MUSUHKU MENJADI SUAMIKU

"Papa!" seru Chika seraya menghamburkan diri dalam pelukan sang ayah.

Berry gegas menyentak lembut tubuh Chika. "Apa putri cantik papa baik-baik saja?" tanya Berry dengan tatapan serius.

"Chika baik-baik saja kok pa."

"Lalu, kenapa papa mendengar ada orang yang coba menghina kamu?"

"Em, bukan apa-apa pa. Tadi itu cuma - "

"Mereka ingin mengusir kami dengan memanggil security!" sela pamannya Chika.

Sontak Berry menatap Diana. "Apa ada yang ingin dijelaskan?" tanyanya pada Diana.

"Maaf pak Berry. Saya terpaksa melakukan ini."

"Alasannya?"

Diana menghembuskan nafasnya dengan kasar, sebelum dia membuka suaranya. "Adik pak Berry mengatakan ingin menarik semua - "

"Ini hanya salah paham saja pa", sela Chika.

"Chika! Jangan menyela saat orang tua sedang berbincang!" tegas Berry yang membuat Chika tersentak kaget.

"Tapi pa..." rengek Chika.

"Mereka mengatakan akan menarik semua investasi yang sudah perusahaan bapak tanamkan", ucap Albian tiba-tiba. Dia ingin semua masalah cepat selesai dan keluarga Chika segera pergi.

"Apa benar yang dikatakannya?"

"Iya! Lagipula - "

"Siapa yang memintamu melakukan itu?" tanya Berry pada sang adik. "Apa kau telah di beri mandat untuk menjalankan bisnis perusahaan keluarga kita?"

Sontak Chika takut melihat kemarahan sang ayah. Namun dia tidak ingin mengakui kalau sebenarnya dia yang telah meminta sang paman melakukannya.

'Papa, sebaiknya jangan memarahi paman di depan orang lain", bujuk Chika.

Berry menghela nafas berat seraya menatap Chika. "Benar kata kamu. Mungkin lebih baik kita bicarakan hal ini di rumah saja."

"Ayo, paman kita pulang", ajak Chika. Dia tidak ingin sang paman mengatakan yang sebenarnya di depan sang ayah dan keluarga Albian.

Sang paman pun menuruti ucapan Chika. Sementara Berry gegas meminta maaf pada keluarga Albian dan menyatakan bahwa ucapan pamannya Chika tidak benar.

"Saya tidak akan menarik investasi itu, karena apa yang telah diberikan Sony jauh melebihi apa yang telah saya berikan pada perusahaan ini. Kalau begitu saya pamit."

"Terimakasih pak Berry. Andai putri dan adik anda berfikiran luas sepertimu, mungkin masalah ini tidak akan terjadi."

Berry hanya membalas dengan tersenyum singkat. Lalu dia pergi meninggalkan ruangan itu.

Saat ini yang tersisa hanya Diana dan putranya. Albian gegas menghampiri sang ibu.

"Apa mama percaya dengan perkataannya?"

"Kenapa kamu bertanya seperti itu sayang? Selama ini pak Berry sudah sangat baik pada keluarga kita."

"Meskipun Bian tidak mengambil jurusan psikolog, namun sedikit tidaknya Bian dapat menilai ekspresi wajah pak Berry. Dia terlihat seperti sedang menahan emosinya."

Diana tersentak kaget mendengar penuturan Albian. "Jadi, maksud kamu pak Berry sedang berpura-pura marah pada adiknya?"

"Tepat sekali ma. Bian yakin setelah keluar dari tempat ini, pak Berry akan segera membujuk putri manjanya itu, lalu meminta maaf."

"Kalau begitu, kita pun ikuti saja permainan mereka. Kita berpura-pura percaya pada omongan pak Berry", sahut Diana. Dia akhirnya paham kenapa semasa hidup sang suami, dia dilarang untuk ikut terjun ke dalam bisnis suaminya. Mungkin dunia bisnis tidak cocok denganku. Aku bahkan sangat mudah di tipu oleh orang yang sangat aku kenal. Batin Diana.

"Ma...!"

"Iya Bi. Ada apa?"

"Kenapa mama melamun? Apa ada masalah yang belum mama ceritakan pada Bian?"

"Tidak ada sayang! Ayo, kita pulang", jawabnya seraya beranjak dari posisinya berdiri.

Albian pun melakukan hal yang sama. Lalu dia gegas menggandeng tangan sang ibu. "Mama jangan takut! Meski Bian tidak menekuni dunia bisnis, Bian pasti mampu membantu mama meneruskan bisnis papa ini", katanya seraya menoleh ke arah sang ibu.

"Terimakasih sayang. Kalau begitu mama tidak akan kuatir lagi", sahutnya dengan tersenyum pada Albian. Lalu mereka berjalan bersama menuju pintu keluar.

Kedepannya tanggung jawabku akan semakin berat. Ada dua wanita yang harus aku perhatikan, semoga aku bisa menyayangi keduanya dalam waktu yang bersamaan. Batin Albian saat melangkah bersama sang ibu.

"Menurut mama, apa Kei memang pantas menjadi menantu mama?"

Sontak Diana menoleh kala mendengar pertanyaan Albian. "Kenapa kau bertanya seperti itu sayang? Mama sudah membatalkan pernikahanmu dengan Chika, apakah kamu berubah pikiran lagi?"

"Bian tahu mama telah membatalkan pernikahan itu, tapi mama melakukan hal itu karena Bian menyukai Kei. Jadi Bian ingin tahu, apakah mama benar-benar menyukai Kei menjadi menantu mama?"

Diana tersenyum pada Albian seraya berkata, "Mama menyukai Kei sebagai menantu mama", katanya yang membuat Albian tersenyum bahagia.

*-*

Hari-hari terasa begitu cepat berlalu, baru saja hari pernikahan Albian dan Keyra ditentukan. Kini hari itu pun telah tiba. Seluruh keluarga Keyra tampak bergegas untuk menyambut para tamu undangan.

"Mama hanya mengundang orang terdekat saja kan?" tanya Dedy pada sang istri.

"Iya, papa tenang saja. Mama melakukan sesuai permintaannya Kei."

"Oke ma."

"Ada yang bisa Diandra bantu, tante?" tanya Diandra kala melihat Dedy dan Vivi tengah berbisik-bisik.

"Tidak ada sayang. Semuanya sudah ada yang kerjakan, kamu duduk manis saja ya", jawab Diana dengan lembut.

"Oh, sudah ada yang kerjakan. Kalau begitu Diandra mau melihat-lihat saja, barangkali masih ada yang kurang", katanya dengan tersenyum. Lalu dia pun berpamitan sebelum meninggalkan Dedy dan Vivi.

Seulas senyum menghiasi wajah cantik Vivi. "Dia anak.yang sangat manis ya pa", katanya kala Diandra semakin jauh dari pandangannya.

"Semoga dia tidak berubah ma."

"Apa papa masih berfikir dia persis papanya?" tanya Vivi dengan raut wajah kesal.

Dedy membalas dengan menaikkan kedua bahunya. "Siapa yang tahu", jawabnya.

"Papa terlalu over thinking! Diandra kita pasti berbeda dengan papanya yang jahat itu. Dia persis mamanya, baik dan lembut!" protes Vivi.

"Sebaiknya kita tidak mempersoalkan hal itu untuk saat ini, karena hari ini adalah hari pernikahan putri kita satu-satunya! Ayo, kita menyambut para tamu undangan."

Vivi menghela nafas berat kala dirinya hampir saja melupakan apa yang harus dia lakukan hari ini. "Ayo, pa", jawabnya seraya mengubah ekspresi wajahnya.

Kemudian mereka menyambut para tamu undangan dengan senyuman yang menghias di wajah mereka. Sementara keluarga pihak pengantin pria yang datang hanyalah Diana dan Albian. Mereka tidak mengundang keluarga sang paman, karena mereka tidak ingin Chika mengetahui acara tersebut dan membuat kekacauan.

Acara pernikahan pun di mulai, Albian dan Keyra telah duduk bersanding, hingga tak berselang lama terdengar suara lantang yang berkata, "Sah!"

Kedua orang tua Keyra menangis haru kala melihat putrinya telah menikah. Mereka pun gegas memberi wejangan pada sang putri, meski linangan air mata masih membekas di pipi kedua orang tua Keyra.

Setelah itu, Diana pun menimpali. Dia memberi nasehat pada Albian dan Keyra, agar pernikahan mereka tidak kandas di tengah jalan hanya karena ketidakcocokan.

"Tunggu dulu!" seru seseorang yang membuat semua orang berbalik untuk melihat orang tersebut.