Dear, My Love

"Kenapa harus buru-buru pergi ke Jogja sih, Nya? Masa habis kelulusan, malamnya kamu langsung berangkat . Aku belum siap jauh dari kamu." kata Zahra yang dari tadi menggerutu saja di kamar Anya.

Saat ini dia sedang berbaring di kasur yang sudah dirapikan dan baru saja Anya ganti sprei nya.

"Mumpung tiketnya murah, nanti kalau udah lewat hari kelulusan pasti tiketnya mahal lagi. Dekat musim liburan sekolah." kata Anya yang memberikan alasan logis.

Zahra baru mendengar jika Anya akan berangkat ke Jogja di hari yang sama dengan kelulusan sekolah. Setelah mengambil surat kelulusan, Anya akan langsung berangkat.

"Kalau untuk tiket aku yakin mas Zaki dan ibu pasti gak masalah dengan harga. Apalagi mas Iyan yang belikan tiketnya, duit sawitnya mas Iyan itu licin banget bakalan meluncur dengan indah berapapun harga tiket nya." sahut Zahra yang tak percaya jika Anya segera berangkat ke Jogja hanya karena masalah tiket.

Anya diam saja, dia masih sibuk membereskan buku-buku tulis bekasnya yang sudah tak mungkin dipakai lagi untuk dibuang.

Hari ini dia memang membereskan semua barang-barangnya dan juga membersihkan kamarnya.

Dia tak mau meninggalkan kamar yang ditempatinya selama bertahun-tahun ini dengan keadaan kotor dan berantakan.

"Kamu mau menghindari mas Rama ya, Nya?" tanya Zahra menebak.

Tubuh Anya pun mendadak tegang saat mendengar nama lelaki yang sudah seminggu lebih ini tak pernah muncul lagi setelah kejadian itu.

"Nggak ada hubungannya dengan mas Rama, Ra. Seperti yang tadi aku bilang, kebetulan tiket murah. Ditambah lagi aku masih harus mencari kos-kosan di sana, mengurus daftar ulang dan lainnya. Lagian nanti kamu juga nggak akan tinggal di sini kalau lulus tes." kata Anya lagi, dia berusaha menutupi perasaan tak sukanya pada lelaki yang mencuri ciuman pertamanya itu.

Zahra yang paham jika Anya memang tak suka ketika membahas masalah Rama pun akhirnya diam saja sambil memperhatikan meja belajar Anya.

Meja yang biasanya terdapat buku-buku pelajaran itu sudah terlihat kosong. Anya memang sudah membereskan semuanya dan disimpan dalam kardus yang kini berada di samping sebuah koper dengan ukuran cukup besar.

Entah kenapa Zahra merasa jika Anya bukan hanya pergi kuliah ke Jogja. Zahra merasa jika Anya akan pergi dari rumahnya dan tak akan kembali tinggal di rumah ini.

Zahra pun menghela nafasnya, tak terasa sudah empat tahun lebih Anya tinggal di rumah ini. Banyak kenangan yang mereka lalui bersama. Dan kini mereka akan berpisah karena harus mengejar impian dan cita-cita mereka.

"Ck, apapun alasannya, aku cuma bisa mendukung kamu, Nya. Kamu sahabat sekaligus saudaraku, aku maunya kamu bahagia dan bisa meraih apa yang kamu impikan." kata Zahra yang sekarang ini merubah posisinya menjadi duduk di tempat tidur Anya.

Anya yang mendengar ucapan Zahra pun langsung berdiri dan menghampiri Zahra. Kemudian dia memeluk saudaranya itu, gadis yang selalu saja memberikan support untuknya, gadis kocak yang selalu membuat Anya tertawa jika dia sedang murung.

"Stoooop!!!! Nggak ada mewek-mewekan lagi. Aku nggak mau keluar dari kamar kamu dengan hidung dan mata merah. Bisa habis aku nanti diledekin mas Zaki." kata Zahra yang menahan Anya yang terlihat ingin menangis.

Jika Anya sudah mulai menangis otomatis dia pasti akan ikut-ikutan menangis. Dan pasti dia akan jadi bulan-bulanan kakak usilnya itu.

"Kamu itu memang tukang merusak suasana, Ra. Orang lagi mengharu biru, kamu bisa-bisanya memikirkan hal begitu." kata Anya lalu terkekeh.

"Dan itu yang akan selalu aku rindukan nanti, jika kita berpisah." kata Anya yang menahan dirinya untuk tak menangis.

"Jangan rindu, Nya. Rindu itu berat." kata Zahra menirukan kata-kata yang sempat viral itu.

❤️❤️❤️

Author mohon bantuan dukungannya, jangan lupa likenya ya 🤗