Langit Bumi

"Lo inget temen gue Taka? Dia baru jadian kemaren sama Sagita," ucap Indra pada Hafidz.

Hafidz terkejut mendengar ucapan Indra. Sudah sebulan lebih dia tak mengetahui kabar Sagita. Penyelidikannya pun sempat terhenti karena banyaknya tugas kuliah dan padatnya jadwal less di rumah Ziva, sebab gadis kecil itu dua Minggu ini di tinggal kedua orang tuanya ke luar kota, membuat Hafidz sering berada di rumah Ziva, meskipun hari libur.

"Taka yang kating kita, anak FK?" tanya Hafidz memastikan. Pasalnya dia hanya beberapa kali bertemu dengan Taka dan tak begitu mengenal pemuda itu.

Indra mengangguk.

Saat ini mereka berada di kos Hafidz, setelah tadi Indra mengantar pemuda itu pulang.

"Kok bisa?" tanya Hafidz lagi.

"Orang tua mereka saling mengenal, katanya mereka bertemu saat ada pertemuan dua keluarga itu, sampai akhirnya jadian," jawab Indra.

"Dia orangnya gimana? Baik kan? Gue cuma cemas aja, inget kejadian waktu itu dengan anak kampus sebelah," Hafidz khawatir mengingat Gita pernah berpacaran dengan pemuda yang tidak baik.

"Selama ini gue kenal Taka baik, Lo enggak usah khawatir," ucap Indra.

Hafidz mengangguk, dia percaya dengan Indra. Teman-teman Indra yang dia kenal memang tak seburuk itu, tapi entahlah jika saat mereka tak bersama, kita tak pernah tahu apa yang mereka lakukan di luar sana.

"Entar malem Lo ke kafe lagi enggak?" tanya Indra, pasalnya sudah dua Minggu ini Hafidz tak menyanyi di kafe, ya tentu saja karena Ziva yang menahannya di rumah.

"Iya, enggak enak udah dua kali gue enggak ke kafe, ya meskipun alasannya karena anak pemilik kafe, tetep aja enggak enak sama yang lain," jawab Hafidz.

"Oke, kita ketemu nanti malam di sana," setelah mengucapkan itu, Indra berpamitan untuk pulang.

Dan malamnya, Hafidz dikejutkan dengan datangnya Gita bersama Taka saat dia duduk bersama teman-teman Indra yang juga telah menjadi temannya. Tapi sikap Gita terlihat cuek, seakan tak mengenal Hafidz, membuat pemuda itu sedikit lega, meski jantungnya tak senormal biasanya.

Gadis itu terlihat cantik dengan make up yang tebal, hingga wajahnya sedikit berbeda, hingga mereka semua tak menyadari jika Hafidz dan Gita memiliki wajah yang mirip, kecuali Indra tentunya.

Sama hal dengan Gita, dia tak menyangka jika Taka ternyata mengenal Hafidz, tentu saja dia terkejut saat Hafidz ada disana, apalagi kini mereka duduk berhadapan, membuatnya gugup, tapi sebisa mungkin bersikap normal.

"Gue ke depan dulu ya," pamit Hafidz setelah mendapatkan notifikasi pesan dari rekannya. Memberitahu saatnya dia tampil.

Seperti biasa, Hafidz bernyanyi dengan santai, salah satu tangannya memetik gitar, menampilkan keahliannya. Banyak yang kagum dengan penampilan Hafidz terutama para gadis yang baru pertama kali melihat penampilan pemuda itu. Bahkan Sagita pun tak menyangka jika Hafidz bisa sekeren itu saat bernyanyi.

Setelah tiga lagu dinyanyikan, Hafidz kembali turun dan bergantian dengan rekannya. Dia melihat Gita yang berjalan menuju toilet, membuatnya mengikuti gadis itu.

"Selamat ya, setidaknya aku merasa sedikit tenang kalau kamu jadian sama dia," ucap Hafidz tiba-tiba saat Sagita baru saja keluar dari toilet.

Terkejut, tentu saja. Tak menyangka jika Hafidz berani mendatanginya. Ada rasa bahagia saat pemuda itu mengatakan hal tersebut, tapi dia tak ingin larut dalam kebahagiaan itu, dia harus menjauhi Hafidz seperti tekadnya waktu itu. Dan akhirnya dia hanya melirik Hafidz tanpa sepatah katapun. Hatinya tetap sakit, apalagi saat tak sengaja melihat wajah Hafidz yang menyiratkan luka.

Hafidz sadar, dia tak seharusnya mendekati Gita, tapi mau bagaimana lagi semuanya sudah terlanjur, dan akhirnya dia memilih untuk tak kembali bergabung bersama Indra dan yang lainnya. Dia memilih masuk ke dalam kafe, duduk disana bersama manager kafe tersebut yang sudah dia kenal dengan akrab.

🍁🍁🍁

"Bang, pinjem motor, mau buat tugas di rumah temen," pagi sekali Hafidz sudah mendatangi kos Dani.

Terlihat Dani baru selesai mandi, masih mengenakan kaos dalam dan celena pendek serta handuk yang tersimpan di pundaknya. Memberikan sebuah kunci motor pada Hafidz.

"Mau kemana Bang?" tanya Hafidz saat melihat Dani sudah mandi di jam sepagi ini.

"Biasa Fidz, hari Minggu itu buat sengeng-seneng, bukan malah bikin tugas," jawab Dani.

Hafidz hanya menyengir.

"Makanya cari pacar," sambung Dani.

"Belum minat Bang," ucap Hafidz membuat Dani berdecak.

Mungkin buat sebagian orang, memiliki kekasih adalah sumber kebahagiaan saat penat memikirkan banyak tugas kuliah, tapi bagi Hafidz kebahagiaan didapat bukan hanya dari itu, banyak cara untuk kita bahagia tanpa memiliki kekasih.

Akhirnya Hafidz membawa motor metic milik Dani, pemuda itu memiliki dua motor di kosnya, yang satu motor sport yang biasa dia bawa pergi bersama sang kekasih, sedangkan motor meticnya biasa dia gunakan untuk kuliah.

Tepat pukul delapan Hafidz meninggalkan kosnya menuju rumah teman sekelasnya. Sebenarnya meraka ingin mengerjakan tugas tadi malam, tapi karena banyak yang tidak bisa terutama Hafidz yang harus ke kafe, akhirnya mereka memutuskan untuk membuat tugas pagi ini.

Mereka baru selesai mengerjakan tugas setelah adzan dhuhur berkumandang. Dan setelah melaksanakan sholat dhuhur Hafidz memutuskan untuk berpamitan terlebih dahulu, meskipun teman-teman meminta untuk singgah sebentar, tapi entah kenapa rasanya dia ingin sekali segera pulang ke kos.

Saat dia akan menyebrang, tak sengaja melihat seseorang yang sangat dia kenali, turun dari mobil mewahnya dan masuk ke dalam rumah sakit. Setelah mobil itu pergi, orang tersebut masuk ke dalam rumah sakit itu.

"Bukannya ini rumah sakit... Siapa yang ada di sini?" tanya Hafidz pada diri sendiri.

Tak menyia-nyiakan kesempatan itu, Hafidz pun memilih untuk mengikuti orang tersebut, masuk ke dalam rumah sakit tersebut. Memarkirkan motornya dengan tergesa, lalu mengikuti orang itu diam-diam, tak lupa mengenakan masker yang selalu dia bawa.

Orang itu langsung bertemu seorang berjas putih, yang Hafidz yakini sebagai seorang dokter. Dokter itu menjelaskan kondisi seseorang sambil berjalan, dan Hafidz terus mengikutinya.

"Belum ada perubahan signifikan pada beliau, masih sama seperti terakhir kali Anda kesini, Pak." Mereka berdua berdiri di belakang seseorang yang sedang duduk di taman dengan seorang suster, seorang perempuan berpakaian rumah sakit duduk membelakangi mereka.

"Terimakasih Dok, saya akan menemuinya," ucap orang yang diikuti oleh Hafidz.

Hafidz samar-samar mendengar ucapan orang itu dan dokter, setelah dokter pergi, orang tersebut mendatangi wanita itu dan menyuruh suster pergi dari sana.

Hafidz bisa mengawasi mereka lebih dekat, dia sangat penasaran dengan wanita itu. Hingga sepuluh menit berlalu, orang itu masih diam. Mereka sama-sama menatap arah depan tanpa sepatah kata pun, tapi Hafidz tak menyerah, dia akan tetap menunggu. Dia berencana menemui wanita itu setelah orang tersebut pergi.

Bersambung....

🍁🍁🍁