damar segera mengulangi ucapan yang sama membuat Ibu Dewi kini menghampiri Damar. "Damar, itu bukan Ibu kamu."
"Tapi eyang, wajahnya mirip sekali dengan Ibu Yulianti." Ucap Damar sesekali melirik Shafa.
"Tapi itu bukan Ibu kamu, Damar." Ibu Dewi bergegas berdiri dan menatap Shafa yang terlihat kebingungan. "Maafkan cucu saya karena sudah tak sopan memanggil anda dengan sebutan Ibu."
Shafa yang terlihat kebingungan kini menatap makam Yulianti serta Damar bergantian dan perempuan itu segera paham kenapa bocah kecil di hadapannya itu memanggilnya dengan sebutan Ibu.
Shafa lantas tersenyum sembari menatap ibu Dewi. "Tidak apa - apa, Bu. Saya memahami apa yang di ucapkan oleh Damar."
Shafa kini menjajarkan tubuhnya dengan Damar, menepuk kepala Damar itu pelan. "Panggil saja aku Ibu seperti kau memanggil aku sebelumnya."
Damar yang berwajah sendu pun kini berganti ceria pun memeluk Shafa dengan sangat erat. "Ibu.... "
Tersirat senyum tipis dan juga wajah sendu yang di perlihatkan Ibu Dewi saat melihat Damar memeluk Shafa. Perempuan itu lantas berandai jika yang di peluk Damar adalah ibunya sendiri mungkin dirinya akan bertambah bahagia.
"Kalau boleh ibu tahu, nak Shafa sedang berziarah ke makam siapa di pemakaman ini?"
Shafa mengurai pelukan, menatap Ibu Dewi sembari tersenyum. "Saya berziarah ke makam ibu saya."
Mendadak Ibu Dewi pun merasa bersalah saat mengajukan pertanyaan pada Shafa." Maaf, saya buka bermaksud.. . "
"Tidak apa - apa, saya mengerti ketidaktahuan anda, Ibu Dewi. Saya berziarah ke makam ibu saya. Beliau sudah lama sekali meninggal dan saban hari kalau ada waktu luang saya berkunjung ke makam ibu saya."
🕌🕌🕌
Motor besar itu kini telah menderu di jalanan siang itu. Seorang yang mengendarainya itu tiba - tiba mengumpat ketika ada sebuah mobil yang menyenggol motornya.
"Shit.."
Merasa tak terima, Seorang yang mengendarai motor besar itu segera menyusul dan "Brak...."
Mobil itu oleng dan menabrak salah satu tiang yang ada di sana. Pengendara itu merasa tersenyum puas ketika melihat mobil itu kini melepaskan asap hitam yang membumbung tinggi.
Pengendara itu segera melanjutkan perjalanannya dan tak lama kemudian, pengendara motor itu tiba di sebuah rumah besar. Rumah itu bergaya estetik dengan taman yang penuh bunga mawar di halaman depan rumah.
Pengendara itu lantas turun sembari melepas helmnya, seorang perempuan bergaya tomboy dengan jaket kulit hitam yang melekat di tubuhnya
Dengan langkah kaki memburu, perempuan itu segera masuk ke dalam rumah besar itu, melewati lorong - lorong yang membawanya di depan sebuah pintu.
"Dok.. Dok.. Dok.. "
Pintu itu mulai di ketuk oleh perempuan itu dan tak lama samar - samar terdengar seseorang dari dalam bersuara menyuruhnya untuk masuk ke dalam ruangan.
Ketika pintu ruangan yang merupakan ruang kerja itu terbuka. Tampak seorang lelaki bertubuh kekar duduk di balik meja sembari serius melihat beberapa dokumen yang ada di tangannya.
Lelaki itu adalah Hendratmo Kusumo. Lelaki yang berprofesi sebagai pebisnis adalah lelaki yang memiliki sifat tamak. Segala yang tak di sukainya pasti akan di habisi olehnya.
Buru - buru Hendratmo menutup dokumen - dokumen itu dan menyimpannya di meja. Kedua tatapannya kini tertuju pada seorang perempuan yang kini ada di hadapannya.
Senyum bengis kini di perlihatkan oleh lelaki itu, menatap perempuan yang kini duduk di hadapannya. "Aku ada tugas untukmu. Tugas ini sangat berarti bagiku karena aku ingin melihat anak dari musuhku benar - benar hancur."
"Lalu, apa yang ingin aku lakukan untuk melihat anak dari musuhmu benar - benar hancur." Ucap perempuan itu.
...🕌🕌🕌...
Terlihat tiga orang lelaki kini sedang duduk bersantai di warung kesayangan mereka bertiga sembari melihat seduhan kopi favorit mereka. Dia adalah Robi, Tanjung dan Amer. Mereka bertiga adalah tiga bersahabat.
Tidak, bukan mereka bertiga melainkan empat termasuk Adiyaksa. Mereka berempat adalah sahabat dari semasa kuliah dulu namun mereka berpisah ketika mereka sudah lulus.
Beberapa tahun kemudian, Robi, Tanjung dan Amer di pertemukan kembali di sebuah bengkel dan bekerja bersama di tempat tersebut.
Dan hari ini, mereka akan memberi kabar pada Adiyaksa untuk sekedar bereuni bersama. Robi pun mencoba untuk menghubungi Adiyaksa.
"Halo."
"Halo, Adiyaksa, gimana kabar kamu sekarang? Sudah lama tidak bertemu. Aku tahu pasti kau ada di rumah... " Suara dari seorang lelaki di seberang sana tidak di lanjutkan karena Adiyaksa buru - buru memotongnya.
"Tolong, bawa aku keluar dari sini. Aku butuh sekali udara segar."
"Tapi, kenapa???"
"Jangan banyak tanya, cepatlah bawa aku keluar dari sini nanti aku akan kirimkan alamatnya."
"Baiklah.. "
Baik, Amer, Robi dan Tanjung pun menatap satu sama lain dengan perasaan bingung akan sikap salah satu sahabatnya itu.
"Ada apa dengan Adiyaksa? Apa dia tertimpa musibah sampai harus berteriak sedemikan kencang?" Ucap Robi.
Robi dan Tanjung menggelengkan kepala. Mereka pun juga sama sekali tidak percaya dan tidak tahu alasan di balik teriakan yang di ucapkan oleh Adiyaksa dan tak lama kemudian, sebuah pesan singkat pun muncul.
Buru - buru Robi membuka pesan yang adalah pesan singkat dari Adiyaksa. Sebuah pesan yang membuat kebingungan mereka bertiga bertambah.
"Cepatlah datang ke alamat ini dan jemput aku. Aku ingin kalian menjemput ku dan setelah berjumpa, aku akan menceritakan semuanya pada kalian."
...🕌🕌🕌...
Malam harinya, terlihat keluarga pak Sapto kini sedang menikmati santapan makan malam dan seperti biasa hanya ada hening yang kini terasa di ruang makan.
"Eyang, tadi pagi aku ketemu sama tante itu lagi. " Ujar Damar sumringah. Memulai pembicaraan.
Pak Sapto yang sedang melahap makanan kini mendongak menatap cucunya itu. "Jadi, kau tante yang mirip dengan ibumu?"
"Betul eyang. Aku sangat senang sekali dan aku memeluk.. "
Ucapan dari Damar segera di potong oleh Ibu Dewi yang melanjutkan ucapan Damar dan melirik Adiyaksa yang memasang wajah misterius.
"Sebenarnya, ketika aku dan Damar berziarah ke makam Yulianti, kami tak sengaja bertemu dengan Shafa, nama perempuan yang Damar menganggap bahwa dia mirip ibunya dan dia juga berziarah ke makam ibunya."
Rasa penasaran kini bergejolak di pikiran Pak Sapto. Lelaki itu tersenyum. "Wah, aku tidak sabar ingin bertemu perempuan itu yang mirip Almarhum Yulianti. Aku penasaran semirip apa wajahnya dengan Yulianti."
Terlihat Adiyaksa tidak menanggapi seolah dirinya acuh pada obrolan antara Pak Sapto, Ibu Dewi dan juga Damar.
"Ting.. Tong.. "
...Bersambung....