NovelToon NovelToon
Istri Darurat Pewaris Takhta Konglomerat

Istri Darurat Pewaris Takhta Konglomerat

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta setelah menikah / Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Murni / Romansa
Popularitas:13.4k
Nilai: 5
Nama Author: Sekarani

Tari tiba-tiba jadi buronan debt collector setelah kekasihnya menghilang berbulan-bulan. Tari dipaksa melunasi utang Rp500 juta meski dirinya tak pernah mengajukan pinjaman sepeser pun.

Putus asa mendapat ancaman bertubi-tubi hingga ingin mengakhiri hidupnya sendiri, Tari mendadak dapat tawaran tak terduga dari Raka.

Pewaris keluarga konglomerat tersebut berjanji melunasi utang yang dibebankan kepada Tari jika gadis itu mau menjadi istrinya. Raka bahkan bersedia membantu Tari balas dendam pada sang kekasih.

Apa yang sebenarnya telah terjadi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sekarani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jangan Ikut Campur!

Raka menghentikan derapnya saat berteriak ke arah Tari yang berjalan dengan langkah gontai menuju tepi tebing. Ada sedikit perasaan lega ketika langkah gadis itu tampak terhenti.

"Apa pun itu, mari cari solusinya bersama," ujar Raka dengan napas yang masih terengah-engah. 

Lari menaiki bukit di tengah cuaca terik jelas bukan ide yang bagus, tetapi itu adalah langkah terbaik. Jika sampai di puncak lebih lama, mungkin dia sudah terlambat dan kehilangan kesempatan untuk menyelamatkan Tari.

Tari bergeming di tempatnya berpijak. Dia tak menyangka seseorang akan menemukannya di sini. Bukankah area ini sudah ditutup untuk umum sejak bulan lalu?

"Jangan membahayakan dirimu sendiri! Apa pun yang kamu butuhkan, saya bisa bantu," kata Raka sambil perlahan berjalan mendekati Tari.

"Apa pun?" tanya Tari dengan suara lirih.

"Iya, apa pun. Saya janji akan melakukan apa pun untuk kamu," tegas Raka.

Jawaban Raka membuat Tari tersenyum simpul. Apa yang paling dia butuhkan saat ini adalah uang setidaknya Rp500 juta. Memangnya pria di belakangnya ini bisa memberinya uang sebanyak itu?

"Rp500 juta, bisa?" ucap Tari dengan nada meremehkan.

"Hah?" Raka berhenti melangkah.

"Rp500 juta," ulang Tari. "Saya butuh uang sebanyak itu sekarang untuk melunasi utang yang entah kenapa menjadi tanggung jawab saya …."

"Oke, Rp500 juta. Saya bahkan bisa kasih kamu lebih dari itu," balas Raka tanpa pikir panjang.

Tari kembali tersenyum mendengar ucapan Raka. Pikirnya, pria itu pasti hanya asal bicara. Mana mungkin Tari seberuntung ini mendapatkan pertolongan pada detik-detik terakhir hidupnya?

Lagi pula, bahkan seandainya Tari bisa mendapatkan uang Rp500 juta sekarang, waktunya sudah tidak cukup. Hanya tersisa sekitar 15 menit lagi menuju pukul 10.00. Pada akhirnya, foto-foto tak seronoknya akan tetap tersebar, ‘kan?

"Jangan menjanjikan sesuatu yang tidak bisa Anda tepati," tutur Tari tanpa menoleh sedikit pun.

Tari kembali melangkahkan kakinya, tetapi dia bahkan tak sanggup menyelesaikan langkah  pertamanya. Raka bergerak lebih cepat menarik kuat lengannya, membuat tubuh Tari jatuh ke dalam dekapan pria itu.

Tari refleks memberontak dan berusaha melepaskan diri. Namun, Raka justru mendekapnya semakin erat. Tanpa mengatakan apa pun, Raka cepat-cepat membawa Tari menjauhi ujung tebing.

"Sudah saya bilang, apa pun yang kamu butuhkan, saya bisa bantu. Saya bisa kasih," kata Raka menahan emosi.

Keduanya baru saja sampai di bawah pohon, tempat Tari meninggalkan barang-barangnya.

Tari mengedarkan pandangannya dan menjadi sangat waspada saat mengetahui bahwa ada dua pria lain yang mengawasi dirinya. Siapa mereka? Mungkinkah mereka anggota komplotan penagih utang?

Sadar akan tatapan waspada Tari, Raka berkata, "Kami bukan orang jahat. Kami di sini untuk menyelamatkan kamu."

Bukannya melihat secercah harapan, kata-kata Raka malah membuat Tari semakin skeptis.

"Apa saya minta diselamatkan?! Jangan ikut campur! Kalian tidak tahu apa yang saya rasakan! Hidup saya sudah hancur! Tidak ada yang bisa menyelamatkan saya!"

Tari begitu emosional saat mengungkapkan isi kepalanya dengan nada tinggi. Mata Tari menatap nyalang pria bertubuh tegap yang lebih tinggi di hadapannya. 

"Waktunya hampir tiba …," nada bicara Tari berubah drastis. Suaranya terdengar bergetar, seiring dengan air mata yang mulai bergerilya di pelupuk matanya.

"Saya tidak akan sanggup melanjutkan hidup dengan cara yang sama. Tolong, biarkan saya mati hari ini …."

Hati Raka bagai dicabik-cabik saat melihat air mata akhirnya membasahi pipi Tari. Rasanya begitu menyesakkan melihat cara Tari menatapnya dengan putus asa.

Keheningan di antara keduanya tercipta begitu saja, tetapi tidak lama. Dering ponsel milik Tari seketika menyedot perhatian semua orang.

Tari dan Raka sama-sama mengalihkan pandangan mereka pada ponsel yang tergeletak di tanah bersama barang-barang Tari lainnya. Nomor yang tertera di layar membuat lutut Tari mendadak lemas. Dia bahkan langsung ambruk terduduk tanpa sedetik pun memutus perhatiannya pada gawai tersebut.

Gara-gara itu, Tari jadi tahu kalau hanya tersisa lima menit lagi. Tubuhnya gemetaran, jantungnya juga berdegup kacau, terbayang betapa ngeri kehidupan yang mesti dia hadapi setelah waktunya benar-benar habis.

Tiba-tiba saja Raka menyambar ponsel Tari. Tindakan itu membikin Tari panik dan segera bangkit, berupaya merebut ponselnya dari tangan Raka.

Raka mengangkat tangannya tinggi, membuat Tari sepenuhnya tak sanggup meraih ponselnya meski sampai beberapa lagi melompat. Perbedaan tinggi badan mereka memang cukup jauh, jadi wajar saja jika Tari kesusahan.

"Okta!"

Mendengar Raka memanggil namanya, Okta langsung berlari mendekat. Dia pun segera paham tugasnya saat sang bos memberikan perintah lewat tatapan mata.

"Tunggu di sini. Biar saya bereskan masalah ini," ujar Raka yang kemudian balik badan.

Tari refleks ingin mengejar Raka yang berjalan menuju tepi jurang lagi, tetapi Okta bergerak cepat menghentikannya. Tentu saja Tari kembali memberontak, tapi cengkeraman Okta di kedua lengannya jauh lebih kuat.

"Maaf, Anda harus tetap di sini," ucap Okta coba memberikan pengertian. "Izinkan Pak Raka membereskan masalah Anda."

Tari masih berusaha melepaskan diri saat suara bentakan Raka membuatnya kaget dan membeku seketika. Pria itu melontarkan segala bentuk sumpah serapah begitu menerima panggilan yang ternyata memang penagih utang seperti dugaannya.

Bahkan Okta ikut tersentak mendengar ucapan kasar bosnya. Demi Tuhan, ini pertama kalinya Raka memaki dengan begitu luwesnya. Bukan berarti bosnya sama sekali tidak pernah mengumpat, hanya saja ingatan Okta belum pernah merekam Raka versi sekasar itu.

"Sialan!" seru Raka mengakhiri parade umpatannya.

Selama beberapa detik, sambil mendengar ocehan penagih utang yang ikut naik darah setelah dimaki tiada henti, Raka tampak mengatur napas. Pria itu jelas berusaha mengendalikan emosinya, sadar tak ada gunanya adu mulut dengan orang rendahan.

"Jangankan Rp500 juta, saya bahkan bisa membeli perusahaan yang mempekerjakan sampah seperti kalian sekarang juga," tegas Raka yang sudah tak bernada tinggi, tetapi masih syarat penekanan pada setiap kata yang diucapkan.

"Perkara utang sialan ini akan saya bereskan dalam waktu kurang dari dua menit setelah saya tutup telepon. Jangan lakukan apa pun, kecuali ingin tahu rasanya dipaksa menyesal seumur hidup," tandas Raka.

Mengabaikan si penagih utang yang masih membalasnya dengan segala omong kosong, Raka mengakhiri panggilan telepon itu. 

"Okta!" seru Raka memanggil sekretarisnya. "Telepon orang itu sekarang!"

Okta langsung mengeluarkan ponselnya dari saku celana. Tak butuh waktu lama baginya untuk menemukan kontak yang diminta, tetapi sebelum menelepon, dia merasa perlu menanyakan satu hal pada Tari.

"SayangUang, 'kan?" tanya Okta pada Tari yang berdiri di sampingnya.

Tari tampak tidak mengerti maksud dari pertanyaan yang tiba-tiba dilontarkan Okta.

"Oknum yang barusan dimaki-maki Pak Raka, dia dari pinjol SayangUang, 'kan?"

Walau masih terlihat bingung, Tari akhirnya menjawab dengan menganggukkan kepalanya beberapa kali.

"Okta!"

Tak sabar menunggu Okta, Raka kembali memanggil sang sekretaris.

"Siap, Pak!"

Okta buru-buru membuat panggilan sesuai perintah bosnya, lalu berlari secepat mungkin ke arah Raka. Begitu teleponnya diangkat, Okta pun langsung menyerahkan ponselnya kepada sang bos.

Detik berikutnya, Okta refleks mundur selangkah gara-gara kembali mendengar Raka memaki penuh emosi.

1
Fitria Agustina
makin penasaran, sebenarnya saat terjadi peristiwa apa yg menimpa raka lalu tari menolongnya
Sekarani
maaf yaa menunggu lama/Hey/
Fitria Agustina
di tunggu lanjutannya thor..
R. Danish D
ah sakit telinga, tolong
R. Danish D
baru mulai udh kissu kissu
tapi aku suka gaya penulisan authornya
Sekarani: makasih yaaaa
semoga betah bacanya sampai ending nanti❤
total 1 replies
Anita Jenius
Salam kenal kak. Ceritanya keren.
5 like + /Rose/buatmu sebagai hadiah perkenalan.
semangat menulis terus ya
Sekarani: wah makasih yaaaa /Smile//Smile//Smile/

semangat dan sukses selalu untuk kita🔥
total 1 replies
Anita Jenius
Salam kenal thor..
Sekarani: halo! makasih udah mampir kak/Heart/
total 1 replies
Sekarani
Halo! Istri Darurat Pewaris Takhta Konglomerat adalah karya pertamaku di NovelToon /Heart/

Terima kasih untuk dukungannya! Semoga suka dengan kisah yang disajikan /Smile/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!