Beni Candra Winata terpaksa menikah dengan seorang gadis, bernama Viola Karin. Mereka dijodohkan sejak lama, padahal keduanya saling bermusuhan sejak SMP.
Bagaimana kisah mereka?
Mari kita simak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bebas Limit
Viola segera menghapus air matanya, ketika mendengar langkah kaki berjalan mendekatinya. Ia beranjak dari duduknya, berusaha terlihat kuat.
"Ngapain lo ke sini?" tanya Viola dengan nada ketus.
"Tolong jangan pergi," balas Beni, tidak jadi meminta maaf.
"Memangnya kenapa? Takut gak dapet warisan?" Viola tersenyum tipis.
"Perjanjian kita belum berakhir, kalau lo pergi dari rumah ini. Gue bisa tuntut lo," kata Beni, justru memulai perdebatan lagi.
Viola menghembuskan napas beratnya, ia tidak terpancing akan ucapan suaminya. Ia berusaha sabar, dan mencari di mana kelemahan Beni. Saat ini perusahaan ayahnya bisa bangkrut, kalau tidak mengikuti aturan yang dibuat Beni.
"Gue bersihkan dapur dulu," kata Viola berusaha menghindari tatapan mata Beni.
"Tidak perlu! Istirahat saja, gue udah nyuruh orang," ujar Beni.
Tak menunggu lama lagi, orang suruhan Beni sudah datang ke rumah. Ada lima orang cleaning servis dari kantor yang akan membersihkan dapurnya.
"Tuan, apa barang-barang yang pecah perlu diganti sekalian?" tanya Resa sebagai kepala cleaning servis.
"Tidak perlu," jawab Beni.
"Baik, Tuan," kata Resa berusaha menuruti kata bosnya.
Karena merasa suntuk, tidak ada yang dikerjakan Viola hendak membantu membersihkan dapur. Ia mulai mengambil sapu, tetapi dilarang oleh Beni. Viola hanya diperbolehkan mengawasi, dan tidak boleh menyentuh peralatan kebersihan.
"Resa!" kaget Viola ketika melihat sahabatnya berada di dapur.
"Vio!" Resa tak kalah kaget, ia sama sekali tidak menyangka bisa bertemu Viola lagi.
Viola dan Resa teman satu kampus di perguruan tinggi, dulu mereka selalu bersama. Karena ada sesuatu, akhirnya Resa memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan lagi. Sehingga keduanya terpisah dan jarang sekali bertemu. Keduanya saling berpelukan, melepas kerinduan yang beberapa tahun terakhir mereka pendam.
Viola meminta Resa berhenti membersihkan dapur, ia mengajaknya duduk di ruang keluarga. Ia juga tidak mempedulikan keberadaan Beni, karena saking senangnya bisa bertemu sahabatnya lagi.
"Resa, lo udah lama kerja di kantor Beni?" tanya Viola penasaran.
"Sudah, Vio. Sejak memutuskan keluar dari kampus. Lo kok bisa ada di sini?" tanya Resa.
"Beni suami gue," jawab Viola tersenyum malu-malu.
"Jadi, Tuan Beni sudah menikah!" Resa terkejut, karena di kantor Beni selalu diidam-idamkan oleh para karyawan. Beni dianggap laki-laki sempurna, bertubuh kekar dengan paras yang begitu tampan.
Resa sendiri juga pernah tertarik dengan bosnya, tetapi setelah mengetahui sikap cuek Beni berusaha membuang jauh-jauh rasa ketertarikannya. Apalagi Beni terlihat kasar dengan seorang wanita, seperti tidak membutuhkan.
Viola meminta agar Resa merahasiakan pernikahannya dengan Beni, karena hanya pihak keluarga yang boleh mengetahui. Ia juga tidak ingin membuat reputasi suaminya di kantor hancur, gara-gara kabar pernikahannya beredar luas.
"Vio, dapur lo bisa berantakan seperti itu kenapa?" tanya Resa, memberanikan diri untuk bertanya.
"Semua gara-gara Beni, tadi kita bertengkar," jawab Viola.
"Pengantin baru macam apa lo! Baru juga menikah sudah perang," kata Resa, menatap keheranan.
"Dia orangnya cemburuan," sahut Beni, tersenyum licik.
"Ben, lo jangan ngada-ada lagi." Viola menatap tajam Beni.
Resa menjadi canggung dengan suasana seperti ini, ia meminta Viola bertukar nomor telepon lalu kembali membersihkan dapur bersama teman-temannya.
Berhubung Resa sudah tidak ada, Beni meminta agar Viola menunjukan sikap romantisnya ke semua karyawan kantornya. Ia tidak ingin menjadi bahan pembicaraan, semua orang harus menganggap dirinya laki-laki sempurna.
"Besok malam ada pesta ulang tahun teman gue, lo harus ikut," kata Beni.
"Gue gak punya gaun pesta," ucap Viola, paling malas pergi ke pesta. Apalagi harus dandan secantik mungkin, menggunakan gaun yang menurutnya ribet.
Soal gaun Beni akan membelikan untuk Viola, ia juga bersedia mengantarkan ke salon lebih dulu. Baginya Viola harus terlihat cantik, tidak memalukan diajak pergi.
Sebagai ungkapan permintaan maaf, Beni mengajak Viola makan di luar. Tetapi, Viola menolak dengan alasan masakannya tidak ada yang makan mubazir kalau dibuang. Daripada kembali bertengkar, Beni mengalah.
Berhubung sudah malam dan para cleaning servis sudah pulang, Beni dan Viola makan malam dengan steak buatan Viola. Rasanya sangat enak, tidak kalah dengan buatan restoran terkenal.
"Ternyata lo pintar masak juga," puji Beni.
"Dari dulu gue kali," ucap Viola melirik ke arah Beni.
Beni menghentikan makannya, ia menatap wajah cantik Viola yang begitu lahap memakan steak. Ia juga mengambilkan tisu, lalu mengusap lembut ke bibir Viola ketika ada saos yang menempel.
"Gue bisa sendiri," kata Viola, merebut tisu yang masih berada di tangan Beni.
"Lain kali makan jangan belepotan! Gue jijik lihatnya," ucap Beni, kembali berkata ketus.
"Oh! Ternyata lo gak bisa romantis." Viola meletakkan garpu dan sendoknya.
Sambil menunggu Beni makan, Viola sibuk memegang ponselnya. Ia terlihat tersenyum, membaca pesan dari seseorang dari seberang telepon. Wajahnya begitu ceria, tidak seperti saat bersama Beni.
Sesekali Beni menatap tidak suka, melihat sang istri tersenyum ke arah layar ponselnya. Rasanya ingin dia rebut, dan membanting benda itu ke lantai. Namun, isi surat perjanjian yang menyatakan tidak boleh mencampuri urusan pribadi masing-masing seperti memegang ponsel. Beni mengurungkan niatnya, memilih menahan rasa kesalnya.
"Gunakan kartu ini untuk membeli peralatan dapur yang pecah. Paswordnya tanggal pernikahan kita." Beni meletakkan sebuah kartu di atas meja depan Viola duduk.
Viola menggeser kartunya ke depan Beni, ia menolak diberikan karena khawatir Beni mengungkitnya kembali. Untuk menghidupi dirinya sendiri, Viola merasa masih mampu tidak butuh bantuan siapapun. Soal peralatan dapur yang pecah, ia akan mengganti dengan uangnya sendiri.
Ternyata Viola bukan wanita yang matre, Beni pun kaget. Biasanya seorang wanita pasti tidak menolak, ketika diberi uang apalagi dalam bentuk kartu bebas limit.
"Simpan saja uang lo, Ben. Gue mau istirahat." Viola beranjak dari duduknya. Ia masih merasa kesal dengan sikap egois Beni.
Keesokan harinya, Viola sudah berdandan rapi hendak pergi ke kantor. Ia akan kembali mengurus perusahaan milik keluarga yang sudah diberikan untuknya.
"Gue antar lo ke kantor," kata Beni, ketika hendak berangkat.
"Tidak perlu, Ben. Gue dijemput Remon," tolak Viola, tersenyum lembut.
"Oke!" Beni terlihat acuh.
Ketika Beni dan Viola keluar dari rumah, ternyata sudah ada sebuah mobil menunggu di depan pintu gerbang. Pemilik mobil itu adalah Remon, teman Viola juga.
Beni langsung memasang wajah muramnya ketika melihat dengan mata kepala sendiri, istrinya masuk ke dalam mobil laki-laki lain. Ia merasa tidak rela, apalagi keduanya terlihat begitu akrab.
"Sial!" umpat Beni, berjalan menuju ke mobilnya.
Sengaja Beni menunggu Remon menjalankan mobilnya lebih dulu, ia berencana mengikuti dari jarak jauh untuk mengetahui mereka pergi ke kantor atau tidaknya.
musuh jadi cinta😍😍😍🥳🥳🥳🥳