Novi adalah seorang wanita seorang agen mata-mata profesional sekaligus dokter jenius yang sangat ahli pengobatan dan sangat ahli membuat racun.
Meninggal ketika sedang melakukan aktivitas olahraga sambil membaca novel online setelah melakukan misi nya tadi malam. Sayangnya ia malah mati ketika sedang berolahraga.
Tak lama ia terbangun, menjadi seorang wanita bangsawan anak dari jendral di kekaisaran Dongxin, yang dipaksa menikah oleh keluarga nya kepada raja perang Liang Si Wei. Liang sangat membenci keluarga Sun karena merasa mencari dukungan dengan gelar nya sebagai salah satu pangeran sekaligus raja perang yang disayang kaisar.
Tepat setelah menikah, Novi melakukan malam pertama, ia menuliskan surat cerai dan lari. Sayangnya Liang, selalu memburu nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencari
Langkah kaki mereka terdengar pelan, teredam debu dan waktu. Setiap anak tangga berderit ringan di bawah pijakan kecil mereka. Aroma lembap yang pekat memenuhi hidung, seolah menyambut kedatangan mereka ke tempat yang telah lama tertutup dari dunia atas.
Yuxuan menyalakan lentera kecil yang dibawanya, sumbu dari serat kapas direndam minyak daun jarak yang baunya menyengat tapi tahan lama. Cahaya kuning redup menyapu dinding batu, memantul pada rak-rak kayu yang menjulang penuh debu dan sarang laba-laba.
“Tempat ini seperti perut naga tua,” bisik Yuheng, suaranya menggema aneh.
“Diam, kau akan membangunkan roh penjaga,” balas Yunjin dengan nada setengah bercanda, setengah ketakutan.
Yunzhao tidak menjawab. Ia berjalan ke depan, matanya menyapu dengan cepat setiap sudut ruangan, setiap celah di antara rak, setiap lipatan tirai lusuh yang menutupi sebagian barang.
“Cari apapun yang aneh. Atau tulisan tangan Ibu. Atau surat dari Ayah.”
“Kalau kita menemukan tengkorak?” tanya Yuheng.
“Berdoalah itu bukan milik ayah kita,” balas Yuxuan.
Ruang bawah tanah itu besar, lebih besar dari yang mereka bayangkan. Beberapa tiang batu menopang langit-langit rendah yang sedikit basah oleh rembesan air. Peti-peti tua berjejer rapi. Ada gulungan kain merah disusun di rak kayu. Kotak-kotak kecil dari kayu cendana yang aromanya samar, berisi alat-alat lukis dan logam.
“Mulai cari,” perintah Yunzhao lirih.
Yuxuan menuju salah satu rak buku. Jari-jarinya menyusuri punggung buku-buku tua yang kulitnya mulai mengelupas. Ia menarik satu, lalu membuka halamannya. Tulisannya dengan huruf-huruf kuno, membahas taktik militer era Kaisar Wen. Yang lain membahas ramuan herbal, kitab sejarah dinasti lama, bahkan silsilah keluarga-keluarga bangsawan.
“Aku menemukan ‘Strategi Perang Utara’, edisi langka,” gumam Yuxuan. “Tapi tidak ada nama Ayah.”
Di sisi lain, Yunjin membuka kotak kecil yang berisi surat-surat usang. Tapi isinya hanya catatan belanja lama, surat izin dari istana untuk membawa bahan makanan langka, dan satu dua puisi lama dari seseorang bernama ‘M’.
“Mungkin Ayah suka menulis puisi?” gumam Yunjin.
“Semua ayah bisa menulis puisi,” desah Yuheng dari balik tumpukan kain. “Tapi yang kita cari bukan puisi.”
Ia menyingkap gulungan-gulungan kain merah. Beberapa ternyata hanya berisi seragam tua, jubah upacara, dan satu di antaranya adalah sepatu upacara dengan bordiran naga perak.
“Ini... seperti milik bangsawan,” katanya, memperlihatkan sepatunya.
“Jangan-jangan itu milik Ayah,” kata Yuxuan, mendekat.
“Tidak ada tanda atau bordiran nama,” gumam Yunzhao. “Ini bisa milik siapa saja.”
Waktu berlalu. Bayangan mereka bergerak bersama lentera, kadang panjang kadang pendek, menari-nari di dinding seperti ilusi masa lalu yang belum selesai.
Yuxuan membuka sebuah laci kecil di meja besi tua di pojok ruangan. Isinya hanya tinta kering, pena bulu, dan selembar kertas yang sudah menguning.
Ia membukanya dengan hati-hati. Isinya hanya... daftar nama rempah.
“Tak ada yang aneh,” desahnya.
Yuheng tiba-tiba berkata pelan, “Kita mungkin salah. Ibu terlalu pintar untuk menyembunyikan sesuatu di tempat ini.”
Yunzhao mendekat ke meja utama yang penuh coretan peta dan sketsa logam. Ia meneliti dengan cermat setiap garis, tapi semuanya hanya rancangan mekanik sederhana, seperti alat pengangkat air, atau rancangan jam pasir besar. Tidak ada surat rahasia, tidak ada lambang keluarga, tidak ada catatan konspirasi.
“Tidak ada apa-apa,” gumamnya.
“Mungkin... ini memang hanya ruang bawah tanah biasa?” Yunjin terduduk di lantai, sedikit kelelahan. “Mungkin... semua cerita kita terlalu jauh.”
Yuxuan mendekat, duduk di sebelahnya. “Atau... Kita yang terlalu lambat. Kalau benar ada rahasia, mungkin Ibu sudah memindahkannya.”
Yuheng menendang ringan sebuah kotak kayu. “Bisa juga... rahasianya bukan di sini. Tapi di kepala Ibu. Yang tak bisa dicuri, tak bisa dicari.”
Keempatnya terdiam. Lentera perlahan meredup, seolah ikut menyerap kekecewaan mereka.
Tiba-tiba Yuxuan berkata, “Tapi... kenapa ada begitu banyak barang tua dan aneh di sini? Jubah bangsawan, rancangan alat, peta strategi...”
Yunzhao bangkit berdiri. “Mungkin kita harus pulang. Sebelum Ibu bangun dan... menatap kita dengan tatapan ‘aku tahu kalian semalam ngumpet’ itu.”
“Dia mungkin sudah tahu,” gumam Yuxuan, lelah. “Dari tadi, tatapan Ibu... seolah membaca pikiran kita.”
Mereka kembali naik, perlahan, membawa serta lentera yang mulai padam.
Ketika mereka menyelinap kembali ke kamar masing-masing, jam pasir menunjukkan pertengahan malam telah lewat. Rumah kembali sunyi. Hanya suara jangkrik di luar jendela, dan embusan angin dari celah-celah atap.
Yuxuan kembali ke ranjangnya. Tapi matanya menolak terpejam.
‘Ayah... masih hidup atau tidak?’
Pertanyaan itu terus berputar di kepalanya.
Sementara itu Sun Yu Yuan yang dari tadi mengikuti ke empat anaknya, kini ia menyelinap kembali ke kamarnya setelah melihat anak-anaknya Kemabli ke kamar nya masing-masing dan telah tertidur.
Sementara itu, Sun Yu Yuan yang sedari tadi mengendap-endap mengikuti keempat anaknya, akhirnya menyelinap kembali ke kamarnya setelah memastikan semuanya sudah kembali ke kamar masing-masing dan tertidur lelap.
Dengan langkah ringan seperti kucing malam, ia membuka pintu kamarnya pelan-pelan, lalu menutupnya kembAli tanpa suara. Ia pun berbaring, menarik selimut hingga ke dagu. Tapi matanya tetap terbuka, menatap langit-langit kamar dalam keheningan.
Ia tersenyum simpul.
“Kalian mencari ayah kalian, ya?” gumamnya pelan. “Yuxuan pasti melihat potret itu...”
Ia menoleh ke sudut kamar, tepat ke tempat ia menyembunyikan sebuah potret kecil yang tergantung setengah tersembunyi di balik kain. Gambar itu adalah sosok pria tampan, berpakaian zaman kuno, tersenyum karismatik.
“Tapi potret itu bukan milik ayah kalian. Itu lukisan pemeran utama drama. Ganteng, kan? Ibu simpan buat penyemangat hidup.”
“Itu... potret Gong Jun.”
Ia menutup wajah dengan tangan. “Aktor favorit ibu sebelum tersesat ke zaman penuh lumpur dan bubur jagung ini...”
Ia tertawa pelan, menutupi mulutnya agar tak membangunkan siapa pun. Matanya meredup, teringat kehidupan lamanya.
Sun Yu Yuan mendesah panjang. “Ahh... zaman modern... nonton drama sambil rebahan, scrolling TikTok, liat video Gong Jun sambil makan es krim... Sekarang? Nonton ayam tidur di kandang pun sudah hiburan mewah.”
Matanya menyipit jenaka, lalu ia bergumam penuh kasih.
“Anak-anakku... wajah kalian mungkin warisan dari ayah kalian. Tapi siasat, kesabaran, dan naluri... jelas dari ibu kalian.”
Ia menutup mata perlahan, tersenyum puas. “Akan seru, besok hari.”
Satu tarikan napas panjang kemudian, Sun Yu Yuan menutup matanya
cerita nya makin keren ..
bikin menantang ada bumbu bumbu penyedap nya Thor 😂😂😂😂
untung Author jauh di sono....
coba kalo deket.....tak umpetin tuh
alas kaki nya..... biar ga bisa kemana-mana...
biar diem anteng......ketak ketik update nya looooossss......🤗🤭🔥
semangat upnya thor 💪💪