Pesona Janda Sultan

Gamang tersirat jelas di wajah Ivy sesaat setelah Azyla mengusulkan untuk memberi pelajaran terhadap wanita yang mengganggu suaminya serta pria incaran Azyla.

Kekompakan kedua sepupu seumuran itu memang tak diragukan lagi. Pasalnya, sudah sejak sekolah dasar keduanya menjalin persahabatan solid hingga saat ini. Azyla yang memiliki ciri khas lebih energik kerap membantu Ivy yang berperangai lebih tenang. Begitupun sebaliknya.

"Akan kupikirkan usulanmu, Zy. Tapi sebelum aku menyerang wanita ini, aku ingin memastikan sesuatu dulu agar alasanku memberinya pelajaran bertambah kuat," tukas Ivy seraya menatap kosong ke depan. Rencana jahat untuk Sofia memang sudah terbersit di benaknya. 

Apapun caranya, aku harus mengetahui bayi yang dikandung wanita si*l*n itu merupakan darah daging Crish atau bukan.

...***...

Rangkain besi menjulang tinggi membentuk barikade terbuka otomatis seiras mobil sedan mewah milik Jayden terindentifikasi oleh kamera pengawas. Seusai terhenti sejenak kendaraan besi itu pun kembali melesat menuju pekarangan kediaman serupa mansion yang didominasi warna putih.

Wow! Inikah rumah designer Taipun & Co? Sungguh mengagumkan, Sofia membatin kagum pada pemandangan mansion luas bergaya arsitektur Eropa.

Di sisi lain, Jayden diam-diam memperhatikan gelagat staf humasnya yang tengah menilik ke arah luar jendela. Raut netralnya berubah galau. Ia kembali mempertanyakan diri sendiri mengapa ide membawa Sofia menghadap sang ibu tercetus spontan begitu saja. 

Terlebih, kondisi ibu kandungnya adalah spesial, tak seperti orang normal kebanyakan. Hanya kepada beberapa orang terdekat saja termasuk Azyla, Jayden terbuka perihal kondisi sang ibu. Bahkan, sosok ibunya lebih memilih menyembunyikan identitas sebagai designer perusahaan putranya.

Tak hanya itu, wanita paruh baya bernama Jihan Baldwin dikenal sangat tegas melebihi ketegasan sang putra. Kekhawatiran akan Sofia dipecat sedikit terselip di pikiran Jayden karena wanita itu berusaha merubah design yang sudah tercipta.

Flashback sebelum Jayden membawa Sofia bertemu Jihan. 

CEO Baldwin itu terlihat sedang melakukan video call dengan sang ibu. Dengan bergelagat canggung, ia mengabarkan berita bahwasanya berhasil mendapatkan Laura sebagai brand ambasador produk terbaru. Untuk sesaat, hati Jihan senang bukan kepalang. Harapannya terwujud. 

Namun, sesuatu yang janggal tergambar dari ekspresi Jayden yang terlihat kurang bersemangat. Dengan menggunakan bahasa isyarat, Jihan pun memaksa putranya untuk berkata jujur dan itu berhasil. Jayden tak punya pilihan lain karena Jihan selalu tahu jika ada yang tak beres dengan putranya. Pria itu pun menjelaskan bahwa staf humasnya berinsiatif mengubah warna permata pada produk baru karena Laura memiliki alasan kuat yang hanya disampaikan kepada Sofia sebagai syarat diterima kontrak Baldwin.

"Staf humasku ingin bicara padamu langsung, Ma. Apa kau bersedia?"

"Tentu. Bawa dia secepatnya!" Jihan mengisyaratkan gerakan diiringi raut sedikit tak suka. 

Beberapa saat setelahnya, Jayden merasa menyesal sekaligus juga khawatir. Ia tahu betul Jihan adalah pribadi yang ramah. Akan tetapi, sang ibu memiliki sisi gelap yang menakutkan jika sesuatu benar-benar mengganggunya. 

"Apa kita sudah sampai di rumah designer Taipun & Co?" tanya Sofia membuyarkan lamunan Jayden.

"Turunlah. Designer mungkin sudah menunggumu," titah Jayden seraya mengalihkan pandangan ke arah setir, pura-pura memasang raut masam.

Jayden lalu bergegas keluar terlebih dahulu keluar dari mobil diikuti Sofia beberapa detik kemudian. Keduanya harus menaiki beberapa anak tangga untuk sampai ke pelataran mansion megah itu.

Sesampainya di dalam, Sofia diminta menunggu di ruangan kerja yang dipenuhi ornamen lemari buku berjejer rapi sementara Jayden berasalan akan mencari sang designer. 

Ergh! kenapa situasi ini membuatku tak karuan? Apakah aku akan dipecat? Konglomerat biasanya bersikap angkuh seperti diriku yang dulu.

"Ekhem." Dehaman suara asing menguar, sontak membuat Sofia terkesiap dan berdiri menghadap ke arah sumber suara.

"Kau?" Sofia tercengang mengetahui sosok di atas kursi roda yang nyatanya tak asing. 

Sementara itu, ulasan senyum terbit dari belah ranum Jihan. Ia merasa senang bertemu dengan sang penyelemat saat insiden di supermarket beberapa hari yang lalu. Keduanya pun saling mendekat.

"Apa kau tinggal disini, Nyonya?" tanya Sofia antusias. Jihan pun mengangguk. Jemarinya mulai mengetikkan sesuatu pada ponselnya.

..."Apakah kau staf humas baru Baldwin?"...

Sofia mengangguk pelan. Jihan kembali mengetik pesan lain yang berisi bahwa dirinya adalah benar designer produk perhiasan untuk Baldwin Enterprise.

"Wow! Jadi ... Kau designer perhiasan Taipun & Co?" Sofia terkesiap tak percaya diiringi anggukan singkat dari Jihan. Pujian pun reflek melantun dari belah ranum Sofia efek kagum dengan mahakarya yang Jihan ciptakan.

"Maafkan aku sebelumnya, Nyonya." Sofia kemudian berlutut, mensejajarkan diri dengan Jihan yang duduk di atas kursi roda. "Sebelum kau marah. Ijinkan aku menyampaikan alasan Laura tak menginginkan warna hijau shapire pada design buatanmu."

Jihan menghela napas panjang sebelum merespon dengan anggukkan lagi, pertanda memberi Sofia kesempatan untuk berbicara.

"Laura memiliki trauma dengan perhiasan berwana hijau shapire karena kekasihnya ... meninggal sesaat sebelum memberikan kalung berhiaskan batu hijau shapire. Dia sangat trauma dengan warna tersebut."

DEG!

Jihan langsung tercenung setelah mendengar penjelasan singkat Sofia. Bagi ibu kandung Jayden, kata trauma sangat erat dengan dirinya. Insiden di atas kursi roda yang dialaminya juga telah menorehkan trauma cukup dalam.

Sofia lantas kembali meminta maaf karena telah lancang mengusulkan perubahan warna batu permata di produk baru. Sang puan hanya ingin membantu mencari solusi karena Baldwin berusaha keras untuk mendapatkan Laura.

"Kau boleh melaporkanku pada Pak Jayden jika apa yang kulakukan adalah kelancangan. Aku siap dikeluarkan," tutur Sofia pasrah—masih belum menyadari bahwa Jihan adalah ibu kandung Jayden. 

Di sisi lain.

Jayden terlihat mondar-mandir resah sembari sesekali menggigit ibu jari. Gusar tergambar jelas di wajahnya. Ingin rasanya ia menyeruak ke dalam dan membantu Sofia menjelaskan. Namun, pria itu ragu.

Ahh! Masalah tidak akan selesai jika aku hanya mondar-mandir seperti ini, Jayden membatin seraya hendak membuka ruangan kerja dimana ibunya dan Sofia melakukan percakapan.

Belum sempat membuka pintu, sosok Sofia dan Jihan terlihat keluar dari ruangan. Anehnya, tanpa berkata banyak, Sofia menunduk ijin pamit singkat dari hadapan Jayden dengan alasan akan kembali ke kantor naik kendaraan online.

"Kau mau kemana, Sof? Tunggu—" Rematan tangan Jihan sukses menjeda ucapan Jayden.

"Ma, kenapa Sofia pergi? Apa kau memecatnya? Ini semua keteledoranku yang melibatkan pemagang baru itu." Jayden memberi pembelaan cepat-cepat tanpa jeda, berharapa Jihan tak memecat Sofia.

"Bagaimana kalau aku memang memecatnya?" Jemari Jihan kembali memberi bahasa isyarat untuk Jayden. Raut kecewa sontak timbul setelah pernyataan sang ibu barusan. 

Melihat itu, Jihan malah tersenyum bahagia. Ia semakin yakin bahwa Jayden tengah jatuh hati pada seseorang dan itu Sofia, sama seperti dugaannya beberapa waktu lalu. 

PUK!

Sang ibu memukul bahu Jayden dan sukses membuyarkan angannya yang sedang kecewa. "Tenang saja, aku tidak memecatnya."

"Benarkah?"

Jihan mengangguk dan lalu memberi isyarat lagi yang artinya, "Cepat kejar dia, Jay. Sofia bersikeras menaiki kendaraan umum."

Jayden terkesiap. Ia lantas mencium pipi Jihan sebelum akhirnya pamit mengejar Sofia. Berharap wanita itu belum sampai ke gerbang komplek untuk memberhentikan kendaraan umum.

"Oh Tuhan, terima kasih. Kau telah membuat putraku menemukan pelanginya." Jihan mengucap syukur dalam hati.

...***...

"Si*l, hujan!" Sofia merutuk seraya menepi di bawah pohon tepi jalan besar komplek perumahan mewah masih satu area dengan Mansion Jihan. Sepanjang ia berjalan, belum juga ia temui di gerbang keluar komplek. Sayangnya, moda angkutan berbasis online dilarang masuk ke kawasan perumahan elite itu.

Namun, di sisi lain. Hatinya sedikit lega karena Jihan akan mempertimbangkan usulan perubahan warna produk baru dikarenakan alasan trauma Laura.

TIN!

Suara klakson mobil tiba-tiba membuyarkan lamunan sang puan. "Jayden."

"Masuklah, Sof!" panggil Jayden melalui jendela mobil yang terbuka setengah.

"Tidak, Pak. Silahkan duluan." Ingin rasanya masuk ke dalam mobil karena dingin dan juga sedikit lapar. Namun, mati-matian Sofia tahan. Baju yang telah setengah basah kuyup membuatnya tak enak hati jika harus mengotori mobil Jayden.

Ergh dasar keras kepala, Jayden berdecak kesal seraya mulai mengembangkan payung untuk menjemput Sofia.

"Apa yang kau lakukan, Pak—"

"Pegang ini!" Jayden menjeda ucapan sang puan, meminta Sofia memegang payung. "Jangan panggil aku dengan sebutan 'Pak' jika sesang di luar. Aku belum setua itu," tambahnya seraya menyelimuti tubuh Sofia dengan jas yang dikenakannya.

DEG!

Jarak keduanya yang hanya beberapa inci saja mendadak membuat hati Sofia tak karuan. Harus wanita itu akui, ketampanan wajah serupa baby face Jayden memang tak dapat diragukan lagi yakni mampu membius kaum hawa yang memandangnya.

Namum, sayang. Momen Sofia saat ini malah memunculkan potongan memori saat bersama Crish, mantan kekasihnya. Ya, kejadian mirip dengan situasi sekarang pun pernah wanita itu alami. Dimana Crish dan Sofia pernah berada di bawah naungan payung saat sedang dimabuk asmara. 

Entah karena terlarut dalam kenangan atau efek hormon kehamilan yang membuncah. Dalam sepersekian detik, Sofia menjatuhkan payung yang sedang digenggam dan lantas menarik wajah Jayden lalu mengecup belah ranum sang atasan.