"Sampai kapan kamu akan berlindung di ketiak mama? Kalau sikap kamu manja seperti ini mana ada laki-laki yang mau menikahi kamu. Abang tahu kamu sering dimanfaatkan oleh pacar-pacar kamu itu 'kan?"
"Abang, jangan meremehkan aku. Aku ini bukan gadis manja seperti yang kau tuduhkan. Aku akan buktikan kalau aku bisa mandiri tanpa bantuan dari kalian."
Tak terima dianggap sebagai gadis manja, Kristal keluar dari rumahnya.
Bagaimana dia melalui kehidupannya tanpa fasilitas mewahnya selama ini?
Yang baca wajib komen!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nirwana Asri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Oh, tidak!
Maaf ya kemaren aku nggak update kemaren karena ada anggota keluarga yang sakit. Hari ini diusahakan dobel up ya.
Tapi dukung dulu karya othor dengan memberikan like, dan jangan lupa klik favorit dan kasih bintang 5 ya 🙏
...♥️♥️♥️...
"Ma, dia atasan aku. Dia yang udah nolongin Kristal." Kristal memperkenalkan laki-laki yang telah membawanya ke rumah sakit.
Ruli mengangguk dengan sopan dan meraih tangan Berlian. "Nama saya Ruli, Tante."
Berlian sedikit kagum dengan sikap Ruli. Pembawaannya begitu karismatik dan sopan. "Terima kasih sudah menolong anak saya," ucap Berlian dengan tulus. Ruli mengulas senyum ke arah Berlian.
"Apa benar kalian hanya sebatas atasan dan bawahan?" Selidik Alex menatap curiga pada Kristal lalu beralih ke Ruli.
Kristal mengangguk cepat. Dia memang tidak berbohong. "Abang nggak percaya? Selama ini aku bekerja di restorannya sebagai pelayan tahu?" Akunya.
Alex dan Berlian sangat terkejut mendengar fakta yang keluar dari mulut gadis itu. Alex tertawa. Dia mengira Kristal telah membohonginya.
"Mana mungkin gadis manja kaya kamu mau bekerja menjadi pelayan restoran?" Cibir Alex.
"Apa yang dia katakan tidak berbohong sama sekali," sahut Ruli. Entah kenapa laki-laki itu tidak suka ketika Alex meremehkan Kristal.
Alex baru percaya setelah mendengar penuturan Ruli. Dilihat dari gayanya, Ruli bukan tipe pembohong seperti adiknya. Alex menyunggingkan bibirnya. Dia berjalan mendekat ke arah sang adik. "Jadi kamu benar-benar ingin membuktikan pada kami kalau kamu bisa hidup mandiri?"
Kristal mengangguk. "Maafin Kristal, Bang. Tenyata mencari uang itu tidak segampang yang kita kira. Selama ini aku tidak pernah mensyukuri apa yang aku punya. Kalau saja aku bukan keturunan orang kaya mungkin aku juga akan menjalani kehidupan yang sulit di luar sana."
"Syukurlah kalau kamu mengerti. Lalu selama ini kamu tinggal di mana?" Tanya sang ibu.
"Aku menumpang di rumahnya Pak Ruli." Berlian mengerutkan keningnya ketika mendengar jawaban putrinya. Kristal yakin ibunya tidak berpikir yang tidak-tidak.
"Mama jangan salah sangka. Baru-baru ini aja kok aku tinggal di rumahnya Pak Ruli. Lagi pula ada mamanya dan asisten rumah tangganya yang lain."
"Baru-baru ini? Memang sebelumnya kamu tinggal di mana? Kenapa waktu itu kamu meninggalkan dompetmu, sayang? Mama begitu khawatir sampai tiap hari merasa sedih memikirkan kamu." Berlian mencolek hidung mancung anaknya itu.
"Aku memang sengaja meninggalkan ATM dan ponselku agar kalian tidak bisa melacakku. Tapi Aku hanya bisa tinggal di tempat kos Meilani, sahabatku. Mama tahu tidak aku tidur beralaskan tikar saja. Padahal aku lelah kerja seharian tapi tidak ada kasur empuk yang bisa membuat tidurku nyaman," keluh Kristal pada ibunya.
"Salah sendiri kabur dari rumah segala. Sekarang kamu janji tidak akan kabur lagi dari rumah. Mama, papa dan abangmu sangat menyayangi kamu apa adanya. Meski kamu manja selalu pun kami tidak keberatan."
Mata Kristal berkaca-kaca mendengar ucapan ibunya. Dia langsung memeluk sang ibu. "Aku memang bodoh dan gampang tersinggung. Maafin aku, Ma." Berlian mengelus punggung anaknya itu dengan halus.
Tak lama kemudian Ruli pamit karena harus menyelesaikan pekerjaannya. "Kamu akan datang ke sini lagi kan nak Ruli?" Tanya Berlian. Dia bisa menebak laki-laki itu menyukai putrinya. Berlian menangkap tatapan mata Ruli yang menunjukkan rasa tertarik pada kristal.
"Mama apaan sih. Pak Ruli itu orang sibuk mana ada waktu buat jenguk aku," ucap Kristal yang merasa tidak enak.
Ruli mengangguk menjawab pertanyaan ibunya Kristal. Berlian merasa senang karena putrinya itu menemukan laki-laki yang bertanggung jawab seperti Ruli. Dia sering dikenalkan pada mantan pacar anaknya dulu tapi mereka seolah caper di depannya. Berbeda dengan Ruli yang terlihat berwibawa meski usianya masih sangat muda.
Sementara itu Alex mengantar Ruli sampai ke depan. Dia tiba-tiba menepuk bahu Ruli. "Kamu suka sama Kristal?" Tanya Alex pada Ruli.
Apakah nampak sangat jelas, itu yang membuat Ruli bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Ruli menarik nafas dalam-dalam. "Iya, saya menyukainya sejak pertama kali bertemu dengannya." Jantungnya berdebar ketika dia berkata jujur pada Abang gadis yang dia sukai.
"Apa kamu tahu sebelumnya kalau dia bukan gadis biasa?" Tanya Alex.
"Tidak." Alex menatap ke dalam mata Ruli sepertinya laki-laki itu tulus mencintai Kristal.
"Kalau begitu saya permisi," pamit Ruli.
"Jangan lupa tepati janjimu untuk mengunjungi adikku lagi." Ucapan Alex seolah memberi lampu hijau pada laki-laki itu. Ada rasa bahagia karena mendapat restu keluarganya. Kini tinggal mencari cara untuk mengungkapkan rasa sayangnya pada Kristal.
Ruli menuju ke restoran. Gilang tidak melihat Nara datang bersama atasannya itu. "Kamu tidak bareng Nara?" Tanya Gilang heran.
"Dia sakit," jawab Ruli dengan singkat.
"Sakit apa?" Tanya Gilang penasaran.
"Tadi pagi dia kutemukan pingsan di kamarnya lalu aku membawanya ke rumah sakit," jawab Ruli.
Gilang masih penasaran hingga dia melontarkan banyak pertanyaan pada Ruli. "Bagaimana keadaannya sekarang? Lalu siapa yang menjaganya di rumah sakit?"
Ruli menatap heran pada Gilang. Laki-laki itu tampak sangat peduli pada Kristal. Tidak, Gilang belum tahu nama aslinya. "Tenang saja aku sudah menghubungi keluarganya. Sekarang dia ditunggui oleh kakak dan ibunya."
Gilang tampak berpikir keras. Dari mana Ruli bisa mengenal keluarga Nara. Kapan dia menghubunginya? Banyak pertanyaan yang berputar-putar di kepalanya.
"Kembalilah bekerja!" Perintah Ruli ketika melihat Gilang masih terpaku di tempatnya.
Ketika keluar dari ruangan Ruli, Gilang terkejut saat melihat Meilani yang muncul tiba-tiba di depannya. "Kamu mengagetkan saya saja."
"Pak, kenapa Pak Ruli tidak datang bersama Nara?" Meilani terlihat mencemaskan sahabatnya itu.
"Katanya dia sakit. Sekarang dia dirawat di rumah sakit." Meilani terkejut mendengar ucapan atasannya itu. Bagaimana bisa sahabatnya itu sakit. Siapa yang menjaganya sekarang, pertanyaan itu muncul di benak Meilani.
"Rumah sakit mana, Pak? Sepulang kerja nanti saya ingin menjenguknya."
"Saya lupa menanyakannya. Bagaimana kalau kita bareng saja jenguknya?" Gilang meminta pendapat Meilani. Tentu saja gadis itu tidak menolak. Pergi berdua bersama orang yang dia sukai adalah sesuatu yang tidak bisa dia lewatkan.
Di tempat yang berbeda, Kristal sedang makan buah yang dikupaskan oleh ibunya. "Papa mana, Ma?" Tanya Kristal.
"Papa lagi keluar negeri," jawab Berlian.
Kristal bernafas lega. "Kamu kenapa?" tanya sang ibu.
"Kristal takut papa marah."
"Tentu saja dia marah. Tapi papa marah karena khawatir putri satu-satunya menghilang. Kalau kamu menjadi orang tua nanti pasti akan tahu rasanya kehilangan anak yang dicintai."
"Tapi aku belum berencana menjadi orang tua, Ma."
"Benarkah? Bagaimana kalau ada laki-laki yang tiba-tiba datang melamarmu?" Ucapan Berlian membuat Kristal tersedak ketika sedang minum.
"Kristal nggak lagi dekat sama cowok mana pun saat ini. Ah jangan bilang aku akan dijodohkan lalu aku dinikahkan secara paksa. Apa itu rencana mama agar aku tidak kabur lagi?" Wajah Kristal terlihat sendu.
Berlian terkekeh mendengar ucapan anaknya. "Kamu tahu tidak, dulu mama tidak menyangka akan berpacaran dengan papamu. Ternyata diam-diam dia menyukai mama. Padahal kamu dulu musuh saat balapan."
"Jadi maksud mama orang yang selalu bertengkar dengan kita belum tentu membenci tapi malah sebaliknya?" Berlian mengangguk. Kristal jadi berpikir keras.
"Oh, tidak."