Reiner merupakan ketua Mafia/Gengster yang sangat di takuti. Ia tak hanya di kenal tak memiliki hati, ia juga tak bisa menerima kata 'tidak'. Apapun yang di inginkan olehnya, selalu ia dapatkan.
Hingga, ia bertemu dengan Rachel dan mendadak sangat tertarik dengan perempuan itu. Rachel yang di paksa berada di lingkaran hidup Reiner berniat kabur dari jeratan pria itu.
Apakah Rachel berhasil? Atau jerat itu justru membelenggunya tanpa jalan keluar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Eng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12. Dia dan hidupnya
Reiner tersenyum kecut mendengar perkataan Rachel. Ia lalu melepaskan perempuan itu tanpa berkata apapun lagi. Berlega hati sebab meskipun harus selalu berakhir dengan kesan buruk seperti ini, tapi Rachel sudah bersedia makan.
Reiner memang tak bisa lembut seperti pria kebanyakan. Ia tak mengerti apa itu kelembutan. Karena suatu hal lah, ia menjadi seperti seperti saat ini sekarang. Tapi ia tak mau Rachel sakit jika sampai telat makan. Dan hanya itu cara yang ada di otaknya. Cara menurutnya paling mujarab dan tak mungkin di tolak oleh Rachel yang selalu keras kepala terhadap dirinya.
"Kau akan tetap di sini sampai kau meminta maaf kepadaku dengan benar!" pungkas Reiner sembari berjalan angkuh meninggalkan Rachel yang terlihat terkejut.
Di lain tempat, Dilan terlihat resah karena hingga cafe mau tutup, Rachel tak juga terlihat datang. Perempuan itu tak bisanya tak izin seperti saat ini. Apalagi setiap hari, Rachel memang harus masuk karena kemauannya sendiri.
Gina yang melihat bosnya risau, terlihat berjalan mendekat. Penasaran dengan apa yang membuat air muka bos-nya berbeda.
"Kak Dilan?"
Dilan sempat terkejut manakala Gina menegurnya.
"Iya, Gin ada apa?"
"Kita udah mau tutup, kenapa belum siap-siap?" Gina bahkan sampai mengerutkan keningnya heran.
"Rachel ada ngabarin kamu hari ini?" balas Dilan yang rupanya mencemaskan Rachel.
Gina menggeleng. "Dia memang nggak masuk dari pagi. Tapi saya kira udah izin ke kak Dilan." terangnya yang malah jadi ikutan bingung.
Dilan yang resah akhirnya mendatangi kediaman Rachel. Namun setibanya di sana, ia di sambut oleh Sonia dan Helen. Sonia terpaku menatap wajah ganteng Dilan. Pria di depannya ini juga terlihat lebih ramah ketimbang Reiner yang terus menerus memasang muka angkuh.
"Maafkan Rachel. Dia memang selalu begitu. Anak itu sejak dulu memang suka cari masalah!" kata Helen yang menduga bila kedatangan Dilan lantaran marah.
Dilan terdiam. Kenapa wanita itu malah menjelekkan Rachel. Padahal dia hanya menanyakan dimana keberadaan Rachel seharian ini, sebab ponselnya pun juga tak dapat di hubungi.
"Maaf, tapi...apa ada hal penting yang mau anda sampaikan pada Rachel sehingga mencarinya kemari?" tanya Helen penasaran.
Dilan seketika menggeleng. "Tidak ada. Saya hanya khawatir saja. Tak biasanya dia tidak izin seperti ini." terang Dilan.
Membuat Sonia dan Helen saling memandang dengan tatapan penuh selidik.
"Baiklah. Kalau begitu, saya akan mencoba mencarinya di luar!"
"Biar aku temani." sergah Sonia tiba-tiba dan berhasil membuat Dilan terdiam beberapa saat.
"Ibu, aku akan ikut mencari kakak!" kata Sonia yang menyebut nama Rachel dengan nama kakak di depan Dilan.
"Boleh kan?" lanjut Sonia.
Sejenak Dilan ragu, namun sejurus kemudian pria itu mengangguk. "Baiklah!"
Bagi Sonia, ia tak ingin melihat saudara tirinya itu senang dan lebih unggul dari padanya. Enak saja Rachel di khawatirkan oleh pria tampan seperti ini. Lebih baik dia mendekati pria ini.
Beberapa saat kemudian.
"Jadi kau adalah adiknya?" tanya Dilan dengan posisi menyetir mobil.
Sonia mengangguk. "Kami beda Ibu!" ungkapan sebenarnya malas.
"Tapi Rachel tidak pernah menceritakan hal itu padaku!"
"Kakak memang kurang menyukai ku dari dulu. Wajar, mungkin dia belum menerima keberadaan ku bersama Ibu!"
Dilan tak lagi bertanya. Benarkah Rahel memiliki sikap seperti itu?
"Emmm kakak, siapa nama?" tanya Sonia berusaha mengalihkan topik pembicaraan.
"Aku Dilan!"
"Aku Sonia!"
***
Rachel menatap dirinya pada pantulan cermin. Ia merasa dirinya sangat kotor. Semua hal yang ia jaga telah di renggut paksa oleh Reiner. Pria itu bahkan seperti mencabik-cabik tubuh tanpa ampun. Sakit dan nyeri.
Melihat jam sudah pukul sebelas malam. Dengan kewanitaan yang masih terasa ngilu ketika di buat berjalan, Rachel mencoba keluar kamar. Bukankah beberapa menit yang lalu terdengar deru mobil?
Pasti Reiner keluar. Ia berjalan keluar tanpa alas kaki. Berusaha mencari tahu tentang mansion besar ini. Ia yakin bila Ayahnya masih di kurung di tempat ini.
Ketika berjalan dan tiba di dapur, ia dan Lydia tak sengaja saling terkejut. Hal itu terjadi sebab mereka melihat satu sama lain dalam waktu yang tak di duga.
"Kenapa kau bisa sampai kemari?" tanya Lydia dengan wajah takut.
"Jangan keras-keras. Ku mohon!" Rachel terlihat resah sebab takut kalau kepala pelayan bakal tahu.
Lydia menatap risau Rachel yang mengajaknya menepi. Ia benar-benar tidak tahu mengapa Rachel terlihat begitu kacau.
"Apa kau melihat Reiner menyekap orang sakit. Maksudku..."
"Maaf, kau tidak bisa mengobrol denganmu. Aku tidak mau mengambil resiko!" Lydia memilih pergi sebab desas-desus yang ada Rachel merupakan wanita spesial bagi Reiner.
Meskipun ia masih tak percaya. Sebab jika Rachel di pilih oleh Reiner, kenapa keadaan perempuan itu terlihat memperihatinkan. Tapi kalau untuk meragu, ia belum pernah melihat Reiner menyekap wanita seperti itu. Membuktikannya bila Reiner tentu saja memiliki hubungan spesial dengan Rachel.
Rachel mendekat. Baru saja ingin mencari tahu tapi Lydia malah pergi dengan wajah ketakutan. Rachel akhirnya berjalan mengikuti intuisinya. Tapi ia tak tahu, bila semua jalan di sana telah di pasangin oleh CCTV.
Reiner yang sedang berada di luar dan tengah memeriksa barang dagangannya harus menahan diri saat Marlon memberinya kabar soal Rachel.
"Bilang pada Agatha untuk memastikan pintu kaluar di tutup!"
"Baik tuan!"
Reiner lalu memfokuskan kembali kepada transaksinya malam ini. Terlihat seorang pria yang di mulutnya terselip sebatang rokok menatap tajam.
"Bukankah harga sudah kita sepakati? Kenapa sekarang berbeda?"
"Kalau kau tidak mau berikan saja kepada orang lain. Di sini aku yang menentukan, bukan kau!" tukas Reiner tak mau basa-basi.
"Aku tidak mau!"
Reiner tersenyum dan sejurus kemudian.
DOR!
DOR!
Kesemua orang di sana seketika menelan ludah gugup begitu melihat pimpinan mereka tewas karena di tambak kepalanya. Reiner bangkit lalu mengantongi tangannya sembari berjalan.
"Yang sudah aku tentukan tidak boleh di ubah. Siapa diantara kalian yang mau ikut dengan bosmu?"
Kesemua dari mereka tak ada yang berani menjawab. Takut sebab pria di depannya yang di kabarkan tak memiliki hati, ternyata benar adanya.
"Kalau begitu angkut semua barang dan kirim ke dermaga sekarang juga!"
Reiner benar-benar orang yang cermat. Ia tahu bila pria pendek tadi hendak mengelabuinya. Sengaja menaikkan harga karena dia juga diam-diam menjual kepada saingannya.
Dan Bryan yang mendengarkan Reiner menggagalkan rencananya terlihat menghentikan meja sembari mengumpat.
"Bawa orang-orang di dalam, kita pergi dulu besok. Aku tidak mau sampai Reiner tahu kalau Daru adalah orang kita!"
Slnya si rainer lg mumet sm nenek sihir