"Aku istrimu, Aditya! Bukan dia!" Aurelia menatap suaminya yang berdiri di ambang pintu, tangan masih menggenggam jemari Karina. Hatinya robek. Lima tahun pernikahan dihancurkan dalam sekejap.
Aditya mendesah. "Aku mencintainya, Aurel. Kau harus mengerti."
Mengerti? Bagaimana mungkin? Rumah tangga yang ia bangun dengan cinta kini menjadi puing. Karina tersenyum menang, seolah Aurelia hanya bayang-bayang masa lalu.
Tapi Aurelia bukan wanita lemah. Jika Aditya pikir ia akan meratap dan menerima, ia salah besar. Pengkhianatan ini harus dibayar—dengan cara yang tak akan pernah mereka duga.
Jangan lupa like, komentar, subscribe ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy JF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12: Aksi Karina
"Aku hanya ingin berbicara, Aurelia."
Karina duduk di depan Aurelia dengan senyum yang terkesan manis. Tangan wanita itu melingkari gelas anggurnya dengan gerakan lambat, seolah-olah ia sedang menikmati kemenangan yang belum terjadi.
Aurelia menatap Karina dengan ekspresi netral. "Sejak kapan kau ingin berbicara baik-baik denganku?"
Karina terkekeh pelan. "Oh, ayolah, Aurelia. Kita ini wanita dewasa. Aku hanya ingin menyelesaikan ini tanpa drama."
Aurelia menaikkan sebelah alisnya. "Selesaikan apa?"
Karina mencondongkan tubuhnya ke depan, matanya berbinar penuh tipu daya. "Aku ingin berdamai. Aku sudah lelah dengan semua ini. Kau menang, aku kalah. Tapi kita masih bisa berbicara sebagai wanita, bukan?"
Aurelia menyilangkan tangannya, matanya menelisik tajam. "Dan aku harus percaya begitu saja? Setelah semua yang kau lakukan?"
Karina tersenyum lembut, terlalu lembut untuk seseorang sepertinya. "Tidak ada ruginya mencoba, bukan? Aku hanya ingin berbicara empat mata. Tempatnya sudah aku siapkan. Tidak ada kamera, tidak ada orang lain. Hanya kita."
Aurelia memiringkan kepalanya. Sesuatu tentang ini terasa aneh. Terlalu tiba-tiba. Terlalu... terencana.
"Dan aku harus datang begitu saja?" tanya Aurelia, nadanya penuh skeptisisme.
Karina mengangkat bahu. "Jika kau ingin kebenaran, ya."
Aurelia menatapnya lama. Kemudian, dengan nada tenang, ia berkata, "Baik. Aku akan datang."
Karina tersenyum penuh kemenangan.
Di Sebuah Gudang Terpencil
Malam itu, Aurelia turun dari mobilnya. Angin dingin menyapu wajahnya saat ia berdiri di depan sebuah bangunan tua yang terlihat sepi.
Ia menekan tombol di ponselnya, mengirim pesan cepat kepada seseorang sebelum memasukkan perangkat itu ke dalam tasnya.
Pintu gudang itu terbuka perlahan. Karina berdiri di dalam, mengenakan gaun merah darah yang tampak kontras dengan lingkungan sekelilingnya.
"Masuklah," katanya dengan suara yang terlalu manis.
Aurelia melangkah masuk dengan penuh kewaspadaan. Gudang itu luas, tapi kosong. Cahaya dari lampu gantung redup berkelap-kelip, memberikan suasana yang semakin mencurigakan.
"Kenapa di sini?" tanya Aurelia, melipat tangannya.
Karina menutup pintu di belakangnya dengan bunyi klik yang menggema. "Karena di sini tidak ada yang bisa mendengar kita."
Aurelia menatap Karina tajam. "Apa yang kau inginkan?"
Karina berjalan mengitari Aurelia dengan ekspresi seperti kucing yang baru saja menangkap tikusnya.
"Aku ingin memberikanmu sebuah kejutan," katanya dengan nada penuh misteri.
Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari belakang. Aurelia berbalik cepat, tapi sebelum ia bisa bereaksi, sebuah kain berbau menyengat menutupi hidung dan mulutnya.
Ia berusaha melawan, tangannya mencakar udara, tubuhnya memberontak. Namun, efek zat itu terlalu kuat.
Dunia di sekitarnya mulai berputar. Pandangannya menjadi kabur.
Wajah Karina adalah hal terakhir yang ia lihat sebelum semuanya menjadi gelap.
Di Sebuah Mobil yang Melaju Kencang
Aurelia terbangun dengan kepala yang berat dan pandangan yang masih buram.
Ia berada di dalam mobil. Tangan dan kakinya diikat. Mulutnya tertutup kain.
Jantungnya berdegup kencang. Ia mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum semuanya gelap. Karina. Gudang. Sesuatu yang membuatnya pingsan.
Di kursi depan, Karina duduk dengan anggun, mengamati Aurelia melalui kaca spion dengan seringai puas.
"Selamat datang kembali, Aurelia," katanya dengan nada mengejek. "Aku harap kau menikmati perjalanan ini."
Aurelia mencoba berbicara, tapi hanya suara teredam yang keluar dari mulutnya.
Karina tertawa pelan. "Jangan khawatir. Aku tidak akan membunuhmu... setidaknya belum."
Mobil melaju semakin cepat di jalanan yang gelap. Aurelia melihat keluar jendela. Mereka berada di jalan bebas hambatan, tanpa banyak kendaraan lain di sekitar.
Kemana Karina membawanya?
Aurelia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Ia tidak bisa panik. Tidak sekarang.
Ia harus mencari cara untuk keluar dari sini.
Namun sebelum ia sempat menemukan solusi, Karina menekan gas lebih dalam.
Tiba-tiba—
BRAK!
Sebuah suara keras mengguncang mobil.
Sesuatu menabrak sisi kendaraan, membuat mobil itu oleng ke kiri dengan kecepatan tinggi.
Aurelia merasakan tubuhnya terhempas, kepalanya membentur keras ke jendela.
Karina berteriak panik, mencoba mengendalikan kemudi, tapi mobil kehilangan kendali.
Dari kejauhan, lampu truk besar mendekat dengan cepat.
Aurelia menyadari sesuatu—mereka berada di jalur yang salah.
Truk itu melaju tepat ke arah mereka.
"ASTAGA!"
CRASH!!
Kegelapan menyelimuti semuanya.
Di Tengah Kegelapan dan Kepingan Kaca
Sakit. Itu hal pertama yang Aurelia rasakan.
Tubuhnya terasa berat, seakan dihimpit sesuatu. Ada aroma bensin dan logam yang memenuhi udara.
Kelopak matanya perlahan terbuka, dan ia mendapati dirinya masih di dalam mobil yang sekarang terbalik. Suara dentingan logam dan desisan asap memenuhi udara.
Kepalanya berdenyut hebat. Ada cairan hangat yang mengalir di pelipisnya—darah.
Ia mencoba menggerakkan tangan, tapi pergelangannya masih terikat. Tali itu sedikit longgar karena benturan, namun tetap membatasi gerakannya.
Dari kursi pengemudi, terdengar erangan pelan.
Karina.
Wanita itu tampak tak sadarkan diri, kepalanya bersandar di kemudi dengan darah mengalir dari dahinya.
Aurelia menarik napas panjang, mencoba mengabaikan rasa sakit di tubuhnya. Ini kesempatan. Ia harus keluar dari sini sebelum sesuatu yang lebih buruk terjadi.
Dengan gerakan perlahan, ia menggerakkan jemarinya, berusaha melepaskan ikatan di pergelangan tangannya. Rasa perih menjalar saat tali itu bergesek dengan kulitnya, tapi ia tidak peduli.
Di luar mobil, suara langkah kaki mendekat.
Seseorang ada di sana.
Aurelia menahan napas, jantungnya berdetak lebih cepat.
Siapa itu? Apakah seseorang datang untuk menolong, atau justru seseorang yang lebih berbahaya?
Lampu senter menyinari kaca mobil yang pecah. Sosok pria dengan jas hitam berdiri di sana, menatap ke dalam mobil dengan ekspresi dingin.
Kemudian, dengan suara yang rendah dan berwibawa, ia berkata,
"Ambil wanita itu. Tinggalkan yang satu lagi."
Antara Kesadaran dan Ketidakpastian
Aurelia merasa tubuhnya diangkat dengan paksa. Tangannya masih terikat, tapi ikatan di kakinya sudah dilepaskan.
Ia mencoba melawan, tapi tubuhnya terlalu lemah. Segalanya terasa kabur.
Namun, di antara kepingan kesadarannya, ia menangkap sesuatu yang mengejutkan.
Seseorang berbisik di dekat telinganya.
"Jangan takut. Ini belum selesai."
Suara itu… terdengar familiar.
Tapi sebelum ia bisa memahami semuanya, gelap kembali menyelimuti kesadarannya.
Di Tempat yang Tidak Dikenal
Saat Aurelia terbangun lagi, ia berada di tempat yang berbeda.
Sebuah ruangan luas dengan pencahayaan temaram. Aroma antiseptik memenuhi udara.
Sebuah ranjang putih dengan selimut bersih menutupi tubuhnya.
Ia mencoba bergerak dan merasakan nyeri menusuk di lengan dan kakinya. Tubuhnya penuh luka dan lebam.
Di samping ranjang, seorang pria berdiri dengan ekspresi tajam.
Aurelia mengenalnya.
Bukan Aditya.
Bukan Karina.
Tapi seseorang dari masa lalunya.
Seseorang yang seharusnya tidak ada di sini.
"Kau berhutang banyak penjelasan padaku, Aurelia."
Suara itu terdengar dalam dan tegas.
Aurelia menatap pria itu dengan tatapan kaget dan tak percaya.
Kenapa dia ada di sini?
Apa yang sebenarnya terjadi?
Dan yang lebih penting—
Siapa yang sebenarnya telah menyelamatkannya?
(BERSAMBUNG KE BAB SELANJUTNYA…)
kadang dituliskan "Aurelnya pergi meninggalkan ruangan tsb dengan Anggun"
Namun.. berlanjut, kalau Aurel masih ada kembali diruangan tsb 😁😁🙏