Cinderella dan Calon Ketua Mafia

Lima menit berjalan, tidak ada obrolan sebab Arya memastikan jika keadaan benar-benar aman. Dia tidak ingin pembicaraannya di dengar Lena sampai membuat keselamatan Ella semakin terancam.

"Orang yang saya mintai bantuan sulit di temui Nona. Saya sudah berusaha menghubungi nya tapi hasilnya nihil."

Tanpa sepengetahuan Lena, sudah lama Ella mengeluh soal permasalahannya. Di sini Arya tidak mampu berbuat banyak karena ancaman dari Prapto yang memiliki kekuasaan lebih besar darinya yang hanya seorang notaris.

"Terus bagaimana Kak. Saya berusaha melawan tapi.." Ella menyikap sedikit baju panjangnya. Terlihat beberapa memar berada di sana. Dia menatap sendu ke lelaki berumur 25 tahun itu.

"Seharusnya ini bisa di pidanakan kalau Pak Prapto tidak mengancam saya."

"Semampu Kak Arya saja. Saya juga tidak mau melibatkan keselamatan Kakak dan keluarga." Ingin rasanya Arya mempersunting Ella sendiri. Namun dia merasa tidak pantas melakukan itu. Arya begitu menghormati almarhum Ayah Ella apalagi sepertinya Ella tidak memiliki rasa dengannya.

Segera saja Arya mengisyaratkan Ella untuk diam ketika Lena muncul dengan nampan di tangannya.

"Silahkan Arya." Tawar Lena ramah. Sangat ramah sampai-sampai kebusukan dan kekasaran nya tertutup sempurna.

"Terimakasih Bu Lena. Sebenarnya ini tidak perlu. Em saya hanya ingin melihat keadaan Nona Ella saja." Daripada curiga, Arya meneguk sedikit sirup dingin di hadapannya.

"Dia baik-baik saja. Ella anak yang penurut. Tadi Pak Prapto mengajaknya pergi ke pesta. Merela serasi sekali." Arya tersenyum simpul seraya mengangguk. Kesal dan muak bercampur aduk namun dia tidak mampu berbuat banyak.

"Syukurlah jika seperti itu Bu. Saya merasa senang. Oke. Em karena ini sudah larut, saya pamit." Setelah meneguk sisa sirup dingin. Arya berdiri lalu bersalaman dengan Lena juga Ella. Dia menenteng tas kerjanya dan berjalan keluar.

"Cuci sana!" Pinta Lena sambil menggeser nampan berisi gelas kosong.

"Aku lapar."

"Ada sisa makanan di dapur! Awas ya. Jangan mengambil apapun yang ada di kulkas."

Ella mengangguk patuh, dia membawa nampan berisi gelas kosong lalu berjalan menuju dapur. Helaan nafas panjang berhembus. Cucian piring menumpuk dan mulai mengeluarkan aroma tidak sedap. Tentu saja Lena malas mengerjakan perkerjaan rumah.

Bukan hanya itu saja yang membuat Ella semakin bersedih. Terlihat di atas meja makan, ada sepiring makanan yang tidak layak. Seolah-olah Lena berniat memberikannya pada hewan bukan manusia.

Sambil menahan gemuruh pada hatinya, Ella memutuskan untuk mencuci piring terlebih dahulu daripada nantinya aroma tidak sedap semakin menyebar.

Seusai mencuci, Ella mengambil makanan pemberian Lena. Dia keluar dapur lalu duduk di kursi kayu. Menatap makanan yang terlihat menjijikkan.

Tidak ada pilihan lain, kecuali melahapnya. Ella sangat lapar dan terpaksa memasukan makanan yang ternyata hampir basi.

Maniknya terlihat berkaca-kaca, meratapi kehidupan buruk semenjak Lena hadir. Dulu kedua orang tuanya memperlakukannya bak puteri. Namun sekarang, di akui sebagai manusia pun Ella tidak yakin.

Sementara Darrel di buat sangat kesal ketika dengan jelas tangkapan kamera yang terpasang di perpohonan memperlihatkan gelagat tidak baik yang di pertontonkan Ella. Entah berapa lama Darrel berdiri di samping motor. Padahal seharusnya dia sudah masuk beberapa menit lalu.

Apa yang dia makan?

Nay yang sejak tadi sudah mendengar suara motor Darrel berniat mencari keberadaannya. Awalnya dia menganggap jika pendengarannya mulai berkurang atau telinganya sedang mengada-ada karena terlalu mencemaskan Darrel yang mungkin kembali melanggar janji.

Kekhawatiran berubah menjadi senyuman mengembang ketika dirinya melihat Darrel tampak ada di dalam garasi. Langkahnya terhenti saat dia melihat Darrel tengah menatap layar ponsel yang memperlihatkan sebuah tangkapan camera CCTV.

Ada apa dengan Darrel ku? Alan bilang tadi dia pergi ke rumah Ella dan sekarang dia masih melihatnya dari layar ponsel. Ya Tuhan semoga tebakanku benar.

Nay mengurungkan niatnya. Dia kembali masuk ke dalam rumah untuk menemui Kai yang sejak tadi menunggunya di ruang tengah lantai dua.

"Ada?" Tanya Kai singkat. Nay berdalih tidak mau masuk kamar sebelum Darrel pulang.

"Hm ada. Berarti setelah dari rumah Ella dia langsung pulang. Tadi dia masih memperhatikan lewat CCTV." Kai menoleh seraya menggelengkan kepalanya. Itu berita yang tidak mengenakkan sebab Darrel memang mudah melabuhkan perasaan sukanya.

"Dia mulai lagi kan. Aku yakin anak itu tidak akan pernah berhenti padahal seharusnya dia sudah bisa menggantikan ku. Yang ada di otaknya hanya gadis dan gadis."

Nay tersenyum simpul. Mengangkat tangan kanannya lalu mengusap-usap rambut tebal Kai. Sampai saat ini jurus itu ampuh untuk menurunkan otak Kai yang sering mendidih akibat ulah Darrel.

"Aku memang ingin Ella menjadi menantu ku." Kai kembali menoleh.

"Apa yang kamu katakan Baby?"

"Sungguh dia mirip dengan Nia. Yang jadi perbedaan hanya warna rambut." Kai tersenyum aneh sebab Nay tahu kalau Ella adalah calon Istri Prapto.

"Kamu sadar berkata itu?"

"Ya. Dia calon Istri Prapto."

"Terus kenapa kamu mengatakannya?" Seakan bisa menebak. Kai tahu jika Nay menginginkan sesuatu dan itu berarti keinginan tersebut wajib di turuti.

"Aku merasa Darrel menyukainya." Kai menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Hari ini kamu suruh dia memutuskan para gadis itu lalu kamu berkata begini."

"Darrel tidak mencintai mereka." Nay melontarkan jawaban sesuai dengan apa yang bersarang di hatinya.

"Dari mana kamu tahu Baby. Anak kita memang gampang jatuh cinta."

"Tidak sayang. Dia hanya bermain-main dan belum jatuh cinta. Otaknya akan mengeras seperti mu kalau dia sudah merasakan itu." Nay mengetuk kepala Kai dengan ujung telunjuknya.

"Aku tidak tahu dia mirip siapa."

"Mirip kamu."

"Tidak Baby. Aku tidak pernah memacari banyak wanita seperti dia."

"Itu karena kamu tidak ada kesempatan sementara Darrel punya banyak kemudahan." Tentu saja Kai selalu kalah telak dalam perdebatan.

"Terus? Apa permintaan mu? Apa aku harus menculik Ella lalu menikahkan mereka."

"Tidak sayang. Kita berpura-pura saja tidak tahu. Biarkan Darrel yang menyelesaikan ini."

Nay berniat mendongkrak kedewasaan Darrel dengan caranya sebab dirinya tahu Darrel sulit di kendalikan apalagi di atur. Tidak dapat di pungkiri jika Nay ingin Darrel segera menggantikan gelar Kai yang umurnya memang tidak lagi muda.

🌹🌹🌹

Di kamar miliknya, Arya berusaha menghubungi kontak yang bertuliskan Erik. Dia berniat mengatur pertemuan dengan Kai untuk membicarakan soal ancaman yang menjerat Ella.

Tapi tidak mudah baginya, sebab Arya di anggap butiran debu yang tidak memiliki bobot. Sudah beberapa tahun yang lalu dia merencanakan hal ini namun respon Erik begitu sulit.

"Kalau aku melapor pada polisi. Nyawaku bisa terancam." Eluhnya sambil meletakkan ponselnya di atas nakas.

Arya pernah menegur Prapto agar tidak menjerat Ella dengan pernikahan beberapa tahun lalu. Tapi gertakan tersebut malah membuat kehidupannya tidak tenang. Dia takut jika ancaman Prapto benar-benar terjadi sampai-sampai Arya mengungsikan Ibu dan Adiknya tinggal di desa.

🌹🌹🌹