Rocky, pria macho dari keluarga konglomerat, dikelilingi oleh wanita-wanita cantik dan berkelas.
Namun nasibnya begitu mengenaskan, pasalnya sang mami memilihkan seorang gadis untuk menjadi isteri yang sangat jauh dari ekspektasinya.
Ketidak pedulian Rocky pada sang isteri berubah drastis, begitu sadar seorang pengusaha tambang ternyata menginginkan isteri yang ia remehkan.
Bisakah Rocky mempertahankan pernikahannya?
Ikuti kisahnya ; ISTERIKU, CANDUKU
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Payang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Racauan Dalam Tidur
Sekilas Rocky melirik kursi kosong disebelahnya, lalu beralih pada ibunya yang tengah mengambilkan makanan untuk ayahnya, hal yang sudah biasa ia saksikan saat mereka sedang makan bersama seperti saat ini.
Lisa? Dimana isterinya itu? Batinnya. Sedari tadi ia menahan diri untuk bertanya dimana keberadaan gadis belia yang sudah berstatus sebagai isterinya dua hari ini. Apa mungkin sang mami tidak memulangkan isterinya itu ke rumah seperti katanya sewaktu bertemu dikantor tadi pagi.
"Apa Mami tidak melatih perempuan itu menjadi isteri yang baik? Melayani suami seperti Mami melayani Papi?" tanya Rocky, memandang wajah ibunya yang duduk berdampingan dengan ayahnya, tidak tahan akan rasa penasarannya.
Marta tidak lantas menjawab, wanita itu masih fokus memotong daging dipiringnya hingga terpisah, menghujamnya menggunakan garpu dengan penuh tekanan lalu membawanya masuk kedalam mulutnya, perlahan mulai mengunyahnya dengan teratur.
Gusman melirik apa yang dilakukan sang isteri, jakunnya yang sedikit tertutup lemak terlihat naik turun menyaksikannya.
"Pagi-pagi, seenaknya saja pergi tanpa pamit pada suami. Dan sekarang? Dimana dia? Tidak makan malam bersama, tidak perduli suaminya makan dengan baik atau tidak," protes Rocky, masih mengeluarkan apa yang ada didalam kepalanya.
Sementara Marta, wanita itu masih mengunyah dengan tenang hingga dirasanya apa yang ada dalam mulutnya cukup halus untuk ditelannya. Tangannya meraih segelas air putih disisi kiri piringnya dan meneguknya hingga isinya berkurang setengahnya.
Berusaha tenang. Ingin sekali rasanya ia meremas mulut lemas putranya, saking gemesnya.
"Mami sudah melakukan tugas dengan baik, dengan mencarikan menantu yang baik untuk rumah ini. Begitu pula Lisa, dia juga sudah melakukan tugasnya sebagai seorang isteri dengan baik," sambil meletakan kembali gelas air minumnya pada posisinya semula.
"Pakaian kerja, sepatu, kaos kaki, dan segala onderdil-mu saat kekantor tadi pagi, Lisa yang menyiapkannya, bukan mbok Inem. Begitu pula pakaian yang kamu kenakan itu, Rocky."
Rocky gegas memandang kaos ketat rumahan yang ia kenakan saat ini. Biasanya, mbok Inem-lah yang melakukan semuanya untuknya.
"Semua yang kamu kenakan setiap hari selama hampir sebulan ini, Lisa yang mencucinya sendiri, menyeterikanya, dan menyimpan semuanya dilemari pakaianmu. Termasuk kain sprei dan bantal-bantalmu. Lalu? Apa kamu sudah memberi nafkah padanya sebagai isteri, atau setidaknya uang belanja buatnya sebagai jerih lelahnya mengurus semua keperluanmu itu?"
Rocky tidak menjawab, ia yang sedari tadi mengeluhkan ini dan itu tentang Lisa hanya bisa terdiam mendengar penuturan sang mami, sambil melanjutkan makan malamnya.
"Mami tidak tau apa yang kamu lakukan pada Lisa semalam," Marta menatap putranya.
"Dokter yang memeriksanya tadi siang mengatakan kalau Lisa kelelahan karena kurang istirahat, sehingga gadis itu sakit. Itu sebabnya dia tidak turun makan malam bersama kita."
"S-sakit?" Rocky mendongakan wajahnya.
"Aku tidak melihatnya dikamar kami," imbuhnya menatap sang mami. Sejak tiba dirumah tadi sore, dia memang tidak melihat isteri belianya itu dimanapun.
"Itu artinya kamu belum memeriksa Lisa dikamarnya?"
Rocky menggeleng pelan.
Marta menghela nafas. Ia tahu, sulit bagi putranya melakukan tugasnya sebagai suami, apalagi pernikahan ini, dirinya-lah yang memaksa, bukan keinginan putranya.
"Hari ini Lisa keluar rumah untuk mengurus daftar ulang dikampus barunya. Dan kamu, kamu keluar untuk menemui kekasihmu itu, bahkan berpelukan dengannya didepan umum. Bukankah Mami sudah berulang kali memintamu untuk memutuskan hubungan dengan wanita itu? Wanita yang tubuhnya dihargai hanya dengan uang--"
"Cukup Mam. Angelia memang seorang aktris, tapi dia tidak serendah yang Mami fikirkan," potong Rocky memberi pembelaan.
"Maaf, bila kamu tidak suka dengan ucapan Mami. Mami menghargai segala bentuk profesi yang digeluti semua orang, termasuk keaktrisan Angelia. Dan Mami punya alasan kuat kenapa kamu harus melepaskan wanita itu, dan jangan pernah berhubungan lagi dengannya."
"Tidak semudah itu Mam. Aku--,masih cinta sama Angelia," pelan Rocky, walau merasa tidak enak, ia tetap berkata jujur dihadapan kedua orang tuanya.
Marta kembali menghela nafas.
"Lalu bagaimana dengan Lisa?" menatap Rocky penuh tanya.
Rocky kembali terdiam. Untuk saat ini, ia memang belum sepenuhnya bisa menerima Lisa, tapi ia begitu kesal bila ada laki-laki lain yang mendekati isterinya itu, seperti yang ia lihat siang tadi didepan pagar kampus.
"Habiskan makan malammu itu, lalu cepat lihat Lisa dikamarnya," Marta menyudahi obrolan mereka, saat melihat putranya yang belum bisa menentukan sikapnya.
...***...
Didepan pintu kamar, Rocky mengurungkan niatnya untuk mengetuk pintu. Ia sedikit ragu melanjutkan niatnya untuk menjenguk isterinya itu dikamarnya.
Tapi tangannya tetap meraih kenop pintu, mendorongnya pelan. Dan pandangannya langsung terarah pada tempat tidur yang kosong.
"Dimana dia?" Rocky gegas masuk, mengedarkan pandangannya keseluruh sudut kamar, mungkin saja isterinya itu berbaring disofa atau dilantai--, duganya, hingga matanya terhenti pada sosok yang meringkuk dilantai dekat meja sofa.
"Kamu memang manusia paling aneh!" Rocky mendadak gemes, bisa-bisanya isterinya itu tidur disana.
Tanpa berfikir lama, ia gegas menghampiri Lisa yang tertidur tanpa alas.
"Hei bangun!" Rocky mengoyang-goyangkan pundak Lisa yang berbaring miring dengan sepasang kakinya yang menekuk.
"Ng-mmh" Lisa menggeliat tapi matanya masih terpejam dengan raut meringis.
"Hei bangun Lisa!" Rocky kembali menggoyangkan pundak isterinya itu lebih kuat dari sebelumnya.
"Boleh Lisa tidur sebentar lagi Ma, Lisa sangat lelah," lirihnya, tubuhnya menggeliat dengan mata terpejam.
"Jangan jual Lisa Ma... Tolong jangan jual Lisa. Lisa takut, hiks-hiks-hiks-hiks."
Rocky terpaku sesaat mendengar racauan isterinya itu dengan tubuh sesekali menggeliat, sambil menangis dalam tidurnya.
"Izinkan Lisa kesekolah--, nanti Lisa cari uang lagi Ma, hiks-hiks-hiks-hiks," racaunya lagi sambil memeluk erat tubuhnya yang gemetar kedinginan.
"Panas sekali," panik Rocky, saat tanganya menyentuh pelipis isterinya itu, dan menyentuh beberapa bagian tubuh yang terbuka lainnya. Ia buru-buru mengangkat tubuh ringan itu dan membawanya ke pembaringan.
"Jangan pukul Lisa lagi Ma, Lisa tidak salah, hiks-hiks-hiks-hiks," racauan itu kembali terdengar.
"Ibu jangan tinggalkan Lisa, Lisa takut, hiks-hiks-hiks-hiks," gadis itu mencengkram leher kaos Rocky begitu kuat, saat suaminya itu akan menurunkan tubuhnya dari gendongannya.
"Jangan pergi Ibu, Lisa takut..."
Rocky dengan hati-hati tetap melepas cengkraman tangan isterinya itu dari leher bajunya, lalu gegas meraih telepon diatas atas nakas.
📞"Mbok, suruh dokter Alfred kemari cepat. Tolong bawakan kain kompres dan beritahu Mami kalau Lisa demam tinggi."
📞"Baik Mas," sahut mbok Inem dari seberang sambungan telepon.
Rocky kembali menghampiri Lisa, menarik selimut tebal untuk menutupi tubuh isterinya itu agar tidak kedinginan. Diubahnya suhu kamar supaya lebih hangat.
"Apa ini alasan Mami menyuruhku melihatnya?" sambil memandangi wajah pucat isterinya itu. Suara racauan itu sesekali terdengar disela-sela isaknya yang terdengar lirih.
"Apa yang terjadi padanya sebelum berada disini?" gumamnya, mulai merasa iba.
Bersambung...👉
😫
aq udah sempet curiga. Lissa pasti ada yang ngajarin ini. ga mungkin seberani ini.