Jika merindukan orang yang sudah tiada adalah hal menyakitkan, mungkin tidak selamanya seperti itu yang di rasakan oleh seseorang.
Dia merindukannya tapi di satu sisi ia ingin menjauh dan pergi darinya demi kebahagian orang yang ia sayangi.
Dan semua kenangan yang pernah tercipta akan kah hilang seiring dengan luka yang sudah terlalu lama bertahta???
Selamat datang di tulisan receh Mak Othor 😊
Biar ngga gagal paham, silahkan mampir ke Riang (sadar diri) lebih dulu 🙏🙏🙏
semoga di minati teman-teman readers ya 🤗 mohon kritik dan sarannya.
Terimakasih 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibu ditca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Syam sudah menceritakan semua tentang El pada istrinya. Tentu saja Riang berharap banyak jika sang adik beda ibu tersebut akan menemuinya.
Sayangnya, saat ia menelpon sendiri jutsru sang adik seolah menghindar.
"Sabar sayang! Mas yakin kalau El lambat laun akan menemui kamu, Risya dan Shaka!", kata Syam.
"Apa kamu juga pesimis kalau El mau bertemu papa?", tanya Riang. Syam menghela nafas berat.
"Dari yang mas tangkap ,sepertinya iya. Ada rasa kecewa yang hanya El sendiri yang tahu seperti apa."
Syam merangkul bahu istrinya.
"El mungkin belum memahami seperti apa jadi papa waktu itu. Kita sebagai orang yang jauh lebih dewasa, tentu akan berpikir apa yang papa lakukan adalah yang terbaik."
Riang mengangguk.
"Tapi di posisi El, dia yang masih remaja dan labil tentunya akan berpikir dengan sudut pandangnya sebagai remaja."
"Kita tidak berhak menyalahkan El, Yang! Biar dia menyadari dengan sendirinya. Bahwa semua sayang pada El. Adik kita itu, calon dokter hebat. Di usianya sekarang saja di mana yang seangkatan baru jadi maba, dia udah koas kan??", tanya Syam.
Riang pun mengangguk pelan.
"Dan aku harap, dengan kemampuannya...El bisa membuat mama kembali seperti semula. Tentu atas ijin yang maha kuasa, dan El lah perantaranya!", kata Riang.
"Aamiin...!", Syam mengaminkan doa istrinya.
Risya dan Shaka sudah tidur di ranjang mereka masing-masing. Kamar Riang dan anak-anak memiliki pintu penghubung di masing-masing sisi.
Sisi kiri kamar Shaka, sisi kanan kamar Risya. Dan sebagai orang tua, Riang dan Syam sama sekali tak pernah membedakan keduanya.
"Turun yuk, kayaknya Ganesh udah pulang !", kata Syam. Riang dan Syam pun turun. Di dekat tangga ,mereka bertemu dengan Deni dan Zea.
Ganesh juga baru masuk ke dalam rumah dengan wajah yang di tekuk.
"Assalamualaikum !", sapa Ganesh.
"Walaikumsalam! Duh, yang udah jadi mahasiswa jam segini baru pulang!", ledek Zea.
"Iya lahhh...mahasiswa kupu-kupu. Emang situ, hampir jadi mahasiswa abadi !", sahut Ganesh yang moodnya sedikit pulih karena ledekan Tante nya itu.
"Udah-udah....! Kamu kenapa Nesh?", tanya Riang. Ganesh menatap bibi nya itu dengan pandangan yang cukup aneh.
"Heh, liatin bibi kamu gitu amat!", kata Zea sambil meraup wajah keponakannya itu.
"Tante iiih....!", sahut Ganesh kesal.
"Ada apa Nesh?", tanya Riang. Ganesh mengedikan bahunya lalu duduk di sofa ruang keluarga sambil meletakkan makanan di atas meja yang tadi ia beli. Sudah cukup dingin sih, gara-gara ngobrol dulu sama Shakiel.
"Aku ketemu El !", kata Ganesh. Semua terdiam, tak ada yang menyahut.
"Kok diam, ngga kaget gitu?", tanya Ganesh.
"Kita udah ketemu El, bibi kamu yang belom. Selama ini dia di Bali, kampung ayah tirinya!", jawab Syam.
"Terus, ngapain dia ke sini kalo ngga mau nemuin bibi sama Shaka? Percuma dong!", sahut Ganesh.
Syam mengatakan tentang El yang sudah kuliah jauh lebih dulu dari Ganesh. Padahal ia kakak kelas El di SMA dulu.
"Amang tahu kamu peduli sama sahabat kamu itu Nesh, kalo ketemu lagi sama El...coba bujuk lagi!", kata Syam.
"Dia keras kepala tahu Mang! Ih, pengen nonjok banget tadi tuh!", kata Ganesh. Tapi setelahnya ia menutup mulutnya. Tak enak hati pada Riang tentunya.
"Ngga apa-apa Nesh, kamu bilang kaya gitu artinya kamu tadi tak melakukannya. Kalau pun iya, bibi juga ngga akan marah. Bibi tahu kamu pasti kecewa sama El, seperti hal bibi!", kata Riang.
"Ya udah, Ganesh ke kamar ya!", pamit Ganesh. Riang dan Zea membawa makanan yang Ganesh beli tadi ke dapur.
Nuri dan dua baby sitter sudah tidur semua. Izaf dan Ziva sudah tertidur nyaman di kamar yang Zea dan Deni tempati. Di kampung pun mereka masih tidur berempat meski rumah Deni sudah di pugar jauh lebih mewah di banding saat masih ada Mak Ocih.
Tapi itu keputusan mereka berdua, menikmati bersama masa-masa kecil sang buah hati. Mungkin nanti setelah usia mereka sudah enam tahun. Izaf dan Ziva akan berada di kamar masing-masing.
🌾🌾🌾🌾🌾
Shakiel tiba di hotelnya sudah hampir tengah malam. Ia memilih berjalan kaki dengan lamban menuju ke hotel.
Otak dan hatinya saling beradu. Otaknya selalu memperingatkan betapa hancurnya seorang remaja kala itu mengetahui perceraian orang tuanya.
Sedang hatinya terus membujuk bahwa dirinya bukan satu-satunya yang paling menderita.
Dia mengambil ponselnya. Foto bundanya tersenyum lebar dalam pelukan ayah tirinya. Ayah tirinya berhasil membuat tawa bundanya kembali.
Tapi...El tidak tahu jika ternyata kehidupan papa dan mamanya tak seperti apa yang ia kira.
Ia tahu tentang koma nya seorang Citra, tapi ia tak tahu seperti apa papanya saat ini. Karena selama ini, El hanya stalking tentang Shaka dan Risya lewat sosmed Ganesh.
💕💕💕💕💕
Hujan deres ,petir, angin masyaallah 🥺🥺🥺
Sieun nyalain hp nya 🙈🙏🙏🙏
Segini dulu, ngopi heula. Ya kali hujan reda dapat inspirasi 🙏🙏
Terimakasih 🙏✌️✌️🙏
semua kena julid....
deni said mak mak satu ini emang meresahkan.... pen sentil ginjalnya deh...😡😡😡😡