aku tidak tahu apakah pernikahanku akan berjalan sempurna atau tidak...
aku juga tidak tahu apakah aku mampu melewati pernikahan ini hingga akhir atau tidak...
hanya Tuhanlah yang tahu akhir kisah cinta pernikahanku ini...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pedihnya Hati Ini
Alishba yang masih berdiri di dekat pintu masuk kamar tidur tamu terdiam kaku, saat menatap ke arah ranjang tidur dimana Sulaiman berbaring disana.
Melihat kondisi suaminya itu pulang-pulang dalam keadaan tak sadarkan diri seperti orang mabuk.
Pria gagah yang datang bersama Sulaiman lalu berpamitan kepada Alishba setelah dia membaringkan Sulaiman di atas ranjang tidur dalam kondisi tidak sadar itu.
"Saya pamit pulang, tugas saya mengantarkan tamu sudah selesai, nyonya", ucap pria gagah itu dengan agak menundukkan kepalanya.
"Ya, kuucapkan terimakasih atas kesedianmu yang sudi mengantarkan suamiku pulang", kata Alishba.
"Sama-sama, nyonya, kami juga ucapkan rasa terimakasih kami karena tuan telah berkunjung ke restoran kami", sahut pria gagah.
Pria itu berjalan pergi dari kamar tidur tamu, sebelum dia benar-benar berlalu meninggalkan rumah.
Alishba memanggilnya seraya memutar tubuhnya cepat, menghadap ke arah pria gagah yang bersama Sulaiman tadi.
"Tunggu, tuan !" panggilnya.
Pria gagah segera menghentikan langkah kakinya lalu berbalik cepat ke arah Alishba yang memanggilnya.
"Ya, nyonya", sahut pria gagah itu.
Alishba segera merogoh tas miliknya lalu mengeluarkan lembaran uang dari dalam tas seraya menyerahkannya kepada pria gagah itu.
"Ini tips dari kami karena telah membawa suamiku dalam keadaan selamat sampai ke rumah", kata Alishba sembari menatap serius.
Pria gagah tersenyum tipis lalu menggeleng pelan.
"Tidak, nyonya", sahutnya. "Kami tidak menerima pembayaran tips dari pelanggan restoran kami bekerja, kami ucapkan terimakasih kami, atas kesediaan suami anda yang berkunjung ke restoran kami", sambungnya.
Alishba terdiam tertegun tapi dia tidak dapat berbuat apa-apa selain menerimanya.
"Saya pamit pulang dulu, nyonya", ucap pria gagah itu lalu berlalu pergi dari hadapan Alishba.
Alishba memandangi kepergian pria gagah dari rumah.
"Hufh...", helanya murung.
Alishba melangkah masuk ke dalam ruangan kamar tidur tamu, dimana Sulaiman terbaring disana.
"Haruskah aku memaafkanmu dan terus bersamamu...", ucap Alishba.
Alishba memandangi kondisi Sulaiman yang terbaring asal serta tak sadar.
"Apakah ini hukuman yang kuberikan atas kesalahan pernikahan kita yang kau sebut sebagai aliansi pernikahan", kata Alishba.
Alishba berjalan menghampiri ranjang tidur tamu lalu melepaskan sepasang sepatu yang dikenakan suaminya dari kakinya.
Plak... Plak...
Alishba melemparkan sepasang sepatu milik Sulaiman ke atas lantai kamar kemudian menarik cepat selimut agar menutupi tubuh suaminya.
"Hmmm...", gumamnya seraya menghela nafas panjang.
Alishba mencoba bersabar menghadapi tingkah laku Sulaiman meski dia tahu sikap Sulaiman itu telah menyakiti hatinya.
"Demi Tuhan, apa kesalahanku yang telah kuperbuat selama ini", ucapnya seraya mengusap sudut matanya yang berair.
Alishba terburu-buru pergi dari sisi ranjang tidur tamu menuju luar ruangan.
Tiba-tiba terdengar suara berbicara dari arah ranjang tidur tamu.
"Kau akan kemana ?" ucap Sulaiman dari balik selimut dan masih menelungkup.
Alishba menghentikan langkah kakinya cepat, terdiam mematung, tak bereaksi.
Menunggu Sulaiman melanjutkan ucapannya.
"Tak sepantasnya kau pergi ketika suamimu memerlukanmu, Alishba'', sambung Sulaiman.
Terdengar Sulaiman terbatuk-batuk dari arah ranjang tidur tamu.
"Rasanya tubuhku pegal-pegal seperti dipukul oleh kayu", ucap Sulaiman mengeluh.
Alishba masih tidak menghiraukan kata-kata Sulaiman, masih berdiri diam bahkan tanpa menoleh.
"Pelayan restoran itu telah keliru memberiku minuman berakohol padahal mereka tahu itu terlarang untukku", kata Sulaiman.
Sulaiman berusaha bangun dari atas ranjang tidur tamu meski dia sangat kesulitan untuk melakukannya.
"Uhuk ! Uhuk ! Uhuk !"
Sulaiman terbatuk-batuk lagi ketika mencoba bangun.
"Tolong ambilkan aku air minuman, Alishba !" ucap Sulaiman.
Alishba menarik nafas dalam-dalam seraya menahan air matanya.
"Alishba...", panggil Sulaiman.
Alishba berusaha menyingkirkan ego dirinya dan membalik badannya, menghadap ke arah ranjang tidur tamu, tempat Sulaiman berbaring disana.
"Ya...", ucapnya sembari menaikkan ujung dagunya agak ke atas.
"Tidakkah kau dengar permintaanku tadi !?" sahut Sulaiman.
"Baik...", ucap Alishba yang mencoba bersabar.
Alishba berjalan ke arah meja tamu dimana air minuman selalu tersedia disana.
Diambilnya segelas minuman air kemasan dari atas meja lalu melangkah menghampiri Sulaiman seraya memberikan minuman
"Ambillah !" ucap Alishba lalu berjalan agak menjauh.
Sulaiman melirik cepat ketika Alishba menjauh mundur dari sisi ranjang tidur tamu.
Namun Sulaiman mengacuhkannya dan terus melanjutkan niatnya untuk minum.
Alishba menarik nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan ucapannya lagi kemudian menoleh ke arah Sulaiman dan memandanginya.
"Aku akan pergi mengambil pesanan kue dari toko Hemeti, jika kau tidak ada kepentingan lagi maka aku pamit pergi sekarang", kata Alishba.
"Apa kau akan pergi sendirian ?" tanya Sulaiman setelah menghabiskan minumannya.
"Ya...", sahut Alishba mengangguk cepat.
"Mintalah pada sopir di rumah agar mengantarkanmu pergi ke toko Hemeti", ucap Sulaiman.
"Ya, aku tahu itu", jawab Alishba.
"Kau akan pergi sekarang", kata Sulaiman yang masih memandangi segelas minumannya yang telah habis.
"Ya, aku akan pergi sekarang", sahut Alishba dingin.
"Baiklah, kau boleh pergi sekarang", kata Sulaiman.
Sulaiman menolehkan kepalanya ke arah Alishba seraya menatapnya sendu.
"Jika tidak ada yang kau perlukan lagi dariku maka aku ijin pergi untuk mengambil pesanan kue di toko Hemeti sekarang", sambung Alishba.
Alishba diam-diam melirik ke arah Sulaiman yang terdiam sembari menundukkan pandangannya.
"Apa aku boleh pergi sekarang ?" tanya Alishba.
"Ya, boleh, kau boleh pergi sekarang", sahut Sulaiman datar.
"Kalau begitu aku pergi dulu", kata Alishba sambil memutar badannya ke arah jalan keluar.
Alishba melangkahkan kakinya menuju ke arah pintu kamar, berniat pergi dari ruangan yang menyesakkan itu.
Rasanya ingin secepatnya berlalu dan menghilang dari pandangan ketika Sulaiman menatapnya terus-menerus.
Tap ! Tap ! Tap !
Alishba mempercepat langkah kakinya saat berjalan ke arah pintu kamar tidur tamu yang luas ini.
Bruk !
Terdengar suara gaduh dari arah ranjang tidur tamu.
Alishba langsung menoleh ke arah suara itu sambil memutar cepat tubuhnya, menghadap ke arah Sulaiman berada.
Betapa terkejutnya Alishba yang melihat Sulaiman jatuh ke atas lantai kamar.
Alishba segera berlari dengan wajah cemasnya ke arah Sulaiman yang terkapar di lantai.
"Kau tidak apa-apa", ucapnya.
Alishba mencoba membantu Sulaiman, untuk bangun dari lantai kamar tidur tamu, namun, tiba-tiba saja, Sulaiman menarik cepat pergelangan tangan Alishba.
Sulaiman menatap tajam ke arah Alishba, terdiam lama ketika pandangan mereka saling beradu.
"Apa yang lebih penting dihidupmu saat ini, Alishba ?" ucapnya dengan sorot mata serius.
Alishba tercekat diam, kelihatan kebingungan ketika Sulaiman bersikap serius.
"Ak-aku tidak tahu hal yang terpenting di hidupku saat ini", sahut Alishba sembari memalingkan muka.
"Tidakkah kau sadari jika kita telah menikah, Alishba", ucap Sulaiman.
"Ak-aku tahu itu...", sahut Alishba gugup.
"Seharusnya kau lebih memprioritaskan aku daripada apapun yang ada di dunia ini, Alishba", kata Sulaiman.
"Apa kau menuntutnya dariku ?" tanya Alishba.
"Ya !" sahut Sulaiman.
"Bukankah aku bukan siapa-siapa bagimu dan tidak berharga kehadiranku buatmu saat ini meski kita sudah menikah", kata Alishba.
"Dan aku selalu mengendalikan diriku dari itu semua, Alishba", ucap Sulaiman.
Sulaiman menatap tajam kepada Alishba.
"Haruskah kita selalu bersikap seperti ini tanpa kepastian yang jelas, sampai kapan aku akan menunggumu, Alishba", kata Sulaiman.
Alishba menarik cepat pergelangan tangannya lalu beranjak berdiri seraya melangkah mundur.
"Aku tidak memahamimu, Sulaiman", ucap Alishba sembari menatap dingin ke arah suaminya.
Alishba memutar tubuhnya lalu berlari cepat ke arah pintu kamar, berniat pergi dari tempat itu.
"Tahukah kau bahwa aku sangat menginginkanmu, Alishba !!!'' teriak Sulaiman.
Tampak Sulaiman berteriak lantang saat dia berbaring, menghadap ke arah Alishba yang berjalan pergi.
"Alishba !!! Kembali kau, Alishba !!!" teriak Sulaiman.
Namun Alishba terus melangkah pergi, tanpa menghiraukan teriakan Sulaiman kepadanya, karena dia tahu bahwa kondisi Sulaiman setengah sadar saat ini. Dan Alishba berusaha menghindarinya dari ketidakpastian dalam hubungan mereka.
"Alishba !!!" teriak Sulaiman menjadi-jadi ketika Alishba meninggalkan dirinya sendirian di dalam kamar tidur tamu dengan hati yang teramat pedih.
serem amat nikah kayak gini, thor !
aliansi pernikahan, gak ada tulus-tulusnya, gak ada cinta juga klo nikah seperti iniiii...