NovelToon NovelToon
Suamiku Calon Mertuaku

Suamiku Calon Mertuaku

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / CEO / One Night Stand / Hamil di luar nikah / Crazy Rich/Konglomerat / Beda Usia
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Rodiah Karpiah

Ini kisah Riana , gadis muda yang memiliki kekasih bernama Nathan . Dan mereka sudah menjalin hubungan cukup lama , dan ingin melangkah ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan .
Namun kejadian tak terduga pun terjadi , Riana memelihat Nathan sedang bermesraan dengan teman masa kecilnya sendiri. Riana yang marah pun memutuskan untuk pergi ke salah satu klub yang ada di kotanya .Naasnya ada salah satu pengunjung yang tertarik hanya dengan melihat Riana dan memberikannya obat perangsang dalam minumannya .
Dan Riana yang tidak tahu apa-apa pun meminum minuman itu dan membuatnya hilang kendali atas tubuhnya. Dan saat laki - laki tadi yang memasukan obat akan beraksi , tiba-tiba ada seorang pria dewasa yang menolongnya. Namun sayangnya obat yang di kasi memiliki dosis yang tinggi sehingga harus membuat Riana dan laki - laki yang menolongnya itu terkena imbasnya .
Dan saat sudah sadar , betapa terkejutnya Riana saat tahu kalau laki-laki yang menidurinya adalah calon ayah mertuanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rodiah Karpiah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dua Belas

Setelah menyerahkan formulir pendaftaran, Rania dan Siska duduk di ruang tunggu klinik. Jantung Rania berdetak lebih cepat dari biasanya, tangannya terasa dingin meskipun ruangan itu tidak terlalu dingin. Ia melirik Siska di sebelahnya yang mencoba terlihat tenang, tetapi dari cara sahabatnya menggenggam tas dengan erat, Rania tahu bahwa Siska juga cemas.

Tak lama, seorang perawat keluar dari dalam ruangan dan memanggil namanya.

"Rania Anindita."

Rania menelan ludah. Ini saatnya ia mengetahui kebenaran yang terjadi di dalam tubuhnya sendiri.

Rania pun berdiri perlahan, tubuhnya terasa sedikit lemas. Siska menyentuh lengannya sekilas sebagai bentuk dukungan sebelum menuntun Rania untuk berjalan memasuki ruang pemeriksaan.

Di dalam ruangan, seorang dokter perempuan paruh baya dengan kacamata berbingkai tipis menyambutnya dengan senyum hangat. Namanya tertera di jas putihnya—dr. Winda, SpOG. Dokter yang sudah lama menjadi dokter di klinik ini.

"Selamat pagi, Rania. Silakan duduk," ujar dokter itu ramah ,sambil menunjuk kursi yang berada di depannya. Rania yang mendengar itu pun segera duduk di kursi yang tersedia, mencoba mengatur napasnya yang terasa berat. Dan Siska juga duduk di kursi sebelahnya.

"Apa keluhan yang kamu alami?" tanya dr. Winda dengan suara lembut, seakan memahami bahwa pasien di depannya sedang cemas.

"Saya… saya terlambat haid, Dok," jawab Rania dengan suara hampir berbisik. "Sudah lebih dari sebulan." Ucapnya lagi sambil menatap Dokter yang berada di depannya.

Dokter mengangguk kecil, mencatat sesuatu di berkasnya. "Selain itu, ada gejala lain yang kamu rasakan? Misalnya mual, payudara terasa lebih sensitif, atau mudah lelah?" Tanyanya lagi pada pasien pertamanya pagi ini.

Rania yang mendengar pertanyaan dokter Winda pun berpikir sejenak. "Saya memang lebih cepat lelah dari biasanya, dan… kadang merasa mual kalau mencium bau tertentu." Ucapnya tidak menutupi kondisi tubuhnya saat ini.

Siska yang berdiri di sampingnya menambahkan, "Dan dia juga jadi gampang melamun, Dok. Kayak kepikiran sesuatu terus."ucapnya sambil menatap Dokter yang akan memeriksakan kondisi sahabatnya itu.

"Baik," dr. Winda tersenyum, lalu menutup berkasnya. "Kita akan melakukan beberapa pemeriksaan, ya. Untuk memastikan apakah kamu benar-benar hamil atau ada penyebab lain dari keterlambatan haidmu." ucapnya dengan pelan ,dan Rania yang mendengar itu pun hanya bisa mengangguk, dan Rania merasa kalau ia semakin gugup.

Langkah pertama yang dilakukan adalah pemeriksaan urine menggunakan test pack yang lebih akurat dibandingkan yang dijual di pasaran. Perawat yang merupakan asisten dokter Winda pun memberikannya wadah kecil kepada Rania dan memintanya untuk ke toilet guna mengambil sampel urine pertama di pagi hari—meskipun sudah siang, urine pertama setelah beberapa jam tidak buang air kecil masih bisa memberikan hasil yang cukup akurat.

Setelah menyerahkan sampel urine, perawat segera melakukan tes dengan alat khusus. Rania duduk kembali di kursi ruang pemeriksaan, jari-jarinya saling bertaut erat di pangkuannya. Beberapa menit kemudian, hasilnya keluar. Perawat menyerahkan hasilnya kepada dokter.

Dr. Winda menatapnya sejenak sebelum berkata dengan lembut, "Tes urine menunjukkan hasil positif. Ini berarti tubuhmu memproduksi hormon hCG, yang biasanya muncul saat kehamilan." Ucapnya sambil tersenyum kearah Rania .

"Jadi… dia hamil?" suara Siska terdengar ragu-ragu , Dokter Winda yang mendengar itu pun menganggukan kepalanya sambil tersenyum.

Rania merasakan dunia seolah berhenti sejenak. Matanya membelalak, tangannya gemetar di atas pahanya.

"Tapi," lanjut dokter dengan suara tenang, "untuk memastikan lebih lanjut, kita akan melakukan pemeriksaan USG. Apakah kamu siap?" Tanya dokter Winda sambil menatap Rania yang kini mematung di hadapannya.

" Saya... Siap dokter ! " Ucap Rania dengan pasrah , ia sudah memasrahkan dirinya saat ini.

Rania merasa tubuhnya melemas. Siska segera menggenggam tangannya erat. "Aku di sini, Ran," bisiknya sebelum Rania berbaring di tempat tidur pemeriksaan.

Dr. Winda pun meminta Rania untuk berbaring di atas tempat tidur pemeriksaan. Perawat lalu mengangkat sedikit baju Rania, mengekspos bagian perut bawahnya.

"USG yang kita lakukan hari ini adalah USG transabdominal, jadi kita hanya akan melihat dari permukaan perut," jelas dokter sambil menuangkan gel dingin di perut Rania. "Kalau usia kehamilan masih sangat muda, mungkin gambarnya belum terlalu jelas. Tapi kita akan coba, ya." Ucapnya lagi sambil memegang alat yang akan mengecek isi perut Rania. Rania hanya bisa mengangguk lemah , dan membiarkan Dokter melakukan tugasnya.

Dokter mulai menggerakkan alat transduser di atas perutnya. Layar monitor di sebelah mereka menampilkan gambar hitam-putih yang tidak bisa langsung dimengerti oleh Rania. Ia menatap layar itu dengan cemas, sementara dokter terus mengamati dengan saksama. Beberapa detik berlalu dalam keheningan, lalu dr. Winda mengangguk pelan dan sudah yakin dengan apa yang ia lihat.

"Ada kantung kehamilan di rahimmu," katanya sambil menunjuk sebuah area kecil di layar. "Ini menunjukkan bahwa kamu benar-benar hamil, sekitar 5 sampai 6 minggu usia kehamilan."ucapnya sambil menatap layar monitor.

Siska menutup mulutnya dengan tangan. "Ya Tuhan, Ran… Kamu beneran hamil." ucapnya yang kaget mendengar kabar seperti ini dari dokter yang memeriksakan keadaan sahabatnya itu.

Rania yang mendengar itu pun menahan napas. Hatinya terasa semakin berat, seakan realitas ini baru benar-benar menghantamnya.

Ia hamil.Saat ini ia hamil , anak dari laki-laki yang seharusnya menjadi ayah mertuanya.

 

Setelah USG selesai, Rania kembali duduk di kursinya, masih dalam keadaan syok.

Dr. Winda menatapnya dengan penuh pengertian. "Bagaimana perasaanmu?" tanyanya lembut.

Rania membuka mulutnya, tetapi tidak ada kata yang keluar. Ia hanya bisa menggeleng pelan, tidak tahu bagaimana menjelaskan perasaannya.

Dokter mengangguk seolah memahami. "Ini mungkin berat untukmu. Tapi kamu tidak sendirian. Kalau ada yang ingin kamu tanyakan atau butuh dukungan, aku di sini untuk membantumu." Ucap Dokter Winda sambil menatap Rania dengan senyuman yang menenangkan.

Rania menatap dokter itu, merasa sedikit terhibur oleh nada suaranya yang tenang.

"Apa aku harus melakukan pemeriksaan lain?" tanyanya akhirnya, suaranya serak.

"Untuk saat ini, kita hanya perlu memastikan kondisi kehamilanmu tetap sehat. Nanti, sekitar usia kehamilan 10-12 minggu, kamu bisa melakukan USG lebih lanjut untuk melihat perkembangan janin dengan lebih jelas." ucap dokter winda lagi memberitahukan apa saja yang harus dilalui Tanpa.

Dan Rania yang mendengar penjelasan dokter winda pun mengangguk lemah.

Dr. Winda kemudian menyerahkan beberapa lembar kertas. "Ini beberapa panduan tentang kehamilan trimester pertama, termasuk makanan yang sebaiknya kamu konsumsi dan aktivitas yang perlu dihindari." Ucapnya lagi pada Rania. Dan Rania pun menerima kertas itu tanpa benar-benar membaca isinya. Ia merasa kepalanya penuh, pikirannya kacau.

"Satu hal lagi," tambah dokter. "Apakah ayah dari bayi ini sudah tahu?" Tanyanya lagi , ia tahu apa yang sekarang di pikirkan oleh pasiennya saat ini . Pertanyaan itu bagaikan tamparan keras bagi Rania. Ia menggigit bibirnya, menunduk.

"Tidak… belum." ucap Rania yang jujur pada dokter yang memeriksakannya itu.

Dr. Winda menatapnya sejenak, lalu berkata dengan hati-hati, "Keputusan ada di tanganmu, Rania. Tapi jika memungkinkan, sebaiknya kamu mendiskusikan ini dengan ayah dari bayimu. Kehamilan adalah tanggung jawab bersama, dan kamu tidak seharusnya menjalani ini sendirian." Ucapnya lagi yang diiringi oleh senyumannya.

Rania tidak bisa menjawab. Ia tidak bisa membayangkan respon Bagaskara bagaimana nanti setelah mengetahui kalau apa yang laki-laki itu katakan menjadi kenyataan.

.

.

Bersambung...

1
Krh15
seru novelnya , wajib dibaca 🤩
Reni Anjarwani
lanjut thor
Rodiah
Selamat menikmati cerita aku 🤗🥰

Dimohon untuk tidak menjadi silent reader ya , aku menunggu keritik dan saran dari kalian 🤭🤗😍
Satsuki Kitaoji
Got me hooked, dari awal sampe akhir!
Yoi Lindra
Tersentuh banget dengan kisah ini.
Desi Natalia
Makin lama makin suka, top deh karya thor ini!
Farldetenc: Ada karya menarik nih, IT’S MY DEVIAN, sudah End 😵 by farldetenc
Izin yaa
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!