Terjerat Cinta Daddy Mafia

Dia langsung memakai pakaiannya, dan keluar menemui pada pekerjaannya. Dia tak habis pikir mengapa mereka bisa sampai kecolongan seperti itu. Padahal dilakukan penjagaan ketat.

"Dasarnya anak nakal! Bisa-bisanya kamu terpikir untuk kabur meninggalkan Daddy," ucap Benigno kesal.

Ana baru saja sampai di apartemen Dave. Untungnya, dia masih memiliki kartu pass yang sempat Dave berikan kepadanya. Agar memudahkan dia untuk masuk. Namun, selama ini tak pernah Ana gunakan. Karena dia memang tak sungguh-sungguh menjalani hubungan dengan Dave. Hari ini dia sudah memantapkan hatinya untuk menemui Dave.

"Pasti kamu masih tidur, dan kamu pasti senang melihat aku datang," ucap Ana.

Senyuman melengkung di sudut bibirnya. Dia berniat memberikan kejutan kepada Dave. Tapi sayangnya, justru dia yang mendapatkan kejutan dari Dave.

Ana tampak mengerutkan keningnya. Dia tampak bingung mendengar suara aneh dari kamar yang berada di apartemen itu.

"Suara apa itu? Seperti ... Ah tidak—tidak. Tak mungkin," ucap Ana dalam hati.

Dengan tubuh gemetar, dan jantung berpacu cepat. Ana melangkahkan kakinya secara perlahan menghampiri kamar itu. Kamar itu tak tertutup secara sempurna.

Ana menutup mulutnya, dia tampak syok. Jantungnya rasanya terhenti seketika. Dia begitu kecewa melihat Dave kini sedang menggagahi wanita itu. Ana begitu jijik mendengar desahan kenikmatan dari wanita itu.

Dia langsung mendorong pintu kamar itu dengan kasar. Suara tepukan tangan Ana, membuat Dave terkejut. Dia langsung bangkit dari tubuh wanita itu, membuat mata Ana harus ternoda.

"Oh, jadi ini yang kamu katakan cinta kepadaku? Aku benar-benar kecewa sama kamu. Untung saja Tuhan segera menunjukan kepadaku, siapa kamu sebenarnya.

Dave berusaha meraih tangan Ana. Namun Ana, langsung menghempaskannya. Dia tak sudi disentuh Dave.

"Jangan sentuh aku! Aku jijik!" Ucap Ana ketus. Dia mencoba menahan sekuat tenaga, untuk tidak menangis di hadapan Dave.

"Jika kamu tak menolakku, aku tak akan bermain dengan wanita lain," ungkap Dave dengan tak tahu malunya.

"Bisa-bisanya kamu menyalahkan aku dalam hal ini! Dasar laki-laki breng*sek! Aku benci kamu Dave. Aku kira, kamu Laki-laki yang tulus mencintai aku. Tapi ternyata, kamu bermain ja*lang di belakangku," ucap Ana.

"Aku memang mencintai kamu. Tapi aku, juga membutuhkannya. Aku laki-laki normal memiliki hasrat. Tapi, kamu menolaknya. Padahal, aku menginginkan dengan kamu," jelas Dave.

"Puji Tuhan, Tuhan melindungi aku darimu. Aku tak sampai memberikan keperawanan aku untukmu. Jangan ganggu hidup aku lagi!" Ana berkata ketus.

Dia langsung meninggalkan Dave. Ana sudah tak mampu menahannya lagi. Air mata yang sejak tadi dia tahan, akhirnya jatuhnya juga satu persatu. Ana menangis.

"Mengapa takdir begitu kejam padaku? Disaat aku ingin membuka hatiku untuk laki-laki lain, aku justru mengetahui siapa dia. Dave, aku benci kamu! Sampai kapanpun aku tak akan memaafkan kamu," umpat Ana.

Dengan uang dia miliki, Ana memesan taksi. Dia ingin pergi meninggalkan kota itu. Ana ingin pergi yang jauh.

Benigno langsung menghubungi Roberto, meminta dia melacak keberadaan Ana saat ini. Dia terlihat gelisah, memikirkan anak angkatnya. Sejak tadi mondar-mandir di kamarnya seperti orang yang tak jelas.

Ana baru saja sampai di kota tujuan dia. Dia menyewa hotel, untuk tempat tinggal dia sementara. Ana berniat ingin mencari pekerjaan, dan membuka lembaran baru tanpa daddynya lagi.

"Ya Tuhan, kuatkan aku! Semoga aku bisa melewati tanpa Daddy. Aku akan buktikan, kalau aku bisa hidup tanpanya. Dia tak pernah mencintaiku. Bantu aku melupakan dia," ucap Ana.

Dia ingin mengubur rasa sakitnya atas percintaannya kepada Dave dan juga Benigno. Sementara waktu, dia akan memilih hidup sendiri, dan tak ingin menjalin hubungan dengan siapapun.

"Gimana? Apa kamu sudah mendapatkan informasinya?" Tanya Benigno.

"Belum, Tuan. Saya masih menunggu informasinya," jelas Roberto.

"Bodoh! Seperti itu saja, harus memakan waktu lama," Benigno berkata ketus. Dia juga langsung mengakhiri panggilan telepon dengan Roberto.

Benigno langsung melempar ponselnya ke ranjang. Dia terlihat begitu takut kehilangan Ana.

"Daddy pikir, semua yang Daddy berikan selama ini akan membuat kamu tak pernah terpikir pergi dari hidup Daddy. Tapi nyatanya, Daddy salah. Ya, Daddy tahu. Kamu pasti kecewa, karena penolakan Daddy. Padahal ini, justru yang terbaik untuk kamu. Daddy tak ingin kamu menjadi pelampiasan dendam Daddy terhadap wanita," Benigno berkata sendiri.

Seharusnya dia senang, karena tak akan dipusingkan lagi dengan Ana. Tapi nyatanya, dia salah. Dia justru sangat kehilangan Ana. Meskipun dia selalu bersikap dingin kepada Ana. Sejatinya Benigno menyayangi Ana. Layaknya seorang bapak kepada anaknya. Sayangnya, Ana justru memiliki perasaan yang berbeda padanya.

Ana pun merasa yang sama. Dia merasa kesepian. Ternyata berat baginya, melupakan sosok daddy angkatnya. Bukan waktu yang sebentar mereka hidup bersama.

"Dad, maafkan aku! Aku terpaksa harus seperti ini. Aku tak ingin menyusahkan Daddy secara terus menerus. Do'akan aku, semoga aku bisa melewatinya," ucap Ana diiringi isak tangis.

Ana tampak meneteskan air matanya. Dia lebih merasa berat kehilangan daddy angkatnya, dibandingkan Dave. Sesungguhnya, dia tak mencintai Dave. Dia hanya kecewa, karena mengetahui Dave tak sungguh-sungguh kepadanya. Padahal dia, sudah berniat untuk pergi dari daddynya, dan membuka lembaran baru dengan Dave. Dia ingin membuka hatinya untuk Dave.

Tiap menit, tiap detik Benigno terus menghubungi Roberto. Dia semakin tak sabar. Sampai akhirnya dia mendapatkan informasi, kalau Ana saat ini sedang berada di sebuah apartemen. Mereka mendapatkan data, terakhir ponsel Ana masih aktif.

Ana telah membuang kartu itu di apartemen Dave. Dia ingin pergi tanpa jejak.