Mengulik kehidupan selebriti di belakang layar. Novel ini menceritakan tentang, Kayla Aruna, selebriti kurang terkenal yang sudah lama berkecimpung di industri dunia hiburan itu harus menerima kritikan pedas dari netizen setelah dia tampil di salah satu program variety show bersama Thaniel Hanggono.
Namun di tengah kontroversi yang menimpa Kayla, tawaran untuk bermain film bersama Thaniel justru datang dari salah satu production house dengan bayaran yang cukup mahal. Kayla yang menerima tawaran itu karena tertarik dengan naskahnya pun semakin banyak menerima hate comment karena dianggap panjat sosial menggunakan nama Thaniel.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yourlukey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Endors
"Karir Kayla seterpuruk itu sampai harus diganti dari projek film dan keluar dari agensi?" Thaniel bertanya pada Nando begitu mereka masuk ke dalam apartemen, dia langsung duduk di sofa sambil menyilangkan kaki.
"Saya tahunya menurunkan rate-card itu sudah paling parah, tapi saya nggak tahu kalau karirnya seterpuruk itu." Nando membuka kulkas lalu mengeluarkan dua buah kaleng soda. Yang satu dia taruh di hadapan Thaniel, sementara yang satu lagi dia buka pengaitnya lalu dia minum untuk dirinya sendiri.
"Selebriti yang lain bisa, tuh, memanfaatkan gosip buat naikin namanya, kenapa Kayla malah sebaliknya?" Thaniel juga meraih soda kaleng di hadapannya lalu membuka pengait dan meneguk isinya.
Nando menyenderkan tubuhnya di tembok. "Seperti yang Mas Thaniel tahu kalau Kayla tidak suka memanfaatkan keadaan. Dia tidak suka menaikkan namanya karena sensasi."
Thaniel menghela napas kasar. "Iya, gue tahu. Tapi kan seenggaknya dia klarifikasi kalau itu bukan salah dia, semua itu hanya angle kamera. Masa dia nggak mau ngebela dirinya sendiri?"
"Kayla beneran orang yang berpegang teguh sama prinsipnya." Kata Nando.
Thaniel menghela napas kasar untuk kesekian kalinya. "Tapi kenapa sih netizen ngehujat dia sampai segitunya? Itu cuma tatapan, kenapa mereka suka memperdebatkan hal yang nggak berguna?"
"Saya rasa itu bukan cuma karena tatapan sinis." Nando menggantung ucapannya.
Thaniel menatap manajernya tidak mengerti. "Maksudnya?"
"Maksudnya itu karena Mas Thaniel. Mas Thaniel yang dapat tatapan sinis itu, makanya mereka bereaksi berlebihan."
"Kenapa karena gue?"
"Karena Mas Thaniel yang karirnya berada di atas, Karena Mas Thaniel yang punya lebih banyak fans, karena Mas Thaniel yang dianggap mereka lebih layak dibela, karena Mas Thaniel yang lebih dikenal." Jelas Nando. "Karena Mas Thaniel adalah laki-laki, tampan lagi. Coba kalau Mas Thaniel itu perempuan."
"Kenapa malah jadi nyudutin gue?" Thaniel tidak terima. "Kan gue juga udah ngebela Kayla kalau dia nggak salah."
Nando kembali meneguk sodanya. "Setelah saya cek komentar-komentar jahat itu, rata-rata yang menghujat Mbak Kayla itu adalah perempuan, ada sih laki-laki, tapi nggak banyak. Suka nggak suka, terima nggak terima, itu kenyataannya. Coba saja yang lebih populer itu Mbak Kayla, yang karirnya lebih di atas itu Mbak Kayla, pasti tanggapannya beda. Coba saja Mas Thaniel itu perempuan atau Mbak Kayla itu laki-laki, mungkin Mas Thaniel yang dihujat atau mungkin editan video itu nggak pernah ada. Sekali lagi ini bukan salah Mas Thaniel, hanya saja pandangan netizen yang berbeda, mungkin kalau mereka bersikap lebih objektif, hujatan-hujatan itu juga nggak akan pernah ada."
Thaniel menghela napas kasar. Dia mengerti apa maksud Manajernya. "Terus gimana tanggapan pihak televisi?"
"Yang pasti mereka cuci tangan, nggak mau disalahin. Lagian mereka juga nggak bakal tahu kalau akan ada evil editing, jadi mereka nggak mau ikut campur. Dalam kejadian ini hanya Kayla yang bener-bener dirugiin secara materi dan reputasi."
Thaniel menyandarkan kepalanya di punggung sofa sambil menarik napas dalam-dalam. "Kenapa gue malah mikirin kejadian itu terus, sih." Gumamnya.
Beberapa detik kemudian ponsel Nando berdering.
"Halo." Dia menyahut setelah menggeser tombol hijau di layar. "Maksudnya gimana, ya? Nggak bisa ngajarin Mas Thaniel akting lagi? Oh, begitu. Saya minta maaf sekaligus berterima kasih. Anda tidak salah. Nanti saya percepatan pembayarannya." Nando lalu menutup sambungan teleponnya kemudian menatap Thaniel sebal. "Mas Thaniel berhentiin guru akting lagi?"
Thaniel berdeham lalu memperbaiki posisi duduknya. "Oh, itu. Gue ngerasa nggak cocok aja sama dia."
"Mas Thaniel masih berharap kalau Kayla mau nerima tawaran buat jadi guru akting?"
Thaniel mendecak. "Kok lo mikir gitu, sih. Ya nggaklah. Kan lo bilang sendiri kalau Kayla berpegang teguh sama prinsipnya."
Nando mangut-mangut, sekali lagi dia memberi peringatan pada Thaniel. "Awas ya, kalau masih berharap."
Thaniel menganggukan kepala. "Iya."
Lahir di keluarga yang mempunyai banyak privilege juga memengaruhi perilaku Thaniel, salah satunya adalah dengan mengganti orang-orang yang tidak sesuai dengan dirinya, alih-alih beradaptasi. Karena hal itu membuat Nando sangat kesulitan untuk mengganti orang-orang yang tidak cocok dengan Thaniel.
"Tolong anggap saja mereka ini kru film, Mas Thaniel. Kalau ada kru film yang nggak cocok sama Mas Thaniel, apa mau diganti? Nggak, kan? Begitu juga sama guru akting. Anggap saja mereka ini salah satu kru film."
"Ya kalau nggak cocok mau diapain lagi?" Thaniel membela diri.
"Mas Thaniel!" Nando berseru. "Dalam 2 tahun Mas Thaniel sudah mengganti guru akting sebanyak lima belas kali."
"Gue genapin jadi dua puluh empat kali, ya."
Nando tidak menjawab. Dia hanya menatap Thaniel dengan tatapan sinis. Hal itu tentu membuat laki-laki itu mengerutkan dahi.
Thaniel mendengus. "Iya, nanti nggak gue ganti lagi."
...***...
Seminggu kembali berlalu. Sampai saat itu masih belum ada tawaran endors maupun projek film untuk Kayla. Selama itu pula yang dia lakukan hanyalah bermalas-malasan di dalam apartemen sambil membuka pesan media sosial yang tak kunjung ada tawaran untuk bekerja sama. Yang ada hanyalah tumpukan pesan hujatan yang ditujukan kepada dirinya.
"Orang-orang ini pada nggak sibuk apa, neror orang hampir dua puluh empat jam." Kayla menggerutu sebal sambil terus menatap layar komputernya. Dari semua pesan hujatan itu, tidak ada satu pun yang Kayla buka. Hujatan melalui kolom komentar sudah cukup melukai hatinya. Dia tidak ingin menambahnya lagi dengan membuka pesan-pesan itu.
Seminggu kembali berlalu, komentar kebencian di akun media sosial Kayla perlahan-lahan mulai berkurang. Kayla akhirnya bernapas lega. Sambil melihat pesan yang masih belum ada pemberitahuan terbaru, dia menyandarkan kepalanya di punggung kursi. Tak selang berapa lama, satu buah pesan masuk dari sebuah produk pakaian.
Kayla membuka pesan itu. Akhirnya dia kembali mendapat tawaran endors. Kayla berseru ria. Saat dia ditanya berapa rate-card untuk meng-endors dirinya, perempuan itu memberi harga normal seperti sebelum dia terkena skandal. Meskipun nanti dia akan menurunkan harga, siapa tahu saja tawaran pertamanya itu akan berhasil. Dan ya, Kayla akhirnya kembali berseru ria setelah owner produk itu menyetujui permintaannya.
"Thank God, karirku kembali normal." Kayla mengucap syukur. Dia lantas mengetik kalimat terima kasih kepada produk yang menawarinya endors.
Setelah kesepakatan itu terjadi, beberapa hari kemudian Kayla menerima kabar jika produk yang akan dia endors telah dikirim ke tempat tinggalnya. Gadis itu pun buru-buru ke pos security untuk mengambil benda tersebut.
"Mbak Kayla kayaknya lagi seneng banget." Nando yang sedang menunggu lift terbuka itu menyapa setelah melihat Kayla mendekat dengan wajah yang semringah.
Kayla mengulum senyum. "Kelihatan banget, ya."
Nando mengangguk.
"Gue dapat endors lagi dengan harga normal." Jawab Kayla sambil tersenyum lebar di sepanjang kalimatnya.
Nando ikut senang. "Selamat Mbak Kayla. Saya ikut senang mendengarnya."
Pintu lift terbuka, keduanya lantas masuk ke dalam sambil bercakap-cakap tidak jelas. Sesekali tertawa.