Bos Duda Kesayangan

Dathan yang melihat bagaimana Neta mengendus jasnya hanya bisa menelan salivanya. Andai saja yang diendus itu adalah tubuhnya, pastinya akan membuatnya merasakan kenikmatan. Sayangnya, Dathan hanya bisa membayangkan saja.

“Apa kamu menemukan aroma parfumku?” tanya Dathan memastikan pada Neta.

“Ini aroma parfum laundry jadi saya tidak bisa menemukan aroma parfum Pak Dathan.” Memang sulit bagi Neta. Mengingat aroma parfum laundry begitu kuat. Neta masih mengendus jas milik Dathan.

“Apa kamu tahu kamu sudah seperti kucing di rumahku?” Dathan mengulas senyum tipis di bibirnya. Dia merasa lucu sekali dengan aksi Neta yang mengendus jasnya.

Neta menekuk bibirnya. Merasa kesal ketika aksinya ditertawakan oleh Dathan. Dia juga merasa dirinya sudah seperti kucing yang mengendus jas.

Melihat Neta yang menekuk bibirnya, Dathan serasa melihat anaknya yang sedang merajuk. Entah kenapa dia merasa gemas sekali. Wajah Neta yang lebih mirip anak remaja membuatnya merasa Neta begitu muda sekali. Jauh dibanding dirinya.

“Ini, Pak.” Neta memberikan jasnya pada Dathan. Dia merasa tidak menemukan aroma parfum Dathan.

“Kamu tidak menemukan aroma parfumku?” tanya Dathan memastikan.

“Tidak.” Neta menggeleng.

“Tapi, aku masih menemukannya.” Dathan masih bersikeras dengan pendapatnya.

Neta menatap malas. Sungguh dia bingung dengan pria di depannya itu. Jika bukan karena ingin wawancara, dia akan melawan pria di depannya. Sayangnya, Neta harus bersabar. Karena memang dia membutuhkan Dathan.

“Kalau begitu biar saya cuci lagi, Pak.” Akhirnya Neta memilih jalan tengah. Dia tak mau sampai kehilangan kesempatan untuk wawancara.

Dathan tampak berpikir. Artinya jika Neta mencuci kembali jasnya, artinya dia akan bertemu gadis itu. Entah kenapa bertemu Neta bagai candu bagi Dathan. Memberikan semangat di dalam dirinya yang telah padam.

“Tapi, aku tidak mau kamu mencuci di tempat laundry langganan kamu.”

Neta membulatkan matanya ketika mendengar ucapan Dathan. Jika Dathan menunjuk tempat laundry, bisa-bisa Neta harus merogoh kocek lebih dalam.

“Kita ke tempat laundry langganan aku.” Dathan berdiri. Kemudian mengayunkan langkahnya meja kerjanya.

Sejenak Neta terdiam. Sungguh dia masih mencerna apa yang dikatakan oleh Dathan. Kata ‘kita’ yang diucapkan Dathan merujuk pada dirinya dan Dathan. Artinya, Dathan akan mengajaknya ke tempat laundry langganannya.

Dathan meraih telepon di mejanya. Menghubungi asistennya. “Ren, aku akan pergi keluar sebentar.” Dia memberitahu asistennya itu.

“Mau ke mana kamu?” Reno terdengar bertanya. Dia merasa heran ke mana perginya Dathan kali ini. Apalagi dia tidak meminta dirinya menemani.

“Ke tempat laundry.”

Reno di seberang sana merasa bingung. Untuk apa atasan sekaligus temannya itu pergi ke tempat laundry. Persetan untuk apa temannya itu pergi, Reno memilih mengabaikannya saja. “Kalau begitu jemput Lolo sekalian.”

“Baiklah.” Dathan mematikan teleponnya. Beralih menghubungi sekretarisnya untuk menyiapkan mobilnya. Dia ingin saat sampai di lobi, mobil telah siap sedia.

Neta yang mendengarkan obrolan itu pun akhirnya mengerti ke mana Dathan akan mengajaknya pergi. Ternyata Neta tidak bisa langsung segera mewawancarai Dathan. Dia harus menuruti Dathan terlebih dahulu untuk mencuci jas miliknya.

“Ayo,” ajak Dathan menatap Neta yang masih duduk manis di sofa.

Neta mengembuskan napasnya. Merasa harus banyak bersabar. Dia harus menuruti Dathan terlebih dahulu. Barulah nanti dia akan mendapatkan wawancaranya.

“Baiklah.” Neta mengangguk setuju. Dia segera merapikan jas kembali. Memasukkan jas ke tempatnya. Tak butuh waktu lama, dia pun berdiri. Mengikuti Dathan yang sudah bersiap keluar.

Dathan dan Neta keluar dari ruangan Dathan. Mereka menuju ke lobi. Berada di dalam lift yang sama membuat Neta gugup. Dia memilih untuk terdiam. Apalagi di dalam lift ternyata tidak hanya dia dan Dathan saja. Ada orang lain yang juga naik lift yang sama.

.

.

.

.

.