NovelToon NovelToon
Sisi Gelap Sebuah Klinik

Sisi Gelap Sebuah Klinik

Status: sedang berlangsung
Genre:Rumahhantu / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: LiliPuy

Doni, seorang anak yang menitipkan hidupnya di sebuah klinik, namun ternyata klinik tersebut menyimpan sejuta rahasia penting, terutama untuk hidupnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LiliPuy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

jadwal yang tak biasa

“Ara, bukankah ini hari libur?” Doni terkejut begitu melihat papan pengumuman di depan klinik. “Kenapa klinik buka?”

“Entahlah,” Ara menjawab, mengerutkan dahi. “Harusnya semua tutup. Ini mencurigakan.”

“Ya, tapi lihat stafnya. Tidak ada satu pun wajah yang familiar.” Doni melangkah mendekat, memandangi para staf yang berseragam baru, semua tampak sibuk.

“Aku merasa ada yang aneh. Setiap kali aku datang ke sini, wajah-wajah yang sama selalu menyambutku,” kata Ara, memperhatikan para staf yang mengobrol seru di sudut ruangan.

“Harusnya kita menyelidikinya. Kita harus tahu kenapa mereka buka di hari libur,” ucap Doni, bersemangat.

Ara mengangguk, mata berbinar. “Aku setuju! Kita perlu mencari tahu siapa mereka.”

“Mungkin, kita bisa tanya pasien yang datang?” Doni menyarankan.

Ara menyeringai. “Ide bagus, Doni! Tapi kita harus hati-hati. Jangan sampai mereka curiga.”

Doni melirik jam tangannya. “Kita punya waktu. Aku bisa menunggu di luar, sementara kamu masuk.”

“Tak perlu! Kita pergi bareng. Semakin banyak kita melihat, semakin baik,” Ara menegaskan.

“Baiklah, tapi jangan sampai mereka mendengar bahwa kita curiga. Itu bisa jadi masalah,” Doni memberi peringatan.

Mereka memasuki klinik dengan hati-hati. Suasana di dalam tampak ramai, jauh dari hari libur yang seharusnya tenang. Doni melihat seorang wanita menjinjing tas besar, berharap ia bisa mendekati pasien.

“Ara, lihat itu!” Doni mengarahkan pandangan ke arah seorang lelaki yang berjalan menyusuri koridor. “Siapa dia? Tidak pernah melihatnya sebelumnya.”

“Entahlah. Aku mencoba mengenal semua staf di klinik ini, tapi dia tidak termasuk,” Ara berkata, menyelipkan tangan di saku.

“Kalau begitu, kita harus tanya sesuatu. Siapa yang bisa kita ajak bicara?” Doni memandangi sekeliling.

“Yang itu, terlihat pelayan. Dia menjaga meja registrasi. Aku akan bertanya padanya,” Ara berujar.

Doni tersenyum, merasa bangga dengan keberanian Ara. “Ayo, hati-hati.”

Ara menarik napas dalam-dalam sebelum mendekati meja registrasi. “Permisi, bisa saya tanya sedikit?”

Pelayannya menoleh, tampak sedikit terkejut. “Oh, tentu. Ada yang bisa saya bantu?”

“Klinik ini buka di hari libur? Kenapa?” Ara bertanya cepat.

“Oh, kami memiliki beberapa pasien khusus hari ini. Mereka butuh perawatan lanjutan,” jawab pelayan sambil merapikan berkas di mejanya.

“Pasien khusus?” Ara mengulangi, merasa ada yang tidak beres.

“Ya. Klinik ini kadang mengakomodasi situasi tertentu,” pelayan menjelaskan, tetapi wajahnya tampak curiga.

“Bisa jelaskan lebih lanjut?” Ara mendesak.

Pelayan mulai gelisah. “Maaf, saya tidak bisa memberikan informasi lebih dari itu.”

“Bisa tolong bagi informasi kepada dokter, bahwa kami perlu bantuan?” Ara tidak membiarkan pelayan pergi begitu saja.

“Bukan wewenang saya. Silakan tanya dokter yang bertugas.” Pelayan mengalihkan pandangan.

Ara beranjak kembali ke Doni, wajahnya meringis. “Tidak ada informasi lebih dari pelayan itu.”

“Kita harus mencari dokter,” Doni berkata tegas. “Dia pasti tahu lebih banyak.”

Saat mereka bergerak menyusuri koridor, sorot mata Ara menangkap seorang dokter yang berdiri di depan pintu ruangan periksa. “Doni, lihat! Itu dia!”

“Dia tampak sibuk. Sebaiknya kita tidak mengganggu,” Doni mengingatkan, tetapi Ara sudah berjalan lebih dekat.

“Permisi, Dokter!” Ara memanggil dengan ceria, berusaha menutupi kegugupannya.

Dokter itu menoleh, wajah tegasnya mencair sebentar. “Ada yang bisa saya bantu?”

“Klinik ini buka hari libur? Kenapa?” Ara bertanya sembari tersenyum.

“Ah, beberapa pasien perlu perawatan khusus. Kami melakukan yang terbaik untuk membantu mereka,” jawab dokter dengan nada formal.

Ara mengernyit. “Pasien khusus? Apakah itu berkaitan dengan masalah kulit?”

“Bisa dibilang begitu,” dokter menjawab samar, tampak tidak ingin melanjutkan pembicaraan.

Doni merasa ketegangan mulai mengendap di antara mereka. “Sepertinya banyak hal yang disembunyikan di sini,” ujarnya pelan.

“Kalau gitu kami akan menunggu,” Ara memutuskan, matanya tidak lepas dari dokter yang beranjak pergi.

“Menunggu? Untuk apa?” tanya Doni bingung.

“Kalau ada pasien lain, kita bisa mendengarkan. Sebagian besar mungkin akan berbagi cerita,” Ara menunjukkan ide cemerlangnya.

Doni mengangguk. “Tapi bagaimana jika mereka curiga?”

“Tenang saja. Kita akan seperti pengunjung biasa, hanya duduk dan memperhatikan,” Ara berujar tenang.

Mereka mengambil tempat di kursi tunggu, di mana pasien-pasien lain sedang menanti giliran. Ara fokus pada beberapa wanita yang duduk bersebelahan, memandangi wajah-wajah mereka yang tegang.

“Lihat itu. Kenapa mereka tampak begitu cemas?” Ara berbisik pada Doni.

“Entahlah. Mungkin ini pertama kali mereka,” ucap Doni, lalu menambahkan, “Atau bisa jadi ada yang lebih serius.”

Ara tertawa pelan. “Atau mungkin mereka memikirkan cucian mereka.”

Doni tersenyum, tetapi tak lama kemudian ia mengernyit begitu menyaksikan seorang wanita hamil yang baru saja masuk.

“Mereka seharusnya tidak bisa ke klinik kulit. Apakah ini hanya kebetulan atau?” Ara membiarkan pertanyaannya menggantung.

“Biarkan aku bertanya,” Doni beranjak. “Tetap di sini.”

“Cewek itu sudah pergi terlalu jauh. Jangan sampai dia menjadi curiga!” Ara melarang.

Namun Doni melangkah lebih dekat ke wanita itu. “Permisi, bolehkah saya bertanya sedikit?”

Wanita itu menghentikan langkahnya, lalu menoleh. “Tentu, apa yang ingin kamu tahu?”

“Kenapa kamu datang ke sini? Bukankah ini klinik spesialis kulit?” Doni bertanya langsung.

“Oh, saya hanya butuh beberapa informasi. Teman saya merekomendasikan,” jawab wanita itu, matanya menghindar.

“Temanmu? Dia sakit?” Doni mendesak.

“Ya, dia ada masalah dengan kulitnya. Sementara itu, saya hanya mengikuti,” wanita itu mengelak sambil berbalik.

“Terima kasih,” Doni menjawab dengan nada ragu, kembali ke tempat Ara menunggu.

“Apa yang dia bilang?” Ara segera bertanya.

“Dia mengaku datang untuk rekannya. Aneh sekali,” kata Doni, menyentuh dagu.

“Aku merasa kita tidak mendapatkan informasi jelas. Mungkin kita perlu bertindak lebih agresif,” Ara menyarankan.

“Seperti apa?” Doni bertanya, tatapannya penuh tujuan.

“Coba kita cari tahu siapa dokter yang bertanggung jawab di siang hari ini. Dia pasti tahu lebih banyak,” ucap Ara penuh keyakinan.

“Menghampiri dokter itu lagi?” Doni ragu.

“Ya! Kita tidak punya pilihan lain. Sudah terlalu banyak yang aneh di sini,” Ara menegaskan.

Doni terlihat bingung tetapi kemudian mengangguk. “Oke, mari kita lakukan.”

Mereka berdua menyusuri koridor klinik kembali, dengan semangat penyelidik yang menyala di dalam dada mereka.

Doni dan Ara bergerak menghampiri ruang dokter. Pintu terbuka sedikit, dan suara percakapan samar terdengar di dalam. Ara menurunkan suaranya.

“Dengar, sepertinya mereka sedang berbicara tentang pasien. Kita bisa mendengarkan.”

Doni melirik sekeliling. “Tapi, bagaimana jika mereka melihat kita?”

“Tenang saja! Kita ambil posisi di sini,” Ara berbisik sambil mendorong Doni untuk berdiri di sudut ruang.

Mereka menempelkan telinga ke pintu, memperhatikan satu suara lebih jelas dari yang lain.

“—seharusnya tidak diizinkan berbuat begitu! Jika kabar ini sampai ke pihak luar, kita bisa terancam,” suara dokter itu terdengar tegas.

“Betul, tapi ada agenda lebih besar yang harus kita penuhi. Pasien-pasien ini butuh kita!” suara kedua memberikan nada yang lebih lembut.

Ara saling bertukar pandang dengan Doni. “Apa yang mereka bicarakan?”

“Sepertinya mereka menyembunyikan sesuatu yang besar,” Doni berbisik penuh rasa ingin tahu.

“Got it! Harus ada cara untuk mendapatkan informasi lebih banyak. Kita harus berbicara dengan asisten di sini,” Ara menegaskan.

Dengan langkah hati-hati, Ara mendorong pintu yang nyaris tertutup. Tiba-tiba, suara dokter itu menghilang, menggantikan suasana tegang.

“Siapa di sana?” seorang wanita mendongak dari belakang meja pendaftaran.

Doni dan Ara mutlak terhenti, berusaha meninggalkan kesan kasual. “Oh, kami hanya mencari informasi tentang klinik,” Ara menjawab dengan nada ringan.

“Informasi? Untuk apa?” wanita itu bertanya curiga, menyilangkan tangan di depan dada.

“Umm, kami baru saja mendengar bahwa klinik buka di hari libur. Kami penasaran saja,” Doni berusaha tersenyum.

“Ya, ada beberapa pasien yang butuh perhatian. Tidak perlu khawatir,” jawab wanita itu, namun raut wajahnya menunjukkan ketidaknyamanan.

“Apa jenis pasien yang Anda terima di sini? Apakah semua berkaitan dengan masalah kulit?” Ara kembali bertanya.

“Saya tidak berwenang memberikan informasi itu,” jawab wanita itu dengan tegas.

“Setiap pasien membutuhkan perhatian, kan? Apakah itu bukan bagian dari pekerjaan Anda untuk memberikan penjelasan?” Doni menimpali, berusaha mendesak.

“Begitu,” wanita itu menjawab dengan nada datar. “Tetapi saya ulangi, tidak ada yang perlu Anda khawatirkan.”

Doni merasakan ketegangan yang meningkat. “Tapi biasanya, kami tidak melihat pasien yang perlu perhatian khusus di klinik kulit.”

Wanita itu tertawa pelan. “Ini adalah klinik kami, dan kalian bukan seorang dokter. Jadi, sebaiknya kalian berhenti bertanya dan pergi saja atau tunggu di luar.”

Ara mengeluarkan nada sinis. “Lagi pula, ada banyak hal di luar pemahaman kami. Tapi Anda mungkin tidak tahu bahwa penyelidikan sedang berjalan di luar sana.

1
anggita
like👍+☝iklan. moga novelnya sukses.
anggita
Doni.. Ara,,,
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!