Zona Khusus Dewasa
Adriel (28), sosok CEO yang dikenal dingin dan kejam. Dia tidak bisa melupakan mendiang istrinya bernama Drasha yang meninggal 10 tahun silam.
Ruby Rose (25), seorang wanita cantik yang bekerja sebagai jurnalis di media swasta ternama untuk menutupi identitas aslinya sebagai assassin.
Keduanya tidak sengaja bertemu saat Adriel ingin merayakan ulang tahun Drasha di sebuah sky lounge hotel.
Adriel terkejut melihat sosok Ruby Rose sangat mirip dengan Drasha. Wajah, aura bahkan iris honey amber khas mendiang istrinya ada pada wanita itu.
Ruby Rose tak kalah terkejut karena dia pertama kali merasakan debaran asing di dadanya saat berada di dekat Adriel.
Bagaimana kelanjutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yita Alian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 ACICD - Kembaran Drasha?
Keesokan harinya, Adriel mengendarai mobilnya sepulang main golf dengan seorang rekan bisnis dari Jepang. Dia lalu memperlambat laju dan berhenti saat lampu lalu lintas menyala merah.
Satu tangan Adriel kemudian terangkat dan bersender di sisi jendela kaca. Menunggu cahaya lampu di atas sana jadi hijau. Lantas dia sekilas menahan napas begitu matanya menangkap sosok wanita yang mengayuh sepeda di seberang jalanan lain. Siapa lagi kalau bukan Ruby Rose.
Sejak pertemuan tak terduga mereka di hotel di malam ulang tahun Drasha, wanita itu seakan-akan ada di mana-mana.
Dan, melihat wajah Ruby yang mirip mendiang istrinya itu berbinar cerah di bawah pancaran sinar matahari, membuat Adriel teringat dengan Drasha lagi. Dulu, Drasha juga sering menggunakan sepeda semasa SMA mereka.
Lalu, terlihat di sana, di sebelah Ruby Rose, Drasha 17 tahun dengan rambut hitam lembut tergerai lurus sedang mengayuh sepeda saling berdampingan. Senyum yang sama. Binar mata yang sama.
Adriel mengedipkan matanya sekali dan menolehkan wajahnya pelan, mengikuti arah gerak sepeda.
Adriel tidak bisa berkata-kata.
Bagaimana mungkin ada dua orang yang begitu mirip seperti itu sampai ke aura dan vibesnya. Di luar sana, banyak yang terlahir jadi kembar, tapi tetap saja pasti ada pembeda antara keduanya. Tapi, Ruby Rose… kenapa dia tidak ada bedanya dengan Drasha?
Begitu lampu menyala hijau, Adriel melajukan mobilnya dan tepat di tikungan putar dia membanting stir, berbelok ke jalan sebelah. Entah bisikan dari mana, dia malah mengikuti arah sepeda Ruby Rose.
Mobilnya melaju pelan.
Lambat laun, Ruby Rose membawa sepedanya memasuki area toko kue. Lantas Adriel menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Sedikit jauh, tapi pandangannya masih bisa mendapatkan posisi Ruby Rose memarkir sepedanya.
Jangan salah paham, Adriel tidak memata-matai Ruby Rose karena perasaan tertarik. Ini bentuk pengawasan, jaga-jaga dan mencari informasi. Ruby Rose itu licik, maka dia juga harus turun langsung mengawasi wanita itu. Mengandalkan bawahannya saja tidak cukup.
Wajar juga kalau dia sedikit baper dan teringat Drasha. Salahkan Ruby Rose yang punya wajah yang mirip dengan mendiang istrinya.
Lanjut, kedua mata Adriel meruncing. Tatapannya fokus pada pintu kaca toko kue di sana. "Dia merencanakan apa kali ini untuk deketin aku?"
Tak lama kemudian, Ruby Rose keluar melewati pintu toko sambil menenteng kotak kue transparan. Senyum lebar tersungging di bibir merah muda wanita itu. Dia berjalan penuh semangat tersenyum cerah sambil mengangkat kotak bening berisi cake cokelat cantik.
Bibir Adriel terbuka sedikit. Apa Ruby Rose tahu kalau Adriel mengikutinya? Kenapa dia tiba-tiba beli cake cokelat? Kenapa dia meniru semua kebiasaan dan kesukaan Drasha?
Adriel mencengkram kemudinya erat. Dia bisa merasakan jantungnya berdebar menatap wanita itu.
Tidak. Di hatinya cuma hanya ada satu wanita. Drasha. Istrinya.
Adriel kemudian menyalakan mesin mobil dan melesat cepat meninggalkan area itu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sore harinya, Adriel berkunjung ke mansion keluarga Alveroz. Mama mertuanya, Tamara Alveroz memanggilnya untuk minum teh bersama.
"Bagaimana keadaan kamu, Adriel, mama lihat kamu kurusan lagi," Tamara meletakkan cangkir tehnya di meja. "Mama paham kerjaan kamu banyak, tapi kamu harus tetap memperhatikan kesehatan kamu."
Adriel menyesap teh di cangkirnya, lalu menoleh ke arah taman hijau yang luas di depan sana. Beberapa detik. Dia lalu menaruh cangkirnya di meja dan menatap mama mertuanya yang anggun.
"Mama tahu kalau aku nggak akan pernah baik-baik aja. Tiap malam aku selalu dihantui rasa bersalah dan rasa rindu."
"Adriel… mama mengerti kamu tidak bisa melupakan Drasha, tapi mama yakin Drasha juga tidak mau kamu menyalahkan diri kamu atas kejadian itu," ujar Tamara penuh kelembutan.
"Jangan terlalu pikirkan kata-kata papa juga yang terus menyalahkan kamu atas kepergian Drasha. Mama yakin jauh di dalam lubuk hatinya dia tahu kamu selalu melindungi Drasha," sambung Tamara.
"Iya, Ma," sahut Adriel. "Oh iya, apa mama sudah tahu kalau kasus penembakan Drasha ditutup pihak kepolisian?"
Tamara menarik napas ringan lalu memandangi menantunya. "Mama tahu, Adriel. Sebelum papa menyetujuinya, papa sudah meminta pendapat mama."
Adriel membatin. "Ternyata papa dan mama nggak tahu kalau ada petunjuk baru mengenai kasus penembakan Drasha."
"Berarti memang ada pihak lain yang mengancam pihak kepolisian dan sudah pasti itu pelaku penembakannya. Tapi dia siapa?"
"Sebaiknya memang kita lapang dada merelakan apa yang terjadi pada Drasha, Adriel."
"Tapi, Ma, aku nggak bisa berhenti sampai dapetin orang yang nembak istri aku."
"Mama mengerti, tapi, selama sepuluh tahun ini, tidak ada petunjuk, tim keamanan Alveroz, Yoseviano, kepolisian, FBI, bahkan sampai detektif lintas negara yang terkenal tidak ada yang mampu memecahkan kasus itu, Adriel."
Adriel menarik napas dalam-dalam. Dia ingin sekali mengungkapkan kalau ada petunjuk baru soal kasus Drasha tapi sengaja ditutupi kepolisian. Hanya saja, kalau menyampaikan hal itu pada mama mertuanya, bisa-bisa Tamara heboh dan jika Riovandra papa mertuanya tahu, pasti dia meminta penjelasan kepolisian.
Sementara, Adriel harus bergerak hati-hati, karena lawannya bukan orang yang patut diremehkan.
"Aku akan cari cara lain, Ma," kata Adriel.
"Kalau kamu butuh sesuatu, tinggal kasih tahu mama dan papa, yah."
"Mama tahu kalau papa benci sama aku."
"Itu pemikiran kamu saja, Adriel. Papa sering menanyakan keadaan kamu kok lewat mama."
"Aku harap mama nggak cuma mengatakan hal yang mau bikin aku sedikit tenang."
"Mama mengatakan yang sebenarnya, Adriel."
Pria itu meraih cangkirnya lagi dan menyeruput tehnya.
"Sekarang rumah juga agak kacau," celetuk Tamara.
"Ada apa, Ma?"
"Cherryl… kakak ipar kamu itu menolak perjodohan yang sudah ditentukan papa. Dan, ternyata selama ini dia punya hubungan diam-diam dengan Nikko."
Adriel menarik napas. "Pasti papa frustasi soal itu, yah."
"Iya, kamu tahu kalau Cherryl sudah diperkenalkan pada publik sebagai anak kandung mama papa, apa kata orang jika Cherryl ketahuan punya hubungan dengan kakak sepupunya sendiri, sementara papa sangat menjaga nama baik keluarga Alveroz."
"Aku akan coba bicara dengan Cherryl nanti, Ma."
"Terima kasih, Adriel."
"Oh iya, Ma, aku mau menanyakan sesuatu."
"Apa itu, Adriel?"
"Apa... Drasha punya kembaran, Ma?" tanya Adriel. Dia tahu Ruby Rose lebih muda 3 tahun, tapi bisa jadi dia seperti Drasha dulu. Hilang saat masih bayi. Bisa saja Ruby Rose kembaran Drasha yang ikut hilang dan ingatannya lenyap sehingga dia lupa kalau aslinya dia berusia 28 tahun.
Sementara itu, Tamara sedikit terkejut dengan pertanyaan Adriel.
"Mama cuma melahirkan satu kali Adriel dan itu Drasha, mama juga tidak melahirkan anak kembar. Lalu Cherryl dan Elias… kamu tahu mereka anak angkat mama dan papa tapi diperkenalkan ke publik sebagai anak kandung."
"Iya, Ma," ujar Adriel, nadanya sedikit berat.
"Ada apa, Adriel? Apa ada perempuan lain lagi yang operasi plastik mirip Drasha?"
"Nggak ada kok, Ma."