Hidup dengan berbagai peristiwa pahit sudah menjadi teman hidup bagi seorang wanita muda berusia 22 tahun ini, Ya ini lah aku Kimi Kimura..
Dari sekian banyak kilasan hidup, hanya satu hal yg aku sadari sedari aku baru menginjak usia remaja, itu adalah bentuk paras wajah yg sama sekali tidak ada kemiripan dengan dua orang yg selama ini aku ketahui adalah orang tua kandungku, mereka adalah Bapak Jimi dan juga Ibu Sumi.
Pernah aku bertanya, namun ibu menjawab karena aku istimewa, maka dari itu aku di berikan paras yg cantik dan menawan. Perlu di ingat Ibu dan juga Bapak tidaklah jelek, namun hanya saja tidak mirip dengan ku yg lebih condong berparas keturunan jepang.
Bisa di lihat dari nama belakangku, banyak sekali aku mendengar Kimura adalah marga dari keturunan jepang. Namun lagi-lagi kedua orangtua ku selalu berkilah akan hal tersebut.
Sangat berbanding terbalik dengan latar belakang Bapak yg berketurunan jawa, begitu pula dengan Ibuku.
seperti apakah kisah hidupku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon V3a_Nst, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 31 - Kejutan!
***
Keadaan mata yg sembab, akibat menangisi kondisi sang kekasih. Terlihat semakin bengkak perlahan bertambah waktu yg bergulir.
"Jangan begitu lagi Liam." Rengek Kimi dalam isak tertahan. Matanya memerah tak terima ketika calon Ibu mertua mengabari hal tersebut.
Dirinya yg tadi sedang menerima paket kiriman. Seperti biasa, walau William sementara waktu tidak di perbolehkan bertemu. Akan tetapi, perhatian pria itu tidak akan ikut tidak hadir.
Tentu ia akan tetap mengirimi sang pujaan hati makanan, apapun itu yg menjadi kebutuhan wanita cantik itu. Tidak ada perasaan mengganjal apapun, mendadak ponsel berdering. Sampailah saat ini, ia terus saja masih terisak jika melihat kondisi sang kekasih.
Keinginan untuk menemui William, menggebu keras di dalam hati. Sama seperti William, ia pun terus menahan rindu yg tak pantang menyerah menggerus kewarasan.
"Sudah, jangan menangis lagi. Aku tidak apa-apa sayang." Jawab william lirih. Obat yg sudah tertelan. Membuat dirinya mengantuk sekali. Ingin memutuskan panggilan dan berakhir di dalam kasur empuk. Akan tetapi urung dilakukan. Mengingat Kimi adalah prioritas, maka mempertahankan kesadaran. Adalah nomor satu untuk saat ini.
Masih berisak ria. Kimi menghapus buliran bening yg kembali turun. Tampaknya wanita itu benar-benar terbawa suasana. Bukan hanya kondisi William pemicu menangisnya wanita itu. Tetapi...
"Ak-aku sangat merindukanmu!" Lirih ucapan Kimi di iringi getaran menyayat hati. Itu membuktikan bahwa ledakan emosi tengah bergejolak di dalam sana.
William terhentak. Dirinya tersadar, tidak seharusnya ia menyakiti diri sendiri dan berakhir membawa luka dalam bagi sang kekasih.
Ia hanya mengira dirinya lah yg paling tersiksa, padahal kenyataan yg ada, ada dua hati yg memang tengah di mabuk cinta. Kimi juga merasakan derita akan hal tersebut.
"A-aku juga sayang.. Bahkan sangat sangat merindukanmu" Jawab William sendu. Matanya ikut berkaca-kaca. Entah sebesar apa perasaan yg ia miliki untuk seorang Kimi. Yg jelas, dirinya memang merasa begitu tersiksa di pisahkan sementara seperti ini.
Semakin menangislah wanita cantik itu. Ia terisak dalam selimut yg menutupi separuh wajahnya. William belai layar yg tertuju pada bagian kepala Kimi. Ia menutup mata, seolah belaian itu sampai pada sang kekasih.
Tanpa kedua nya ketahui. Pintu kamar yg tidak tertutup rapat membuat seseorang bisa melihat dan mendengar dengan jelas apa yg terjadi di dalam kamar William.
"Kasihan sekali anakku." Bathin Vivian menjerit. Ia merasa bersalah, karena perlakuan iseng dirinya lah semua ini terjadi. Ia memberikan jarak pingit yg terlalu panjang untuk keduanya. Padahal biasanya, satu minggu sudah cukup bagi kedua calon pengantin. Ini malah ia tambah dengan waktu, satu bulan lamanya.
Tak ingin isak tangisnya pun terdengar. Ia tidak jadi menghampiri sang anak. Ia tutup rapat kembali pintu masuk kamar dengan hati-hati tanpa suara.
***
Menaiki peraduan. Vivian bermanja di dada bidang sang suami.
James menyambut penuh cinta. Ia belai lembut rambut tebal sang istri. Ia susuri helai demi helai agar sang istri merasa nyaman.
"Kenapa, hm?" Tanya nya menarik dagu Vivian. Ia kecup singkat lalu tersenyum hangat.
Vivian menggeleng singkat, ia kembali merebahkan kepala di tempat semula. James menarik tajam napas, lalu membuang perlahan.
"Aku sudah mengkonfirmasi, acara pernikahan Willy akan di majukan 3 hari ke depan Viv."
Vivian terkejut. Ia terduduk menatap tak percaya pada sang suami. Dalam keadaan mulut yg berbentuk O besar. Ia tutup rapat.
James terkekeh pelan. Ia pun ikut duduk dan bersandar pada dipan kokoh. Masih dalam posisi bibir tersenyum. Ia kembali berucap.
"Besok kita ke rumah Kimi. Kita akan menjemputnya untuk tinggal bersama kita."
Vivian mengernyitkan dahi.
"Kenapa tinggal disini? Tapi mereka lagi di pingit?"
"Willy akan kita suruh tinggal di apartemen untuk sementara waktu. Kita 'kan sudah menjadi orangtua angkat Kimi. Tidak mungkin kita menjemput Kimi tepat di hari pernikahan saja. Aku khawatir, Ia akan merasa sendirian sekali dalam hidup ini."
Vivian mengangguk setuju. Hatinya tenang, perasaannya juga senang, dan ia juga tak sabar melihat reaksi sang anak, ketika tahu jadwal pernikahannya akan di majukan menjadi lebih cepat.
***
Tok! Tok! Ceklek....
Pintu terbuka perlahan. Menampilkan kamar mewah milik William yg sedikit berantakan. Sang empu kamar terlihat sedang tertidur nyenyak dengan posisi yg kurang pas.
"Masih saja lasak ternyata!" Imbuh James sembari membenarkan letak kepala sang anak. Ia perhatikan perban dengan noda darah di tengah, menutup luka anak semata wayang.
Pikirannya seketika membawanya pada masa dimana..
"Daddy! Dimana Daddy!! Mommy...."
"Iya nak... Daddy belum pulang kerja." Istri tercinta menjawab dengan penuh cinta. Sambil membelai wajah tampan william yg memang sudah terlihat jelas keakuratannya sejak kecil.
"Aku tidak akan mau tidur, kalau tidak dengan Daddy Mommy!" Amuk William kecil menghentakkan kedua kaki bergantian ke atas lantai.
Ceklek...
"Daddy pulaanng...."
"Daddy... Daddy pulang, yeay.. yeay.. Daddy pulang!"
"Yes Son! Daddy pulang. Lihat Daddy bawa apa buat kamu dan Darren.."
"Woooow Lego!!! Terimakasih Daddy. Nanti aku akan berikan pada Darren."
Masih larut akan kenangan di masa Wiliam kecil. Ia tak menyadari bulir jatuh menghangatkan pipinya.
"Daddy.." Ucapan William menyadarkan James yg tengah bernostalgia pada pemikiran yg mendadak tayang.
Ia terkesiap lalu terkekeh pelan. Ia hapus bulir hangat tersebut. Lalu memandang senyum pada putra semata wayang. Wajah tegas William, menurun jelas pada bentuk wajahnya.
William mengernyitkan dahi. Ia heran, kenapa ayah nya kedapatan sedang menangis setelah ia tersadar. Merasa seperti ada yg menemaninya tidur, William menggercapkan kedua mata. Dan benar, sang Ayah tengah duduk di samping kasur miliknya. Yg membuat pria tampan itu terheran, adalah wajah sang ayah yg seperti sedang teringat akan sesuatu. Di tambah bulir demi bulir jatuh membasahi kain penutup kasur. Menambah rasa penasaran William.
"Daddy.." Ulang William kemudian membenarkan posisi tidur menjadi setengah terduduk.
James sontak menahan bahu anaknya.
"Tidak perlu duduk. Baringlah nak, kamu pasti masih merasa pusing dibagian kepala."
Tidak menolak, karena memang yg dikatakan sang ayah, benar adanya. Ia kembali pada posisi awal.
"Kenapa Daddy menangis?" Tanya William pelan. Ia sorot mata tajam milik James dalam-dalam. Ingin menerka apa yg terjadi, akan tetapi apalah daya, dirinya bukan cenayang.
"Daddy hanya teringat masa kecilmu saja." Jawab nya terkekeh pelan. Menarik napas panjang, lalu kembali bercerita..
"Dulu.. dulu, kamu tidak akan bisa tertidur, kalau tidak dengan Daddy nak." Isak tertahan dan juga getaran dalam nada berbicara. Memantik sang empu kembali menciptakan kumpulan bening di sekitar netra.
William tak mampu menjawab. Hatinya ikut terenyuh ketika mengingat moment itu.
"Maafkan Daddy, selama ini Daddy mungkin terlalu keras dalam mendidik."
Terlihat gelengan kepala William, ia menepis opini orang yg selalu menjadi panutannya sejak kecil. Ia genggam kedua buku-buku tangan sang Ayah.
Akhirnya pecah juga tangis seorang James Anderson. Ia belai kepala William yg tak terbalut perban.
"Percayalah nak, apapun yg kamu lakukan selama ini, adalah hal yg selalu membuat Daddy bangga. Sebentar lagi, kamu akan menikah Willy. Daddy hanya merasa... Bahagia sekaligus terharu akan semua ini. Willy ku yg kecil, sudah akan menjadi seorang suami sebentar lagi." Isak tangis mengiringi kata per kata yg keluar dari seorang ayah untuk anaknya.
William pun sudah membuat banjir lokal disekitar pipinya.
Satu tarikan panjang, James lakukan sebelum akhirnya melanjutkan ucapan...
"Permintaan kamu belakangan ini akan... Daddy wujudkan. Maafkan Daddy, belakangan terakhir sering membuatmu jengkel, ya nak."
William melongo. Permintaan? Satu-satunya permintaan pria itu adalah....
"Pernikahan kamu di percepat, nak!" Vivian mendadak hadir di belakang sang suami. Ia menyuarakan secara lantang niat kedua nya mendatangi kamar sang anak. Sambil menghapus sisa air mata, ia juga mendengar apa yg di ungkapkan suami tampannya, walau tidak datang secara bersamaan, akan tetapi, wanita yg pernah melahirkan bibir unggul seperti William, sempat mendengar ungkapan sang suami untuk William.
Tak dapat berkata apapun. William hanya terdiam lega, menutup mata dengan senyum merekah lebar. Membayangkan...
'Tunggu aku sayang!' Batin William dalam hati.
Kecupan demi kecupan hadir di kepala William. Kini Vivian dan James sudah berada di atas kasur lebar milik William. Mereka ikut berbaring memeluk erat putra semata wayang. Menumpahkan segala kasih pada kesayangan mereka berdua.
"Aku harus terluka dulu, baru kalian akan mengabulkan permintaanku, sungguh luar biasa."
kedua orangtua William hanya terkikik menanggapi.
***
Tok! Tok!
Suara orang berjalan mendekat terdengar di telinga. Perasaan kedua orang di depan pintu, berdebar tak karuan. Ingin terkikik tapi ditahan sekuat tenaga.
Ceklek..
"Mommy, Daddy.." Sapa Kimi sedikit terkejut. Ia melirik jam di dinding, ingin memastikan waktu saat ini.
"Sudah hampir jam 12 malam, Mommy sama Daddy datang kemari? ada apa?" Tanya Kimi semakin heran. Perasaan wanita itu bergemuruh. Segala pikiran buruk mulai merajai. Akan tetapi, melihat lebih jelas dari raut wajah keduanya. Tidak menampilkan kesedihan apapun. Yg terlukis hanyalah... Kebahagiaan.
"Kimi, ikut Mommy dan Daddy ya nak. Kita tinggal di mansion saja." Ucap Vivian. Yg sejak awal hanya terus menyengir bagai kuda. Akhirnya Kimi mendapat jawaban mereka.
Tidak bisa menjawab, tetapi raut wajah sudah menjawab segalanya. Kimi tampak keberatan, ia menoleh ke belakang sekali, menatap isi rumah lalu menatap keduanya dengan sendu.
Vivian dan juga James tampak meluruhkan bahu. Yg tadinya semangat 45 mengiringi langkah. Kini harus runtuh akibat bom dari reaksi Kimi akan rencana mereka.
Vivian memeluk Kimi, lalu mendorong pelan sehingga mereka masuk dalam area ruang tamu.
"Kenapa Kimi sayang? Kamu keberatan meninggalkan rumah ini?"
Anggukan lirih Kimi berikan dengan cepat tanpa berpikir.
James dan Vivian saling pandang. Mereka menghela panjang.
"Pernikahan kamu dan Willy di percepat nak, Daddy dan Mommy ingin, kamu segera pindah di mansion. Agar kamu tidak merasa sendiri di hari spesial kamu, nak." Ungkap James langsung pada inti kedatangan mereka.
Kimi mendelik. Ia terkejut akan kata...
"Di percepat? Nikah kami di percepat!" Ulang Kimi memastikan, apa yg ia dengar benar adanya. Bahkan di akhir kalimat ia sampai hampir saja berteriak kencang.
Kekehan serta anggukan dari kedua orang yg datang, semakin membeliakkan netra miliknya.
Sama seperti William, hatinya membuncah. Ia mengira, ia disuruh pindah karena hal lain.
Jika begini...
"Aku mau!"
Kembali mereka semua terkekeh bahagia di malam yg larut ini. Vivian memeluk hangat sang calon menantu. Sedangkan James hanya mengusak sayang bagian atas kepala Kimi.
***
Di perjalanan menuju mansion, tak henti Kimi dan ketiga penghuni mobil tersenyum bahagia. Di bagian belakang, terdapat dua kendaraan jeep beruntun yg sedang mengawal sang Tuan Besar Anderson. Sedangkan di bagian depan, ada satu buah kendaraan Jeep yg juga bertugas mengawal jalan James Anderson tengah malam begini. Total bodyguard yg mengiringi ada sekitar 15 orang.
Kenapa jalan pemilik perusahaan ternama di kota ini, harus di kawal sedemikian ketat. Karena bisa saja, hal yg tidak di inginkan terjadi ketika mereka sedang di jalanan seperti sekarang.
Tidak harus dijalanan saja sebenarnya. Karena di dalam rumah sekalipun, jika kejahatan sedang mengintai. Ya, tetap saja akan datang. Maka dari itu, James selalu menyiagakan semua pasukan dimana pun ia dan keluarga berada.
Tidak ada yg bisa menduga, apapun bisa terjadi. Seperti....
Duar!!! Syuuuhh bumm! Duar!!!!
"Tuan!!!" Seru Jacob yg kebetulan berada di garda terdepan kendaraan. Ia melotot takut mendengar dan melihat bagaimana kendaraan yg di naiki majikannya melayang sedikit ke atas.
Seperti ada yg meletakkan boom di kendaraan yg sedang di kemudikan oleh James. Mendadak kendaraan tersebut meledak di bagian belakang kendaraan. Ledakan tersebut membuat mobil mewah terangkat hampir satu meter ke atas, lalu jatuh kembali menghempas tanah dengan keras. Siapapun langsung bisa menebak, boom jenis ringan lah, yg pasti tersemat di bagian mobil sang Tuan Besar Anderson.
Karena jika saja boom itu besar atau memang memiliki daya ledak tinggi, pasti tidak hanya begitu saja ledakan yg terjadi.
Namun meskipun begitu, tetap saja api melahap rakus di bagian belakang, jika mobil saja sedemikian hancur. Lalu bagaimana dengan keadaan para penumpang?
***
BERSAMBUNG