Setelah sepuluh tahun menjanda setelah pernikahan kedua, Ratna dihadapkan oleh perilaku tak terduga dari anak tiri yang ia rawat. Setelah menikah dengan Dirli, Amora mengusir Ratna dari rumah peninggalan ayahnya (suami Ratna).
Suatu hari, ia bertemu dengan seorang pria tua memakai jaket ojek online. Pria bernama Robin itu melihat ketulusan Ratna yang menolong orang yang tak dikenal. Dengan lantang ia mengajak Ratna menikah.
Dalam pernikahan ketiga ini, ia baru sadar, banyak hal yang dirahasiakan oleh suami barunya, yang mengaku sebagai tukang ojek ini.
Rahasia apakah yang disembunyikan Robin? Apakah dalam Pernikahan yang Ketiga dalam usia lanjut ini, rumah tangga mereka akan bahagia tanpa ada konflik?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CovieVy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Malam Pernikahan Tak Sesuai Harapan
Robin yang harusnya menikmati malam pengantinnya, ternyata harus menghadapi masalah yang selalu saja berulang. Saat memasuki gedung kantor, Wirya telah bersiap memasangkan jas kepada Robin.
"Maafkan saya telah mengganggu malam pengantin Anda. Hanya saja, saya benar-benar tidak bisa menghadapinya sendirian," ucapnya saat memasangkan jas elegan pada pimpinan perusahaan ini.
"Wirya, kau ini sungguh nggak bisa kira-kira ya? Masa kau memberi peralatan berlebihan di rumah kecil itu," ucap Robin sedikit mendengkus memasuki elevator.
Wirya tersenyum tipis bersahaja sesuai usianya. "Maafkan saya, Pak. Hanya saja saya merasa tak tega pada Nyonya, masa iya dikasih penderitaan sepenuhnya setelah menikah dengan suami yang menyembunyikan kekayaannya?" Wirya mengikuti langkah Robin di belakang.
“Hmmm ... Sebenarnya dia udah lolos dari ujian itu,” ujar Robin, menatap kosong ke arah angka digital lift yang terus bergerak naik. “Tapi ... aku menikmati suasana seperti ini. Rasanya perasaan ini mengalir lebih tulus.”
Wirya hanya bisa menggelengkan kepala di belakang sang Dirut. "Hati-hati, Pak. Kalau terlalu menikmati permainan ini, Bapak bisa terbakar sendiri," ucap Wirya mengingatkan.
"Ekhm ..." Robin hanya berdehem untuk menghentikan pembicaraan ini dan kembali berdiri dengan tenang menunggu pintu elevator itu terbuka.
Suasana sunyi pun menghiasi mereka berdua. Hanya bunyi denting lembut tiap lantai yang dilalui. Robin menarik napas, memperbaiki dasi yang agak miring, lalu menyandarkan kepala ke dinding lift.
“Kalau bukan karena data itu penting, aku udah ngelempar ponsel tadi keluar jendela,” gumamnya.
“Boleh saja, Pak. Tapi pastikan dulu siapa yang berdiri di bawah jendela,” sahut Wirya pelan, mencoba mencairkan suasana.
Robin menyunggingkan senyum tipis. “Kamu udah ngecek semua akses internal?”
“Sudah. Ada log akses dari ID lama milik Pak Arya. Tapi anehnya, ID itu terkunci sejak tiga tahun lalu.”
Robin langsung menoleh. “Arya?”
Robin menghela napas panjang. Di saat nama itu disebut, otomatis membuat dunia Robin serasa bergeser. Arya. Nama yang memag tak asing lagi baginya. Seorang peretas jenius atau lebih tepat disebut peretas gila.
Dia sudah beberapa kali muncul di radar keamanan perusahaan mereka. Dulu hanya gangguan kecil, seperti nyamuk iseng di balik tirai gelap. Tapi kini, Arya sudah menyusup sampai ke jantung sistem perusahaan.
Wirya mengangguk. “Kami juga mendeteksi aktivitas remote dari luar negeri. Tapi jejak IP-nya muter-muter, terakhir terlacak dari—” Wirya menahan napas, “Dari rumah baru Anda, Pak.”
Robin membatu sejenak. Lalu menatap Wirya mengerutkan keningnya.
“Bukan berarti Nyonya yang jadi pelakunya, Pak. Tapi seseorang menggunakan jaringan WiFi dari rumah itu untuk mengakses server R.H. Group. Bisa jadi melalui perangkat yang belum kita kenali.”
Robin memejamkan mata sesaat. Di antara denting elevator, pikirannya melayang ke wajah Ratna yang lelah, tetapi masih berusaha tersenyum di malam pertama mereka.
“Sial,” desisnya. “Kau datang di saat yang aku paling ingin menjadi orang biasa, Arya.”
Lift terbuka. Mereka disambut cahaya putih dari ruang kontrol pusat. Di balik kaca transparan besar, beberapa staf IT dan ahli keamanan berjaga-jaga. Di tengah ruangan, layar utama menampilkan grafik aktivitas server dengan satu titik merah menyala yang merupakan lokasi bocornya data.
“Ini peretasan dengan pesan personal,” ujar Robin dingin.
“Dan sepertinya … Arya ingin Anda tahu itu,” kata Wirya.
Robin berjalan masuk dengan langkah mantap, wajahnya kembali datar. Dasi rapi, jas hitam terpasang sempurna. Tak ada yang bisa menduga, malam ini ia seharusnya menghabiskan waktu berdua dengan istri yang baru saja sah menjadi miliknya.
Namun dunia lama kembali memanggilnya. Dan Robin tahu, tak mungkin membiarkannya saja. Ini menyangkut perusahaan dan beberapa mitra yang bekerja di bawah naungan perusahaan ini.
.
.
.
Ruang kantor yang sibuk, berbanding terbalik dengan rumah baru mereka.
Rumah itu senyap. Tak ada suara selain detik jam dinding dan suara angin malam yang sesekali menyelinap melalui ventilasi. Ratna berdiri di tengah ruang tamu, masih mengenakan pakaian yang ia kenakan semenjak pagi, lengkap dengan celemeknya. Jemarinya menyentuh pinggiran sofa, seolah ingin memastikan semuanya nyata.
Tak ada orang lain di rumah itu. Tak ada suara. Tak ada tawa. Tak ada sambutan hangat seperti malam pengantin dalam bayangannya. Hanya dirinya, dan semua kemewahan yang terasa terlalu asing.
Ratna menarik napas panjang, lalu melangkah menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar utama. Saat membuka pintunya, matanya terbuka nyalang, nyaris tak percaya.
Ruangan itu kecil, tetapi tertata dengan rapi dan bersih. Dindingnya dilapisi marmer abu terang, ada pemanas air yang bisa diatur suhu sesuka hati, sabun dan sampo berjejer rapi dalam botol kaca, bahkan tersedia handuk lembut yang belum pernah dipakai.
“Ya Allah…” gumam Ratna pelan, menyentuh keran dan merasakan air hangat mengalir begitu mudah. "Apa gak rusak ya, aku memakai ini?"
“Sepertinya teman suamiku benar-benar baik … Atau karena dia sendiri yang baik? Sampai-sampai dihadiahkan rumah dengan fasilitas selengkap ini?”
Ia menatap cermin bundar di atas wastafel. Wajahnya tampak kelelahan, menjalani hari yang terasa begitu panjang. Ingatan akan munculnya pria mabuk, ajakan pernikahan, hinaan Amora, pernikahan dadakan yang baru saja ia alami.
Ia menatap rumah ini, begitu asing hingga membuat rasa sepi terasa berkali lipat.
“Kenapa kamu membawaku ke sini jika hanya untuk ditinggal begini?" rintihnya.