NovelToon NovelToon
Rahasia Kelam Di Balik Sutra

Rahasia Kelam Di Balik Sutra

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Rebirth For Love / Cinta Terlarang / Romansa / Cintapertama / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Fitri Novianti

Seorang putri Adipati menikahi putra mahkota melalui dekrit pernikahan, namun kebahagiaan yang diharapkan berubah menjadi luka dan pengkhianatan. Rahasia demi rahasia terungkap, membuatnya mempertanyakan siapa yang bisa dipercaya. Di tengah kekacauan, ia mengambil langkah berani dengan meminta dekrit perceraian untuk membebaskan diri dari takdir yang mengikatnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Novianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 07

Di dalam kereta kuda yang melaju perlahan menuju kediaman Adipati Cheng, Cheng Xiao hanya bisa membungkam diri. Air mata terus mengalir membasahi pipinya yang pucat. Bayangan luka di mata Wang Yuwen, saat Kaisar mengumumkan pertunangan Wang Jian dengan Su Jing Ying, terus menghantuinya. Setiap kedipan mata seolah memutar ulang adegan yang menyayat hati itu.l

"Apakah aku benar-benar egois?" bisiknya lirih, suaranya bergetar. Rasa sesak menghimpit dadanya, membuatnya sulit bernapas. "Hanya demi kebahagiaan semu, aku melukai begitu banyak orang."

"Maaf... maafkan aku," gumamnya lagi, kali ini lebih pelan, nyaris tak terdengar. Jari-jarinya mencengkeram erat kain gaunnya yang terasa kasar di kulit.

Lian'er, pelayan setianya, hanya bisa tertunduk dalam diam. Isak tangis Cheng Xiao bagaikan sembilu yang mengiris hatinya. Bagaimana bisa, wanita yang dua minggu lalu tampak begitu bahagia saat menikahi pria yang dicintainya, kini berubah menjadi sosok yang rapuh dan penuh luka setelah menyandang status sebagai istri pria itu?

Lian'er meremas kedua tangannya, berusaha menahan air mata yang mendesak keluar. Ia ikut merasakan sakit yang diderita sang nona. Bukan hanya luka hati yang kini menganga, melainkan juga luka fisik yang terpampang jelas di balik riasan yang mulai luntur. Memar keunguan di sebelah pipi Cheng Xiao menjadi saksi bisu kekerasan yang dialaminya.

"Nona, kita sudah sampai," ujar Lian'er lembut, berusaha menyembunyikan nada bergetar dalam suaranya. Kereta kuda berhenti tepat di depan gerbang megah kediaman Adipati Cheng.

Cheng Xiao segera menghapus air matanya dengan kasar. Ia menoleh ke arah Lian'er, tatapannya dipenuhi keraguan dan ketakutan. "Lian'er, apakah Ayah akan memarahiku? Jika aku kembali dengan keadaan seperti ini?" tanyanya dengan suara serak, nyaris berbisik.

Lian'er tersenyum tulus, berusaha meyakinkan sang nona. "Tuan besar sangat menyayangi Anda, Nona. Tuan tidak mungkin tega memarahi Anda," jawabnya, berusaha menghibur. Ia tahu betul betapa Adipati Cheng sangat mencintai putrinya.

Adipati Cheng memang sejak awal tidak menyetujui pernikahan putrinya dengan putra mahkota Wang Yuwen. Ia tahu betul bahwa pernikahan itu hanya akan membawa kesengsaraan bagi Cheng Xiao. Namun, karena ia sangat menyayangi putrinya, dan ingin melihat putrinya bahagia dengan pria yang dicintainya, Adipati Cheng terpaksa mengalah dan menyetujui keinginan putrinya itu. Ia berharap, Cheng Xiao akan bahagia dengan pilihannya. Namun, kenyataan berkata lain. Dua minggu pernikahan itu terasa seperti neraka bagi Cheng Xiao.

Cheng Xiao dan Lian'er memasuki kediaman megah keluarga Cheng. Aula utama yang biasanya ramai dan hangat, kini terasa sunyi dan dingin. Hanya kepala pelayan, Bibi Li, yang menyambut kepulangan Cheng Xiao. Raut wajah Bibi Li tampak sendu, matanya berkaca-kaca menatap nona mudanya. Seluruh penghuni kediaman Adipati Cheng telah mendengar kabar tentang penderitaan Cheng Xiao, dan Bibi Li merasa iba dengan nasib malang nona mudanya itu.

"Bibi, di mana Ayah?" tanya Cheng Xiao dengan suara lirih, berusaha menyembunyikan getaran dalam suaranya.

Bibi Li menghela napas pelan sebelum menjawab, "Tuan besar sedang menerima tamu di ruang kerja, Nona."

Cheng Xiao menunduk, bahunya merosot. Ia tahu ayahnya marah dan kecewa. Ia tidak menyalahkan Lian'er karena telah mengadukan keadaannya pada sang ayah. Cheng Xiao berusaha tersenyum, meski Bibi Li hanya bisa melihat guratan lelah yang dalam di bibir dan mata nona mudanya itu. "Baiklah, Bibi. Aku akan pergi ke kamar untuk beristirahat," ujarnya lemah.

"Bibi akan membawakan teh hangat untukmu, Nona," ujar Bibi Li, menawarkan dengan penuh perhatian. Cheng Xiao hanya mengangguk pelan sebagai jawaban sebelum melangkah pergi bersama Lian'er menuju kamarnya.

Hari ini ia benar-benar lelah. Memar di pipinya akibat tamparan Wang Yuwen kembali terasa berdenyut nyeri. Selain itu, ia juga lelah menangis, air matanya seolah sudah mengering. Ia hanya ingin segera merebahkan diri di ranjang dan terlelap dalam tidur yang panjang, berharap bisa melupakan sejenak semua penderitaannya.

Sementara itu, di istana putra mahkota, Wang Yuwen benar-benar kacau. Pengumuman pertunangan Wang Jian dengan Su Jing Ying, wanita yang dicintainya, benar-benar menghancurkannya. Ia mengacak-acak ruang kerjanya, melempar semua barang yang ada di dekatnya. Amarah dan keputusasaan bercampur aduk dalam dirinya. Ia merasa dikhianati dan tidak berdaya. Pertunangan itu bukan hanya merenggut Su Jing Ying darinya, tetapi juga menghancurkan semua harapan dan impiannya.

Cheng Xiao memasuki kamarnya. Bukan kamar megah di istana putra mahkota yang dipenuhi perabotan mahal dan pelayan-pelayan yang selalu siap sedia. Ini adalah kamarnya di kediaman Adipati Cheng, tempat ia tumbuh besar. Namun, kamar ini terasa asing dan dingin. Meskipun ia mengenali setiap sudut ruangan, setiap lukisan di dinding, dan setiap mainan yang tersimpan di lemari, tidak ada kehangatan atau kenyamanan yang bisa ia rasakan. Kamar ini seolah menyimpan kenangan masa lalu yang kini terasa jauh dan tidak mungkin terulang.

Lian'er dengan sigap membantu Cheng Xiao melepaskan jepit rambut dan perhiasan yang menghiasi rambutnya. Sentuhan Lian'er terasa menenangkan, namun tidak mampu menghapus kesedihan yang mendalam di hatinya.

"Nona, apakah Anda ingin mandi air hangat?" tanya Lian'er lembut, menawarkan bantuan.

Cheng Xiao menggeleng pelan. "Tidak, Lian'er. Aku hanya ingin tidur," jawabnya lemah. Ia merebahkan diri di ranjang empuk, memejamkan mata, dan mencoba mengusir semua pikiran buruk yang menghantuinya. Namun, bayangan Wang Yuwen dan Su Jing Ying terus berputar di benaknya, membuat hatinya semakin sakit. Ia merindukan masa-masa ketika ia bisa tertawa dan bermimpi tanpa beban di kamar ini.

Lian'er menyelimuti Cheng Xiao dengan selimut sutra yang lembut. Ia tahu, nona mudanya itu sedang sangat terluka. Ia hanya bisa berdoa dalam hati, semoga Cheng Xiao bisa segera menemukan kedamaian dan kebahagiaan di kamar ini, tempat ia dulu merasa aman dan dicintai. Setelah memastikan Cheng Xiao sudah terlelap, Lian'er keluar dari kamar dengan hati-hati, meninggalkan nona mudanya dalam kesunyian yang menyesakkan. Ia berharap, kamar ini bisa memberikan sedikit ketenangan bagi Cheng Xiao, meskipun hanya untuk sementara.

Saat Cheng Xiao sudah benar-benar terlelap dalam tidurnya yang gelisah, pintu kamarnya kembali terbuka perlahan. Kali ini, bukan Lian'er yang datang, melainkan Adipati Cheng. Pria paruh baya itu tampak begitu rapuh, wajahnya sembab dengan mata merah yang membuktikan bahwa ia telah lama menangis. Dengan langkah perlahan dan hati-hati, ia mendekati putrinya yang tertidur lelap di ranjang.

Adipati Cheng menatap wajah Cheng Xiao yang sangat mirip dengan mendiang istrinya, Jingyi. Bayangan Jingyi seolah hadir di ruangan itu, mengingatkannya pada janji yang pernah ia ucapkan untuk selalu menjaga dan melindungi putri mereka. Pandangannya kemudian tertuju pada memar keunguan yang menghiasi pipi Cheng Xiao. Hatinya mencelos, rasa sakit dan amarah bercampur aduk dalam dirinya.

Dengan tangan gemetar, Adipati Cheng mengambil salep dari atas meja dekat ranjang. Ia membuka tutupnya dengan hati-hati, lalu mengoleskan salep itu dengan lembut di memar Cheng Xiao. Sentuhan tangannya begitu ringan, seolah takut menyakiti putrinya lebih jauh.

"Jingyi... maafkan aku yang tidak bisa menjaga putri kita," bisiknya lirih, suaranya bergetar. Air mata kembali membasahi pipinya, jatuh menetes di selimut sutra yang menutupi tubuh Cheng Xiao. Ia merasa gagal sebagai seorang ayah, gagal melindungi putrinya dari penderitaan.

Tamu yang datang saat Cheng Xiao tiba di rumah bukanlah kenyataan. Adipati Cheng sengaja berbohong kepada putrinya. Ia melihat Cheng Xiao dari kejauhan, namun ia tidak sanggup untuk mendekat dan melihat putrinya dalam keadaan terluka. Ia tidak ingin terlihat lemah di depan putrinya, karena memar di pipi Cheng Xiao itu benar-benar menghancurkan hatinya. Ia merasa seperti ditampar, merasakan sakit yang sama dengan yang dirasakan putrinya. Ia ingin memeluk Cheng Xiao dan mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja, namun ia tahu, kata-kata itu hanya akan menjadi kebohongan belaka.

1
Natasya
👍
Nurhasanah
dari bab awal sampe bab ini ... fl nya cuma bisa nangis doang nggak ada gebrakan apapun😏😏
yumin kwan
ish.... kok kaisar ga langsung aja kasih dekrit perceraian....
semangat up nya 💪
Ani_Sudrajat
Cerita nya bagus ..
Marini Dewi
semangat thor biar bnyk up Nya. hehehe
Ani_Sudrajat
Orang tua mana yg tidak sedih melihat putri kesayangannya di perlakukan seperti itu??
yumin kwan
kasian sekali cheng xiao.....
semangat up lagi 💪💪💪
echa purin
👍🏻👍🏻
Ani_Sudrajat
Bagus ceritanya.
Semangat thor 💪
Marini Dewi
alur cerita y sangat menarik, semangat thor 💪💪💪
Ani_Sudrajat
Up nya tambah lagi thor 😄
Marini Dewi
bikin gregetan. up lagi Thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!