Istri Kedua Bima

Lily kembali membuka lembar kedua, dan membaca kembali poin-poin yang ada disana.

'Bukankah dengan adanya surat ini kamu harus sadar Ly. Pak Bima itu ibaratkan langit. Bukankah sudah cukup kalau kamu bisa memandangnya setiap hari. Bukankah itu doa yang selalu kamu panjatkan pada Tuhan? (Meski tidak bisa memilikimu ijinkan aku untuk bisa melihatmu setiap hari.) Ah aku bodoh, harusnya aku berdoa agar aku bisa memiliki cintanya.'

Lily kembali menyimpan kertas itu ke dalam laci dan mulai merebahkan tubuhnya. Menyambut mimpi yang semoga indah hingga Lily bisa melupakan sejenak tentang Bima.

***

Cahaya matahari yang menerobos masuk ke jendela kaca terasa panas menerpa kulit wajah Lily. Lily mengerjapkan mata, menyesuaikan pandangannya yang silau karena kehadiran sang surya. Menatap tempat di sampingnya, kosong. Sudah dua hari Bima tidak pulang. Dan hanya mengabarkan jika Lily tidak perlu mengirim pesan lebih dulu. Lily hanya perlu membalas jika Bima mengiriminya pesan.

Lily berjalan ke arah kamar mandi. Mandi dengan air hangat membuat tubuhnya rileks.

Hari ini Lily harus pergi ke kantor. Sudah dua hari Lily tidak bekerja. Lily bosan di rumah. Bahkan pekerjaan rumah pun sudah ada yang mengerjakan. Dua hari sekali akan ada asisten yang datang untuk beres-beres.

"Lily..!" teriakan Yeni membuat Lily dan beberapa karyawan menolehkan kepalanya ke belakang.

"Dari mana aja dua hari ini? Kamu sakit Ly?" Yeni khawatir.

"Enggak Yen, aku punya urusan jadi gak bisa masuk."

"Urusan apa?" Yeni kepo.

"Emm anu... Aku pulang ke Jogja. Ya, ke Jogja. Anak pakde kena demam berdarah." bohong Lily, tidak mungkin kan Lily bilang kalau dua hari kemarin Lily menikah, bisa syok Yeni apalagi Lily menikah dengan bos mereka. Tapi Lily juga kan gak sepenuhnya bohong karena memang benar anak pakde nya sedang di rawat di rumah sakit.

"Wah, bawa wingko dong!" wajah Yeni berseri.

Lily jadi salah tingkah. Biasanya memang Lily akan bawa oleh-oleh khas Jogja kalau dia pulang dari kota gudeg itu.

"Udah basi."

"Loh koq basi!"

"Aku kan gak bawa wingko. Aku bawanya gudeg dan waktu semalam aku buka langsung habis aku makan. Lagian kalau aku kasih kamu hari ini pasti udah basi." Canda Lily membuat Yeni merengut.

"Ih tega kamu Ly."

"Haha. Nanti deh lain kali aku ajak kamu ke Jogja langsung. Sampe blenger nanti disana makan wingko buatan pakde sepuasnya."

"Kapan? tahun depan?"

"Yaa. Kalau kita sama-sama punya waktu libur."

"Alesan! Padahal kan tahu sendiri kalau disini super sibuk. Apa kita bisa ambil cuti barengan?!" cibir Yeni membuat Lily tertawa.

"Lebaran kan libur bareng. Kalau kamu gak ke Bandung ikut aku ke Jogja nanti."

"Oke aku fikirin nanti."

Mereka berjalan menuju lift bersama beberapa karyawan lain.

Lily telah sampai di meja kerjanya, segera membuka pekerjaan yang sudah dua hari ini terbengkalai. Walaupun ada yang menghandle saat dirinya tidak ada, tapi tetap saja pekerjaannya masih menumpuk. Apalagi hari ini ada jadwal meeting dengan perusahaan dari Singapura. Dan nanti menjelang sore Bima juga harus terbang ke Bali untuk mengadakan pertemuan nanti malam dengan seorang pengusaha disana terkait beberapa bisnis hotelnya yang ada disana.

Lily merenggangkan otot tubuhnya, dua hari hanya berdiam diri di rumah membuatnya merasa pegal.

"Coklat?" setoples coklat berbentuk hati di sodorkan di hadapannya. Mata Lily berbinar melihat makanan kesukaannya.

"Trimakasih, mas..." Lily tertegun saat memandang wajah imut di depannya. Biasanya yang selalu memberikan coklat padanya adalah Roman, sahabat Bima yang lainnya.

"Mas Adit?" Adit tersenyum.

"Ini... tante aku... baru datang dari Belgia. Dia bawa coklat banyak."

"Ini buat aku?" Adit mengangguk.

"Trimakasih."

Sesaat mereka terdiam. Lily menundukan pandangannya. Merasa aneh dengan tatapan pria di hadapannya. Adit yang sedari tadi memandang Lily gelagapan saat Lily kembali bertanya.

"Mas mau ketemu Pak Bima?"

"Eh. iya. Bima ada?"

"Tumben biasanya kan Mas Adit suka langsung masuk ke dalam."

Adit terpesona saat mata coklat milik Lily menatap langsung ke matanya.

"Mas?!" Lily menggoyangkan tangan Adit yang sedari tadi mematung di hadapannya.

"Mas?!"

"Eh?"

"Mau aku antar ke dalam?" tawar Lily.

"Iya, boleh deh."

Lily tersenyum kemudian berjalan di depan Adit. Adit mengikuti Lily hingga masuk ke dalam kantor milik Bima.