NovelToon NovelToon
I Love You My Sugar Daddy

I Love You My Sugar Daddy

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / CEO / Selingkuh / Cinta Terlarang
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Seroja 86

Ia berjuang sendirian demi menebus kesalahan di masa lalu, hingga takdir mengantarkannya bertemu dengan lelaki yang mengangkatnya dari dunia malam.
Hingga ia disadarkan oleh realita bahwa laki laki yang ia cintai adalah suami dari sahabatnya sendiri.
Saat ia tahu kebenaran ia dilematis antara melepaskan atau justru bertahan atas nama cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seroja 86, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Draft

Sesekali ia menghampiri hanya untuk memastikan bahwa Alma nyaman berada disana.

“Kamu baik-baik saja?” tanyanya pelan saat berdiri di samping Alma.

“Baik, Mas,” jawab Alma dengan senyum kecil.

“Gak apa apa kan Mas tinggal sebentar?."Alma mengangguk pelan.

Acara berlangsung hingga malam

Di tengah musik lembut dan gemerlap lampu, Alma sempat merasa dunia berhenti sejenak ketika Harsya menatapnya dari seberang ruangan.

Tatapan itu bukan milik seorang pria beristri, melainkan tatapan seseorang yang terjebak antara tanggung jawab dan rasa yang tak bisa ia kendalikan.

Ketika acara berakhir Harsya tanpa canggung merangkul bahunya keluar dari beberapa koleganya mengacung jempol kearahnya dan sekilas tersenyum kearah Alma.

Mobil melaju pelan di jalan sepi, lampu jalan memantul di kaca samping.

Harsya menyetir dengan tenang, sesekali menatap Alma yang duduk di kursi penumpang.

Alma menarik napas, lalu memulai percakapan

“Mas…”

Harsya menoleh, menunggu kelanjutannya.

“Hmm, kenapa sayang?.”sahut Harsya sambil meraih tangan Alam menggengamnya erat dan menaruhnya diatas paha.

“Kamu… tidak takut membawa saya ke acara seperti tadi?”

Harsya tersenyum ringan.

“Takut apa? Kalau konteksnya istriku… dia bukan orang yang naif. Dia juga dari dunia korporat, paham betul dengan dinamika kehidupan bisnis.”

Alma menatapnya lurus, nada suara Harsya datar tapi terasa menusuk baginya.

“Iya, saya paham bukan seperti saya perempuan yang Mas ambil dari dunia malam."Sahut Alam dengan suara bergetar matanya terlihat memerah.

Harsya menahan napas sejenak, terkejut oleh kucapan Alma.

“Maksud kamu apa?,Mas tidak suka kamu ngomong seperti itu, kamu tersinggung dengan ucapan Mas hmm?." Tanya Harsya.

Alma hanya menggeleng dan memalingkan wajahnya kearah jendela, sudut mata basah oleh airmata yang tidak ia undang.

 Ia mengusap dengan ujung jarinya.

"Perempuan seperti saya apa pantas tersinggung? harga diri saja tidak punya."Sahutnya dengan suara bergetar

Harsya meliriknya dari kaca diatas kepalanya , ada rasa

"Al.. Mas minta maaf kalau kamu tersinggung dengan ucapan Mas, Kamu salah paham." Ujar Harsya sambil meraih tangan Alma dan menggengamnya erat

Tidak lama mobil yang mereka tumpangi berhenti di depan sebuah hotel yang cukup mewah.

Setelah mematikan mesin Harsya memutar badannya menghadap kearah Alma.

"Kamu kenapa kok sensitive gitu?,kita turun yuk."

Alam hanya menanggapinya lewat anggukan kecil, kemudian melepaskan seatbeltnya tanpa bicara sepatah katapun wajahnya terlihat sembab

Mereka menuju lobi, lift, dan akhirnya sampai di lantai kamar.

Ketika pintu terbuka, Alma menatap sekeliling kamar dengan desain yang elegan, dengan jendela besar yang menatap ke lampu kota, Alam bergegas menuju jendela dan berdiri membelakangi pintu.

Harsya mendekat dan memeluknya dari belakang.

.“Masih marah?”ujarnya tepat di samping telinga Alma.

"Marah untuk apa?,"Sahut Alma dengan suara serak.

“Marah karena ucapan Mas tadi."

Alma membalikan badan kini keduanya saling berhadapan, Alam menatap Harsya dengan tatapan sendu

“Tapi kan memang fakta saya hanya perempuan malam yang beruntung bertemu Mas,” katanya.

"Alma.. Mas tidak suka kamu menyebut kata itu lagi, ini terakhir kali Mas dengar kata itu."Sahut Harsya dengan nada sedikit meninggi.

Harsya menatap Alma lama, tatapannya tajam namun tidak ada riak kemarahan disana

Ia meraih Alma dalam pelukannya mendekapnya lebih erat.

"“Dengar Alma kamu bukan bagian dari dunia itu lagi paham?."Ucap Harsya sambil mengecup keningnya.

Alma menatapnya, dan untuk pertama kalinya malam itu, membiarkan dirinya merasakan kenyamanan tanpa takut kehilangan kendali.

Ia tidak berkata apa-apa. Hanya membiarkan waktu berdetak pelan di antara mereka, menandai awal fase baru — manis, intim, tapi tetap elegan dan penuh kehati-hatian.

Pagi itu, sinar matahari menembus tirai hotel dengan lembut, menyinari kamar yang semalam terasa begitu hangat.

Alma membuka matanya perlahan. Harsya masih terlelap disampingnya .

Alam tersenyum tipis, untuk sesaat ia hanya duduk di tepi ranjang mengamati wajah Tampan Harsya ynag terlelap, ada rasa bersalah yang mendesak dalam dadanya saat mengingat bahwa laki laki yang bersamanya kini adalah milik perempuan lain.

Namun ia tidak bisa memungkiri ada rasa nyaman yang tidak bisa dijelaskan — bukan cinta yang terburu-buru, tapi kepercayaan yang tumbuh perlahan.

Sejurus kemudia ia sudah berdiri di bawah shower membiarkan percikan air membasahi sekujur tubuhnya.

Lima belas menit kemudian ia sudah duduk di depan meja rias, memoles wajahnya dengan sapuan make up tipis, diantara dengung suara Hairdryer samar terdengar ketukan dari arah pintu pelayan datang mengantarkan sarapan.

Setelah pelayan beranjak meninggalkan kamar dengan suara lembutnya ia membangunkaN Harsya.

"Maaas... Bangun yuk."

Perlahan Harsya menggeliat dan berusaha membuka matanya.

Begitu matanya terbuka sempurna Harsya merentangkan tangannya, Alma menghambur kedalam pelukannya tanpa bicara keduanya tertawa tanpa beban.

Alma berusaha melepaskan diri, dan mendorong tubuh kekar Harsya.

"Mandi sana bau!."Seru Alma sambil pura pura menutup hidungnya

"Bau tapi ganteng kan?." Ledek Harsya tawa mereka pun kembali pecah seolah tidak ada kehidupan lain yang menanti Harsya di luar tembok hotel.

 Kini mereka duduk berhadap-hadapan, sambil menikmati sarapan di selingi bincang ringan tentang rencana hari itu.

Harsya sesekali menatap Alma saat ia mengambil sendok, matanya lembut tapi penuh perhatian.

“Jangan ngambek lagi ya?.” .

“Iya, Mas maaf ya kemarin agak sensitif mungkin karena capek” jawab Alma, tersenyum tipis.

Harsya mencondongkan tubuh, menepuk tangan Alma dengan ringan. Menjelang sore keduanya sudah berada dalam perjalanan menuju ke Semarang .

Di perjalanan pulang, sawah yang menghijau membentang di sepanjang jalanan, Harsya memutar lagu lagu lawas yang menambah syahdu perjalanan itu sesekali tersenyum sendiri.

Ia tahu fase manis ini belum akan berakhir — tapi setiap momen sederhana seperti ini terasa cukup, karena ia tidak sendiri lagi.

Harsya tidak berkedip menatap perempuan di sampingnya, menyadari bahwa sosok ini jauh lebih kompleks dan berharga daripada yang pernah ia bayangkan.

Ketika mobil sudah masuk kearea apartement Alma menghentikan mobilnya , kembaki menatap Alam lama,seolah ada yang ingin ia sampaikan keheningan tercipta beberapa saat.

"Al.. Mas punya satu permintaan."Ucap Harsya akhirnya setelah lama terdiam.

"Apa Mas?."

"Tolong janji sama Mas jangan pernah lagi menginjakan kaki, di tempat kita bertemu bangun dunia baru ya."

Alma terdiam sesaat ia menghela napas panjang sebelum akhirnya menjawab.

"Iya Mas , saya tidak akan kembali kesana."

"Terima kasih Mas langsung pulang ya." Pamit Harsya.

Malam pun turun, ada kerinduan dengan suasana pada tempat dimana ia dulu berjuang,Alma meraih ponselnya menggulir kontak Harsya Jemarinya lincah mengetik namun sesaat ia menghapusnya, hal itu terjadi berulang kali hingga akhirnya ia memutuskan untuk tidak memberi tahu Harsya

Alma melangkah masuk ke lounge yang dulu menjadi tempat rutinitas malamnya.

Bukan sebagai pekerja, melainkan sebagai tamu. Suasana familiar menyambutnya — aroma cognac, cahaya hangat lampu, dan denting gelas kaca yang beradu.

Dini, sahabatnya, sedang memainkan ponselnya, terkejut melihat Alma.

“Alma! Kamu… kemana saja? Aku kangen!” serunya, ia menghambur memeluk Alma.

Alma tersenyum, menepuk bahu sahabatnya.

“Aku masih di kota ini, Din. Tapi… aku tidak akan kembali bekerja disini.

Dini menatapnya lama, raut wajahnya penuh tanda tanya.

“Maksudmu… kamu keluar?”

Alma mengangguk pelan.

“Ya, Din sudah saatnya aku berhenti,anakku semakin besar."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!