Winter Alzona, CEO termuda dan tercantik Asia Tenggara, berdiri di puncak kejayaannya.
Namun di balik glamor itu, dia menyimpan satu tujuan: menghancurkan pria yang dulu membuatnya hampir kehilangan segalanya—Darren Reigar, pengusaha muda ambisius yang dulu menginjak harga dirinya.
Saat perusahaan Darren terancam bangkrut akibat skandal internal, Winter menawarkan “bantuan”…
Dengan satu syarat: Darren harus menikah dengannya.
Pernikahan dingin itu seharusnya hanya alat balas dendam Winter. Dia ingin menunjukkan bahwa dialah yang sekarang memegang kuasa—bahwa Darren pernah meremehkan orang yang salah.
Tapi ada satu hal yang tidak dia prediksi:
Darren tidak lagi sama.
Pria itu misterius, lebih gelap, lebih menggoda… dan tampak menyimpan rahasia yang membuat Winter justru terjebak dalam permainan berbeda—permainan ketertarikan, obsesi, dan keintiman yang makin hari makin membakar batas mereka.
Apakah ini perang balas dendam…
Atau cinta yang dipaksakan takdir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S. N. Aida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 — “Rival Lama Muncul Lagi”
Di tengah hiruk pikuk Jakarta yang panas, Winter memilih ruang privat paling tenang di restoran fine-dining The Hermitage untuk pertemuan strategisnya. Tujuannya adalah memproyeksikan kekuatan dan stabilitas, meyakinkan pasar bahwa Alzona Group sepenuhnya mengendalikan Reigar Technologies dan sedang dalam proses menghancurkan balik Wray Group.
Winter duduk di ujung meja, mengenakan setelan celana putih yang bersih, kontras dengan Adrian yang berpakaian serba gelap di seberangnya. Mereka sedang membahas ringkasan legal untuk tuntutan balik terhadap Ethan Wray. Darren seharusnya hadir untuk memberikan analisis operasional, tetapi ia belum tiba.
“Kita harus bertindak cepat sebelum Wray Group berhasil meyakinkan regulator. Mereka menyebarkan desas-desus bahwa Tuan Darren adalah risiko keamanan,” ujar Adrian, wajahnya tegang.
“Risiko keamanan yang sudah menikah dengan Alzona Group,” balas Winter dingin. “Aku akan menggunakan pernikahan ini untuk membatalkan semua desas-desus itu. Lagipula, itu satu-satunya gunanya sejauh ini.”
Saat Adrian hendak merespons, pintu kayu tebal ruang privat itu dibuka, bukan oleh pelayan, melainkan oleh seorang pria.
Ethan Wray.
Ia masuk dengan percaya diri, seperti seekor singa yang tahu bahwa ia sedang berburu di kandang yang salah. Ethan adalah pria yang rapi, karismatik, dengan senyum yang terlalu lebar dan mata yang terlalu tajam—kebalikan dari aura tenang dan gelap Darren. Ia mengenakan setelan biru muda yang membuatnya terlihat accessible dan berbahaya.
“Winter. Kebetulan sekali,” sapa Ethan, suaranya dipenuhi sarkasme yang manis. Ia berjalan langsung ke meja, mengabaikan Adrian.
Winter tidak bereaksi, hanya menatapnya dengan pandangan membekukan. “Aku tidak ingat memasukkan namamu ke dalam daftar tamu, Ethan. Pertemuan kita berikutnya akan melalui surat pengadilan.”
Ethan tertawa, tawa yang tidak jujur. Ia menarik kursi di samping Winter—posisi yang sangat dekat dan lancang.
“Ayolah, Winter. Aku hanya ingin mengucapkan selamat atas pernikahanmu yang mendadak,” ucap Ethan, menekankan kata ‘mendadak’. “Mengejutkan, bukan? Pria yang menghancurkan hatimu sembilan tahun lalu, kini kembali untuk menambal lubang di perusahaanmu. Aku harus menghargai strategimu: balas dendam sekaligus penyelamatan finansial.”
Adrian segera mencoba mengintervensi. “Tuan Wray, saya mohon Anda meninggalkan ruangan ini. Kami sedang dalam pertemuan pribadi.”
Ethan menoleh ke Adrian, pandangannya meremehkan. “Tenang saja, Adrian. Aku menghargai loyalitasmu, tetapi saat-saat penting seperti ini adalah urusan orang dewasa.” Ia kembali menatap Winter.
“Jujur saja, Winter. Darren Reigar adalah beban. Dia membawa terlalu banyak hutang dan terlalu banyak drama. Kau tahu, Alzona Group dan Wray Group adalah dua kekuatan yang setara. Jika kau menceraikan Darren—dan biarkan aku mengambil alih Reigar yang sudah sakit itu—kita bisa merger, bersih, tanpa kerumitan masa lalu.”
Ethan menyondongkan tubuhnya ke depan, mendekati Winter. “Kau tahu, aku selalu berpikir kita berdua ditakdirkan untuk berkuasa bersama. Kekuatan Alzona, kecerdasan Wray. Itu akan jauh lebih memuaskan daripada bermain ‘istri dan suami’ dengan mantan yang bangkrut.”
Winter merasakan kemarahan yang meluap. Ethan tidak hanya menghina Darren; dia menghina Winter, menyiratkan bahwa dia begitu putus asa sehingga dia harus menikah kontrak untuk menyelamatkan dirinya.
“Aku tidak pernah berencana untuk bercerai, Ethan. Kontrak ini berlaku enam bulan, dan aku tidak melanggar kontrak,” kata Winter, suaranya rendah dan berbahaya.
“Enam bulan? Itu waktu yang lama untuk menahan diri dari sentuhan yang tidak diinginkan,” bisik Ethan, melirik cincin pernikahan Winter. “Kau yakin bisa menahan diri? Aku mendengar Darren dikenal karena pesona yang sangat kuat.”
Tepat pada saat itu, sebuah bayangan besar menyelimuti meja.
Darren Reigar berdiri di belakang Ethan. Dia tidak tergesa-gesa. Dia tidak berteriak. Kehadirannya hanyalah energi gelap yang tiba-tiba memenuhi ruangan. Dia mengenakan setelan abu-abu arang yang sangat formal, jauh lebih mengesankan daripada setelan Ethan yang berwarna cerah.
Ethan, meskipun terkejut, mencoba mempertahankan senyumnya.
“Ah, Tuan Reigar. Baru saja kami membicarakanmu,” kata Ethan, berpura-pura santai.
“Aku tidak tuli, Wray. Aku mendengar setiap kata yang kau katakan pada istriku,” balas Darren. Suara Darren rendah, dikendalikan, dan jauh lebih mengancam daripada ledakan kemarahan apa pun.
Darren berjalan ke sisi Winter. Ia tidak duduk. Ia berdiri di belakang kursi Winter, tangannya diletakkan di sandaran kursi. Ini adalah gestur dominasi teritorial yang terang-terangan: Winter adalah pusatnya, dan dia adalah penjaganya.
“Dengar, Wray. Aku mengerti kau cemburu,” kata Darren, memandang rendah Ethan.
“Cemburu? Pada kehancuranmu?” cibir Ethan.
“Cemburu karena kau tidak bisa mendekati Winter. Dulu, kau hanya bisa mengaguminya dari jauh di pesta. Sekarang, kau bahkan tidak bisa mendapatkan janji temu dengannya tanpa melanggar batas,” balas Darren.
Darren kemudian bergerak. Ia membungkuk, mencondongkan tubuhnya di atas bahu Winter, matanya tetap mengunci mata Ethan. Gerakan itu memaksa Ethan untuk melihat wajah Darren dari jarak yang sangat dekat.
Winter merasakan napas Darren di belakang telinganya. Panas tubuhnya melingkupinya seperti jubah protektif. Ia merasa terperangkap, tetapi pada saat yang sama, ia merasakan lonjakan adrenaline yang memabukkan dari kehadiran Darren yang dominan.
Darren berbisik ke telinga Winter, cukup keras untuk didengar Ethan, “Bisakah kau minta Adrian untuk mengambilkan kursi untukku, sayang? Aku tidak ingin pembicaraan bisnis kita terganggu oleh pihak ketiga yang tidak relevan.”
Kata ‘sayang’ itu diucapkan dengan kelembutan yang mematikan, menjadikannya sebutan intim, dan sekaligus sebuah alat untuk menegaskan status.
Winter, yang wajahnya kini memerah karena marah pada Darren dan terhina oleh Ethan, menolak untuk menoleh. “Adrian, tolong.”
Adrian segera bergerak, mengambil kursi dan meletakkannya di samping kursi Winter.
Darren duduk. Dan kini, ia mengambil alih posisi.
“Wray, kau menawarkan merger? Menawarkan tanganmu pada Winter?” tanya Darren, nadanya tenang, seolah membahas cuaca. “Kau datang ke sini, di tengah bulan madu bisnis kami, dan menyarankan Winter menceraikan suaminya, demi kau? Kau benar-benar meremehkan Alzona Group, atau kau meremehkan Winter?”
Darren menyilangkan tangannya di atas meja. Winter, yang duduk di sebelahnya, merasa seperti perisai perang yang siap digunakan.
“Winter tidak butuh bantuanmu, Wray. Dia tidak butuh merger. Dia butuh suami. Dan dia sudah memilihku. Kau tahu kenapa?” tanya Darren. Ia tidak menunggu jawaban. “Karena aku mengenalnya. Aku tahu apa yang dia butuhkan di tempat tidur dan di ruang rapat. Aku tahu dia benci onigiri ayam, dan dia hanya tidur nyenyak setelah minum teh Earl Grey.”
Kata-kata itu, yang seharusnya pribadi, kini menjadi senjata publik. Ethan Wray, yang selama ini mengandalkan analisis data, terlihat terguncang oleh serangan personal yang tak terduga itu.
“Kau berbicara omong kosong, Darren. Ini semua sandiwara. Pernikahan kontrak kalian hanya akan bertahan sampai perusahaanmu distabilkan,” balas Ethan, mencoba mendapatkan kembali keunggulannya.
Darren tersenyum, senyum yang sangat menawan hingga terasa mengerikan. Ia mengulurkan tangannya, dan kali ini, ia tidak menyentuh Winter dengan halus. Ia meletakkan telapak tangannya di paha Winter, tepat di bawah meja, di tempat yang tidak terlihat oleh Adrian atau pelayan, tetapi terasa brutal oleh Winter.
Winter tersentak kaget. Sentuhan itu tidak bermaksud erotis, melainkan pemilik. Itu adalah penegasan kekuasaan.
“Tangan ini, Wray,” kata Darren, mempertahankan sentuhan di paha Winter yang kini terasa panas membara, “adalah tangan yang sama yang menandatangani kontrak pernikahanku. Dan itu juga tangan yang memegang saham Alzona Group. Sentuhan ini adalah sentuhan suaminya. Aku rasa, ini jauh lebih meyakinkan daripada sandiwara yang kau sebutkan.”
Ethan Wray akhirnya bangkit berdiri. Wajahnya merah karena marah. Dia tidak pernah dipermalukan seperti ini.
“Kau akan membayar mahal untuk ini, Darren. Dan Winter, kau telah memilih sisi yang salah.”
Ethan berbalik dan berjalan keluar dari ruangan dengan langkah cepat.
Begitu pintu tertutup, Winter langsung menghempaskan tangan Darren dari pahanya.
“Kau melanggar batas, Darren!” desis Winter, matanya menyala. “Kau menyentuhku! Dan kau menggunakan detail pribadiku untuk mempermalukan Wray! Itu tidak profesional!”
Darren mengangkat bahunya, tampak tidak terpengaruh. “Aku baru saja menyelamatkan reputasi Alzona Group dari serangan hostile Wray, Winter. Aku mengubah narasi dari ‘Darren yang bangkrut’ menjadi ‘Suami Winter yang posesif’. Itu adalah kemenangan besar.”
Darren mencondongkan tubuhnya ke Winter, tatapannya intens.
“Kau membencinya, Winter. Aku tahu. Tapi aku melihatmu. Saat tanganku di pahamu, kau tidak bergerak. Kau menahannya. Kau terperangkap di antara dua pria kuat, dan kau tahu, aku adalah pria yang lebih mematikan.”
Winter merasa tercekik. Dia benar. Dia memang terperangkap. Terperangkap antara ancaman Wray dan dominasi Darren yang tak tertahankan.
“Kau tidak akan pernah menyentuhku lagi tanpa izin,” kata Winter, berjuang mendapatkan kembali kontrolnya.
“Kita lihat saja,” balas Darren, kini bersandar santai. “Aku adalah suamimu. Dan batas yang kau buat, Winter, akan mulai retak, satu per satu.”
Winter menatap Adrian, yang sekarang berpura-pura sangat sibuk mengatur dokumen. Winter Alzona merasa dirinya adalah objek, bukan CEO. Dan yang lebih buruk, dia tahu bahwa sentuhan Darren di pahanya, yang seharusnya menjijikkan, justru memicu reaksi yang membingungkan dalam dirinya.
Pertarungan tidak lagi di kantor. Pertarungan kini ada di dalam dirinya sendiri.