Cinta Untuk Si Gadis Buta

Keyra masuk ke dalam ruangan divisi keuangan, dia tersenyum ketika seorang office boy menyapanya.

Dewa yang melihat Keyra tersenyum sangat manis kepada laki laki lain, membuat hatinya terbakar cemburu.

"Kenapa dia harus senyum segala sih? Dan office boy itu kurang ajar sekali dia sudah berani menatap istriku begitu," ucap Dewa dalam hati.

Dewa kesal setengah mati melihat Keyra yang tersenyum manis ke arah laki laki lain, dia menggeram sambil melangkahkan kakinya ke dalam ruangannya.

"Fahriiiiiiiii!"

Dewa berteriak ketika sampai di dalam ruangannya, rasanya dia ingin memakan dan menelan orang hidup hidup.

"Saya Tuan," ucap Fahri.

Fahri yang baru saja duduk di kursinya langsung berdiri karena teriakan Dewa, langsung saja dia melangkahkan kakinya ke dalam ruangan tuannya.

"Kenapa office boy itu harus tersenyum ke arah Keyra?" tanya Dewa.

Dewa tiba tiba saja bertanya tentang hal yang Fahri tidak tahu, Fahri sungguh tidak tahu apa yang terjadi.

"Apa maksud anda Tuan?" tanya Fahri yang kebingungan.

Lagi lagi Dewa menggeram marah, dia tak tahu harus bagaimana untuk mengembalikan perasaannya agar terlihat biasa saja.

"Lupakan dan kembalillah bekerja!" sentak Dewa.

"Baik Tuan," jawab Fahri.

Fahri pun kembali ke kursinya, dia menggeleng gelengkan kepalanya melihat tuannya yang sepertinya sedang jatuh cinta.

Sampai saat ini, tak pernah ada yang berhasil meluluhkan hati Dewa. Bahkan Rebecca yang di jodoh jodohkan oleh Aruna menyerah karena sikap dingin Dewa yang tak tersentuh.

"Begitulah kalau gunung es jika sedang jatuh cinta, dia akan mencair tak tahu arah," ucap Fahri ketika dia duduk di kursinya.

Fahri berkali kali menoleh ke ruangan tuannya, dia melihat tuannya seperti sedang frustasi, karena dari tadi dia hanya mondar mandir tidak jelas di dalam ruangannya.

"Apa gunung es itu sedang mencoba berubah menjadi setrikaan? Benar benar membingungkan," ungkap Fahri.

Fahri memilih melanjutkan pekerjaannya dari pada pusing melihat tuannya seperti seekor ayam yang hendak bertelur.

Dewa kembali duduk di kursinya, dia memeriksa berkas yang menggunung di mejanya, lebih baik menenggelamkan diri dalam lautan berkas agar perasaannya sedikit membaik.

Tak jauh berbeda dengan Keyra dia pun sibuk dengan berbagai laporan keuangan, apalagi dia harus ikut meng-audit laporan keuangan selama setahun ke belakang.

"Key gue balik duluan ya," ucap Irna.

"Iya Ir ti ati ya di jalan," ucap Keyra.

"Iya," jawab Irna singkat.

Irna sudah selesai dengan pekerjaannya, dia memilih pulang terlebih dahulu karena dia juga kurang enak badan.

"Mbak aku pulang duluan ya," ucap Irna lesu.

"Ti ati ya Ir, lo periksa deh ke dokter," ucap mbak Lusi.

"Iya Mbak kayanya anemia aku kumat deh," jawab Irna.

"Lo makan sayur kek Ir yang ijo ijo, jangan makan seblak mulu," ucap Inggit.

Irna memang maniak seblak, bahkan teman temannya menjulukinya si maniak seblak karena saking sukanya Irna dengan seblak.

"Iya tapi sayangnya gue bukan kambing yang sukanya rumput ijo, udah ah gue balik duluan," ucap Irna lesu.

"Iya lo ati ati ya, gue nemenin si keyra lembur kayanya," ucap Amir.

Amir memang penuh tanggung jawab, dia adalah sisten mbak Lusi jadi Amir ikut lembur untuk membantu pekerjaan Keyra dan mbak Lusi.

"Key masih banyak ya?" tanya Amir.

Keyra pun menoleh ke arah Amir, lalu kembali mengarahkan pandangan ke arah laptopnya sambil menjawab iya.

Akhirnya mereka pun kembali mengerjakan pekerjaannya, mbak Lusi pun masih sibuk dengan pekerjaannya.

Tepat jam tujuh malam mereka pun selesai dengan pekerjaannya, semua orang bersiap untuk pulang tak terkecuali Keyra dan yang lainnya.

Dewa pun baru keluar dari ruangannya, dia berjalan di ikuti Fahri dari belakangnya. Tanpa sengaja pandangan matanya mengarah ke arah Keyra dan Amir yang berjalan berbarengan menuju ke tempat parkir.

Lagi lagi Dewa kesal karena melihat Keyra yang sedang tersenyum manis kepada teman satu divisinya yaitu Amir.

Sedangkan mbak Lusi berjalan mengikuti mereka dari belakang, mbak Lusi pun tampak tertawa bersama mereka.

Tiba di parkiran Dewa sengaja memanggil Keyra, dia tak tahan melihat istri tercintanya tertawa bahagia bersama laki laki lain.

"Keyra!" teriak Dewa.

Refleks mereka bertiga menoleh ke arah sumber suara, jantung mereka rasanya seperti terlepas ketika melihat Dewa berdiri tak jauh dari mereka.

Keyra dan yang lainnya sedang berjalan menuju mobil Amir, karena rencananya Amir akan mengantar Keyra dan mbak Lusi pulang karena rumah mereka searah.

Mbak Lusi pun memberi kode agar Keyra menghampiri Dewa yang di sebut dengan tuan gunung es itu sebelum dia tantrum.

"Iya Tuan," ucap Keyra ketika dia sudah berada di hadapan Dewa.

"Aku yang akan mengantarmu pulang," ucap Dewa dengan tatapan yang menusuk.

Keyra pun mengangguk sambil tersenyum getir, ada apa dengan tuannya ini? Akhirnya Keyra pun masuk ke dalam mobil Dewa, bahkan Dewa sendiri yang membukakan pintu mobil untuknya.

Setelah duduk di kursinya, Keyra segera mengirimkan pesan kepada mbak Lusi bahwa dia akan di antar tuan Langga pulang.

"Mir, lo antar gue aja pulang si Keyra di antar tuan gunung es itu," ucap Mbak Lusi.

"Siap Mbak," ucap Amir yang langsung tancap gas.

Keyra benar benar tidak mengerti bagaimana dia mengartikan semua kebaikan Dewa, apa tujuan Dewa melakukan semua ini?

Keyra ingin mengatakan bahwa dia sudah menikah, dan tak mungkin bisa menerima laki laki lain karena statusnya yang sudah menikah.

"Tuan," ucap Keyra.

Keyra mencoba mengumpulkan keberaniannya untuk bertanya kepada tuannya, dia ingin kejelasan agar dia tak berharap lebih kepada laki laki yang duduk di sampingnya.

"Ada apa?" dia malah balik bertanya.

Berkali kali Keyra meremas ujung roknya, entah mengapa dia jadi merasa gugup sekarang.

"Kenapa anda begitu baik kepada saya?" tanya Keyra.

Keyra menundukkan pandangannya, dia tak berani menatap mata tuannya, entah mengapa Keyra merasa ada yang aneh dengan tatapan mata tuannya itu.

"Karena kau berhak mendapatkannya," ucap Dewa singkat.

Keyra benar benar tak puas dengan jawaban laki laki yang ada di sampingnya, dia ingin kembali bertanya namun urung.

Akhirnya Keyra memilih diam saja, dia tak berani bertanya lagi karena jawaban Dewa pun akan sama sepertinya.

Sesampainya di rumah Keyra, Dewa pun sengaja turun dari mobilnya. Dia merindukan Dimas putera semata wayangnya, bahkan dia masuk ke dalam rumah lebih dulu dari pada Keyra.

"Mana Dimas?" tanya Dewa.

"Sedang makan malam tuan bersama mbak Ayu," jawab sang pelayan.

Dewa pun segera menuju ruang makan, dia menghampiri Dimas. Lalu mengmbil alih tugas Ayu, setelah mencuci tangannya sampai bersih Dewa segera menyuapi Dimas.

Keyra bahkan tak percaya dengan apa yang di lihatnya, mengapa tuannya begitu ikut campur dalam urusan mengasuh Dimas?

"Aku tak tahu apa maksudnya melakukan ini?" batin Keyra.