Bos Duda Kesayangan
Seorang gadis berlari mengejar lift yang hendak tertutup. Sayangnya, dia harus merelakan lift tertutup dan meninggalkannya. Dia pun melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Jarum panjang di dalam jam tangannya merujuk pada angka sembilan, artinya dia punya sisa waktu lima belas menit lagi. Karena tak mau sampai terlambat, akhirnya dia memilih menaiki tanga darurat. Berharap dia akan segera tepat waktu, karena pagi ini dia ada rapat.
Marsya Kineta, atau akrab disapa Neta, terus mengayunkan langkahnya menaiki anak tangga. Ruanganya ada di lantai lima, artinya ada sekitar lima lantai yang harus dilaluinya. Gadis dua puluh empat tahun itu terengah-engah ketika terus mengayunkan langkahnya menyusuri anak tangga. Namun, dia berusaha kuat untuk tetap bertahan karena sebentar lagi tangga yang dilaluinya akan selesai.
Akhirnya dia sampai juga di lantai di mana ruangannya berada di lantai lima. Dengan segera dia menuju ke ruang absen. Menempelkan jempolnya di mesin absensi.
Pukul 07.55 mesin absensi itu mencatat kedatangan Neta. Beruntung sekali karena dia datang tepat waktu. Kini dia tinggal bersiap saja untuk menyiapkan bahan rapat.
Neta bekerja di perusahaan majalah. Ini adalah anak perusahaan Syailendra Grup. Netta berada di bawah naungan Syilen Bisnis. Perusahan majalah yang berfokus pada berita tentang bisnis. Mereka membuat berita yang berkaitan dengan bisnis. Mulai perusahaannya, pemiliknya, dan bahkan kehidupan pribadi sang pebisnis.
Dengan segera Neta menuju ke meja kerjanya. Mengambil beberapa dokumen untuk rapat. Tak mau sampai ada yang terlupakan sama sekali.
“Hampir saja kamu telat!” Maria-teman kerja Neta memberikan isyarat tangan di leher.
Neta yang menoleh ke arah Maria hanya bisa memutar bola mata malas. Dia paham betul apa maksudnya. Jika Neta terlambat, matilah sudah Neta jadi amukan sang manager.
“Ayo, sebelum kita jadi dendeng.” Neta pun segera mengajak temannya itu untuk segera masuk ke ruang rapat.
Di dalam ruang rapat sudah ada teman-temannya. Mereka tinggal menunggu bos mereka saja untuk memulai rapat. Saat sang manger datang, rapat dimulai. Satu per satu teman Neta mempresentasikan hasil kerja mereka. Begitu pun dengan Neta. Dia yang diminta mewawancarai pengusaha muda yang merintis bisnis kuliner, mem presentasikan hasil wawancaranya. Dari hasil presentasi dipilihlah mana yang layak untuk terbit lebih dulu.
“Neta, setelah ini kamu wawancara pemilik IZIO.” Manger Neta memberikan perintah pada Netta.
Sejenak Neta memikirkan siapa gerangan pemilik IZIO. Dia sering ke tempat toko perabotan itu, walaupun terkadang dia hanya menumpang foto saja. Namun, sejauh ini Neta tidak tahu siapa pemiliknya.
“Aku mau wawancara eksklusif. Jika kamu tidak mendapatkannya kamu tahu resikonya.”
Neta menelan selivanya. Ancaman itu begitu mengerikan sekali. Bulan depan memang kontraknya akan habis. Jadi ini adalah kesempatan terakhir agar bisa bertahan di perusahaan majalah ini.
“Baik, Bu.” Neta mengangguk mengiyakan permintaan sang manager. Bekerja dibawah tekanan sudah menjadi biasa bagi Neta. Jadi dia tidak terlalu terkejut ketika mendapati tuga beserta ancamannya.
Teman-teman Neta langsung menunduk. Beberapa dari mereka pernah mencoba mewawancarai pemilik IZIO, tetapi tidak pernah bisa. Tentu saja mereka merasa Neta dalam bahaya besar.
Akhirnya rapat selesai juga. Neta sedikit bisa bernapas lega karena akhirnya dia bisa duduk manis di ruangannya.
“Ta, apa kamu yakin bisa mewawancara pemilik IZIO?” Maria menarik tangan Neta.
Neta menatap sang teman yang tampak panik. “Tentu saja bisa, memang apa yang tidak bisa dilakukan Marsya Kineta.” Dengan masih sombongnya, Neta menjawab ucapan sang teman.
Maria menautkan alisnya. Dia masih bingung bagaimana bisa temannya tenang dan bisa menyombongkan diri di saat yang dihadapinya adalah sebuah bahaya.
“Ta, beberapa orang di sini sudah berusaha mewawancarai pemilik IZIO, tetapi tidak pernah berhasil.” Maria mencoba menyadarkan temannya agar tidak terlalu menyombongkan diri. Karena kesombongan itu akan menjatuhkan Neta.
Neta menoleh pada Maria. Dia mencerna dengan baik apa yang diucapkan oleh Maria. “Jadi aku orang ke sekian yang berusaha mewawancara?” tanya Neta memastikan.
“Kamu orang ke tujuh yang akan mewawancarai.” Seorang teman menimpali obrolan Maria dan Neta.
Neta membulatkan matanya. Tidak menyangka jika dirinya adalah orang ke tujuh yang akan mewawancara pemilik IZIO. Dia memikirkan kenapa banyak temannya itu tidak bisa mewawancarai. Apa sesulit itu? Apa mereka tidak bisa menemukan pria itu? Pertanyaan itu menghiasi kepala Neta. Sungguh dia sudah mulai memiliki perasaan tidak enak dengan
“Selamat berjuang.” Seroang teman menggoda Neta. Senyumnya terlihat begitu meledek sekali.
Neta akhirnya menyadari jika dia sedang berada dalam masalah besar. Jika enam temannya saja tidak bisa, bagaimana dengan dirinya. Rasanya, membayangkan saja Netta tidak sanggup.
Neta segera mengayunkan langkah ke meja kerjanya. Dia menyalakan laptopnya dan segera mencari di laman pencarian tentang info pemilik dari IZIO. Sayangnya tidak ditemukan data valid dari situs pencarian. Yang tertera hanya informasi IZIO adalah perusahaan manufaktur yang di bergerak di bidang penjualan alat-alat rumah tangga. Perusahaan itu sudah tersebar di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri sudah tersebar di kota-kota besar. Jadi perusahan itu cukup terkenal sekali.
“Kenapa tidak ada data sama sekali?” Neta mulai panik. Bagaimana dirinya bisa mewawancarai jika seperti ini.
Neta terus mencari data dari pemilik IZIO. Dari satu situs ke situs yang lain. Sayangnya, situs-situs itu hanya menjelaskan jika pemilik IZIO bernama Dathan Fabrizio. Pria itu berumur empat puluh tahun. Tak ada foto dan data lengkap lagi.
“Umurnya empat puluh tahun.” Neta membaca salah satu data yang dia temukan.
“Iya seumuran manager keuangan.” Maria tersenyum melihat aksi Neta yang sedang mencari data diri pria yang akan diwawancarainya.
Neta membayangkan salah satu manager keuangan di kantornya yang berusia empat puluh dua tahun. Pria itu botak dengan perut buncit. Jika menelisik usia yang terpaut hanya dua tahun mungkin hanya beda tipis-tipis saja perawakannya. Seperti halnya dirinya yang berusia dua lima dan Maria berusia dua puluh tujuh. Mereka terlihat sama.
“Jangan-jangan dia juga genit seperti manager keuangan.” Maria menakut-nakuti Neta.
Membayangkan hal itu tentu saja Neta bergidik ngeri. Jika sampai benar, mati sudah Neta. Dia harus mempertaruhkan harga dirinya untuk mendapatkan wawancara itu. Kalau tidak berakhir sudah nasibnya. Yang ada dia akan jadi gelandangan, karena tidak bisa membayar sewa kontrakan. Tidak mungkin dia kembali ke panti asuhan. Yang ada dia akan membuat ibu panti khawatir padanya.
Neta berharap kali ini tidak akan ada kendala. Dia berharap bisa mendapatkan wawancara pemilik IZIO, dan bisa bertahan di perusahaan dengan jangka waktu yang lama.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Dathan fabrizio
Marsya Kineta
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 289 Episodes
Comments
Griselda Nirbita
like dan favorit tentunya
2024-06-16
0
kairin
wow...... lnjut.../Angry//Angry//Angry/
2024-06-12
0
Anonymous
ok
2024-06-10
0