Kartina ( Kau Dan Dia Pemenang Nya)

"Buset, gak di balas Chat gue." grutu Ares pada ponselnya.

Malam ini Ares dan Aldo terlihat tengah menikmati kopi di sebuah coffeshop tempat biasa yang mereka kunjungi. mereka memang selalu kemana-mana bareng, bukan mereka tidak mempunyai teman yang lain. tapi bagi mereka, rasa nyaman berteman itu paling penting. bahkan mereka sudah berteman dari kecil. bahkan keduanya sudah mengenal sifat buruknya masing-masing.

"Kenapa lagi?"

"Gue kan barusan chat Sri ya, enggak di balas anjir, gila tuh cewek, pantas aja teman-temannya bilang dia jutek. orang dingin banget dia." jelas Ares merasa kesal karena chat nya tidak di balas oleh Sri.

"Lagian ngapain sih Lo chat dia segala, mau ngapain?"

"Ya gue penasaran aja sama dia, dari awal gue lihat dia, gue udah jatuh cinta pandangan pertama."

Rasanya Aldo yang mendengar itu ingin muntah.

"Emang rasa bersalah Lo sama tina udah hilang?"

"Ya belum, ya makanya gue harus cari cewek lagi biar gue lupa sama dia." jelas Ares.

"Gila, jadi tujuan Lo deketin Sri buat lupain Kartina doang gitu?" Aldo mendengar itu tidak habis pikir pada Ares.

"Ya enggak lah, gue kan sama Kartina kemarin LDR. kalau sama ini kan enggak. gue lagi nyari cewek yang selalu ada aja buat gue, perhatian, emang Lo, gak suka cewek." celetuk Ares tiba-tiba saja meledek sahabatnya.

"Yang bilang gue sukanya sama cowok siapa?" ucap Aldo menatap sahabatnya datar.

Ares yang mendengar itu terkekeh pelan.

"Gue gak mau tahu, apapun resikonya gue harus bisa dapatin hati dia." ujar Ares.

Prinsipnya memang selalu begitu, dia selalu mengambil kesempatan tanpa memikirkan resiko. Karena bagi Ares, tidak salah nya kan buat mencobanya dulu?

"Terserah."

Aldo kembali membuka ponselnya, menonton video lucu tanpa mempedulikan ucapan Ares yang dari tadi omongannya selalu kemana-mana.

Ares menatap Arah sekitar, banyak pengunjung di sekitarannya yang menikmati angin malam dengan secangkir kopi di tengah gempuran suara live music.

"Do lihat, gila tuh cewek cantik banget, body nya massyallah."

"Gue gak peduli." ucapnya dengan pandangan yang masih fokus pada layar ponsel.

Ares tidak diam, cowok itu berusaha memancing Aldo. apakah Aldo beneran suka cowok atau suka cewek sebenarnya?

"Gila keren banget tuh cowok, udah putih, cakep lagi."

"Lo suka cowok sekarang?"

Ares yang mendengar Jawaban dari Aldo, terdiam, yang tadinya dia ingin mengetes sahabatnya. malah dia sendiri yang kena sasarannya.

"Sembarangan kalau ngomong, enggak!"

"Itu barusan apa muji-muji cowok orang?"

"Enggak, kata siapa? orang ganteng juga gue." ucap Ares gelagapan, cowok itu terkena jebakan nya sendiri.

"Ya Lo sama dia emang gantengan Lo, tapi Lo sama gue ya gantengan gue lah." balas Aldo tidak mau kalah.

Ares yang mendengar itu langsung mual.

"Terserah Lo dah, Lo emang palingan ganteng."

•••••••

Fahri, cowok itu sedang berada di dalam kamarnya dengan posisi terlentang sambil memperhatikan lampu yang menerangi kamarnya. tatapannya terlihat tenang, senyuman lebar saat tiba-tiba nama Kartina terlintas di kepalanya. Fahri sudah menyimpan perasaan itu sejak lama, sudah dua tahun dia simpan. namun Fahri tidak pernah berani buat mengungkapkannya langsung.

"Sampai kapanpun, aku selalu suka semua tentang kamu tin."

Fahri berjalan ke arah lemari, cowok itu menggeser lemari nya. di sana lebih dari sepuluh Foto Kartina yang menempel di dinding, Fahri sengaja menyembunyikan itu agar semua orang tidak ada yang tahu. bahkan Fahri sempat memotret Kartina diam-diam saat kartina sedang di kantin, atau di kelasnya bersama yang lain.

Fahri kembali ke tempat tidur untuk mengambil ponselnya. rasanya dia ingin menelfon Kartina sebelum dia tidur. berharap dia akan bermimpi indah di alam tidurnya.

'Hallo ri.'

Terdengar suara kartina dari ponsel Fahri. cowok itu menarik nafasnya pelan. berusaha tenang saat dia sedang berbicara dengan Kartina.

'Lagi apa tin?'

'Baru selesai sholat, kenapa?'

'Aku ganggu gak kira-kira?'

'Enggak sih, tapi kayaknya gak bisa lama ri, mau lanjut tidur soalnya, takut kesiangan besok'

"Oh gapapa, tapi besok aku jemput boleh?'

'Boleh kalau gak ngerepotin.'

'Oke besok aku jemput, kamu boleh tidur sekarang.'

'yaudah bye ri.'

'bye.'

Saat sambungan itu terputus, Fahri langsung berteriak heboh. dia merasa senang karena penantian yang dia tunggu untuk bisa lebih dekat bersama Kartina tidak sia-sia. Fahri benar-benar mengharapkan Kartina untuk jadi kekasihnya. dia tidak mau lagi menunggu yang ada hanya buang-buang waktu. seperti yang pernah Fahri lakukan dulu.

•••••

"Siapa tin barusan yang nelpon?" tanya Kartini yang baru saja masuk kedalam kamar adiknya.

Kartini tadi sempat mendengar percakapan antara keduanya. dia penasaran, makanya Kartini langsung menanyakan itu langsung pada Kartina.

"Fahri kak, anak kelas XI"

"Bukanya dia lagi dekat sama Elisa ya teman kamu?"

"Katanya sih mereka gak ada hubungan apa-apa."

"Terus dia deketin kamu sekarang?" Kartini semakin penasaran.

"Gak tau juga sih, udah ah mau tidur besok aja ceritanya." ucap Kartina merasa ngantuk.

Kartini menghela nafas pelan, dia pun memutuskan untuk kembali ke kamarnya.

"Yaudah Kakak ke kamar dulu, good night "

"To."

•••••

Aldo, malam ini dia tidur sendirian di rumahnya. Biasanya Ares yang selalu menemani nya, namun Ares memilih untuk tidur di rumahnya. Aldo juga tadi sempat di suruh menginap di rumah Ares, namun dia menolak, cowok itu lagi butuh waktu buat sendiri. tiba-tiba saja dia merindukan sosok ibunya yang saat ini tengah berada di arab Saudi.

jujur, Aldo tidak bisa tidur, dia tidak biasa tidur sendirian. Kedua matanya masih menatap kemana-mana. Aldo pun memutuskan untuk duduk di atas kasur, rasanya dia ingin menelpon ibunya.

Aldo mengambil ponselnya yang terletak di atas nakas. dia segera mencoba menghubungi ibunya melalui telpon. Namun sayangnya, tidak di angkat.

"Aldo kangen mah..."

"Aldo kesepian.."

"Mamah kapan pulang?"

"Aldo pengen peluk mamah."

Aldo tidak berhenti untuk terus mengucapkan itu di setiap malamnya. dia benar-benar merindukan sosok ibunya yang sudah lama ini pergi. Aldo benar-benar tinggal sendirian, bahkan ayahnya saja sudah tidak peduli dengan keadaannya. untuk menanyakan kabar saja sudah jarang.

Aldo mengambil foto dia bersama ibunya di atas nakas, Aldo masih ingat dengan foto itu, ia, foto itu waktu Aldo masih SMP kelas dua. tidak ada satupun kenangan yang pernah Aldo lupakan bersama ibunya, kecuali ayahnya, dia benar-benar membenci pria yang pernah menjadi ayahnya itu.

Aldo kembali merebahkan tubuhnya ke atas kasur sambil memeluk foto bersama ibunya.

"Kalau Aldo pergi duluan gapapa kan mah?