NovelToon NovelToon
Menyetarakan Diri Dengan Para Dewa

Menyetarakan Diri Dengan Para Dewa

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem / Epik Petualangan
Popularitas:796
Nilai: 5
Nama Author: Space Celestial

Menara yang Misterius yang sudah berdiri dan berfungsi sejak sangat lama.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Space Celestial, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26

Langit mulai meredup, senja menjelang, namun latihan belum selesai. Tubuh-tubuh lelah yang masih berdiri mengikuti langkah pelan Aurora menuju area berikutnya di ujung pelatihan lantai ini, sebuah bukit buatan yang bertingkat seperti menara melingkar. Setiap tingkatnya membentuk lantai bundar selebar sekitar sepuluh meter, tersusun seperti spiral ke atas. Di tengah-tengah tiap lantai itu tertancap tiang logam panjang, dengan bentuk seperti tombak tertanam ke langit.

Beberapa Regular mengedipkan mata, mencoba memahami struktur itu. Tak satu pun dari mereka mengerti maksudnya… sampai Aurora berhenti di kaki bukit dan berbalik menghadap mereka, nada suaranya tetap dingin namun tegas.

“Ini latihan berikutnya,” katanya, menunjuk ke bukit. “Pilih lantai yang kalian mau, tidak lebih dari tiga orang per lantai. Berdiri melingkar. Pegang senjata yang kalian dapatkan atau gunakan tangan kosong jika kalian tidak sempat.”

Seketika, para Regular menoleh ke arah meja panjang di sisi bukit, tempat berbagai senjata tradisional disusun rapi. Tidak ada senjata teknologi, tidak ada senjata energi, tidak ada armor, tidak ada akses ke sistem bantuan. Hanya benda-benda besi, kayu, dan kulit, seperti yang digunakan para pejuang zaman kuno.

Aurora melanjutkan, “Tugas kalian sederhana. Jatuhkan lawan kalian. Lempar dari lantai kalian berdiri. Lantai di bawah sudah dipasangi sistem penyangga yang akan mencegah kalian mati… tapi rasa sakitnya tetap nyata. Dan ingat: tidak ada sihir, tidak ada kemampuan, tidak ada terbang, tidak ada bantuan sistem.”

Sofia mengamati bukit itu. Struktur yang tampak sederhana, namun memiliki intensitas seperti arena gladiator. Setiap lantai menjadi medan pertarungan kecil, sempit, dan tak ada tempat sembunyi. Batas lingkaran itu seperti pemisah antara jatuh dan bertahan. Di sana, hanya kekuatan, teknik, dan insting bertarung yang bicara.

Regular mulai memilih senjata mereka. Shawn mengambil perisai bundar dan sebilah pedang pendek. Ia tak banyak berpikir, hanya mengangguk kecil, lalu menaiki bukit dan memilih lantai ketiga dari bawah. Sofia mengikuti setelahnya, pandangannya tertuju pada sepasang tonfa logam yang terbuat dari baja hitam. Ia menggenggam keduanya, merasakannya di tangan, lalu memilih lantai keempat.

Satu per satu, Regular lainnya mulai memilih senjata: tombak panjang, kapak besar, palu tempur, bahkan sarung tangan besi. Tidak ada sistem untuk memilih, hanya siapa cepat dia dapat. Beberapa yang terlambat tidak kebagian senjata dan harus menggunakan tinju atau kaki mereka.

Aurora mengawasi dari bawah. Ia mencatat siapa yang memilih apa, dan di lantai mana mereka berdiri. Wajahnya tetap datar, matanya mengamati seperti elang dari kejauhan.

Begitu semua posisi terisi, hampir dua puluh lantai, masing-masing diisi tiga orang, Aurora mengangkat tangan tinggi-tinggi.

“Mulai.”

Tanpa aba-aba panjang, suara langkah, teriakan, dan denting logam langsung menggema ke udara. Bukit yang tadinya sunyi kini berubah menjadi panggung pertarungan brutal. Tidak ada wasit. Tidak ada aturan tambahan. Hanya satu peraturan: bertahan atau jatuh.

Sofia segera mengambil posisi rendah, satu tonfa di tangan kanan mengarah ke bawah, dan yang kiri ke atas. Ia bergerak mengelilingi lingkaran, menjaga jarak dengan dua lawannya, seorang wanita dengan pedang panjang dan seorang pria bertubuh besar dengan kapak.

Mereka bertiga tidak langsung saling menyerang. Mereka saling mengukur. Angin meniup rambut, tubuh tegang. Sofia bisa mendengar teriakan dari lantai-lantai lain. Beberapa sudah jatuh, suara tubuh menghantam platform bawah dan jeritan tertahan membentuk irama baru dalam senja yang kelelahan ini.

Pria besar itu menyerang lebih dulu, berlari ke arah Sofia, mengayunkan kapaknya dengan tenaga penuh. Tapi gerakannya lambat, mudah ditebak. Sofia menghindar ke samping, lalu memutar tonfa-nya dan menghantam sisi rusuk pria itu. Dentuman keras dan lolongan sakit menyusul. Tapi pria itu masih berdiri.

Sebelum Sofia bisa mundur, wanita dengan pedang menyerang dari sisi lain. Serangannya lebih cepat dan terlatih. Sofia menangkis dengan tonfa, gesekan logam menghasilkan percikan. Dia melangkah mundur, menjaga posisi agar tidak terlalu dekat ke tepi lingkaran.

Sementara itu, Shawn di lantai bawah bertarung melawan dua pria. Dia bertahan dengan stabil, perisainya menahan serangan bertubi-tubi, dan pedangnya hanya bergerak saat ada celah. Setiap tebasan tidak sia-sia. Satu orang akhirnya terdorong terlalu dekat ke tepi, dan dengan satu dorongan perisai, tubuh itu terlempar ke bawah, menabrak sistem pengaman. Dia berguling beberapa kali sebelum terdengar desahan kesakitan.

“Argh!!”

Satu jatuh. Satu lagi tetap berdiri, tapi lebih hati-hati.

Di lantai atas, Sofia berhasil membuat pria bertubuh besar kehilangan keseimbangan. Dengan gerakan cepat, dia memutar tubuh dan menghantam tonfa ke belakang lutut pria itu, lalu mendorong pundaknya ke depan. Pria itu terhuyung dan…

“Ugh—!”

Dia jatuh. Berguling, teriak, dan lenyap dari pandangan Sofia.

Kini hanya tinggal dia dan wanita bersenjata pedang.

Mereka saling menatap.

Tidak ada ucapan. Tidak ada provokasi. Hanya pandangan tajam dan gerak kecil dari kaki yang siap melangkah.

Serangan dimulai lagi.

Cepat. Berbahaya.

Mereka bertarung selama hampir dua menit tanpa henti. Tubuh keduanya mulai terluka ringan. Luka gores di lengan, memar di pipi, pernapasan makin berat. Tapi tak satu pun menyerah.

Akhirnya, Sofia berhasil menangkap momentum. Saat pedang wanita itu menghantam tonfa-nya dan terpantul ke atas, ia memutar tubuh, menendang lutut lawannya, lalu mengayunkan tonfa ke arah perut. Wanita itu mundur, terhuyung…

Sofia tidak ragu. Dia menyeruduk ke depan, mendorong lawannya dengan tubuhnya sendiri.

Tubuh itu jatuh ke belakang—melewati batas lantai—dan hilang dari pandangan.

Sofia berdiri, tubuhnya bergetar.

Dia masih di sana.

Aurora melihatnya dari bawah dan mencatat.

Waktu berlalu. Satu per satu peserta tersingkir. Beberapa jatuh karena kelengahan, beberapa karena kelelahan, dan lainnya karena kalah secara teknis. Hanya sedikit yang bertahan hingga akhir.

Begitu semua selesai, Aurora bersuara lagi.

“Cukup.”

Satu per satu, pertarungan dihentikan. Para Regular yang masih berdiri diminta turun dan berdiri berjajar di bawah. Mereka yang jatuh dan masih bisa berjalan juga diminta berkumpul, sementara yang cedera cukup parah segera dibawa oleh staf medis.

Aurora menatap mereka semua.

“Beginilah kelas Warrior akan berjalan untuk kalian... selama satu bulan penuh.”

Suara itu menggema. Tidak marah, tidak sombong, hanya pasti. Seperti takdir yang tidak bisa ditolak.

“Kekuatan, ketahanan, kecepatan, teknik, keberanian, dan insting... akan kalian latih, kalian asah, dan kalian buktikan. Kalian tidak akan diberi waktu istirahat berlebihan. Tapi jika kalian bertahan, kalian akan lebih dari sekadar petarung... kalian akan jadi senjata hidup.”

Aurora memutar tubuhnya, lalu berkata tanpa menoleh, “Kalian bebas. Tapi jangan bodoh. Gunakan waktu untuk melatih diri. Seminggu lagi... kita lanjutkan dari tempat ini.”

Ia berjalan pergi, meninggalkan mereka semua berdiri dalam debu dan keringat.

Sofia memandang ke tangannya yang masih menggenggam tombak, lalu ke langit yang mulai memerah di ujung barat. Angin mulai bertiup pelan. Lantai pelatihan perlahan kosong, tapi di dalam dirinya, ketenangan yang asing mulai tumbuh.

Ini... baru permulaan.

1
Ayari Khana
Terpana😍
Android 17
Sangat kreatif
【Full】Fairy Tail
Jlebbbbb!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!