Hidup untuk yang kedua kalinya Selena tak akan membiarkan kesempatannya sia-sia. ia akan membalas semua perlakuan buruk adik tirinya dan ibu tirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aulia indri yani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 35
Udara malam yang sejuk dan keramaian sedikit mereda didalam restoran kecil milik Sofia. Hari ini penjualan hampir habis, tinggal beberapa porsi lagi.
Sementara Selena sudah pergi sejak tadi setelah mengobrol dan mencoba resep makanan rumahan yang dibuat di restorannya.
Senyumnya tersungging mengingat setiap percakapan dan candaannya dengan Selena.
Pintu berdering menandakan pelanggan datang—Sofia mendongakkan kepalanya. Menatap sang pelanggan.
Namun senyumnya luntur seketika, waspada. "Karina."
Sosok itu hanya tersenyum, senyuman yang tidak sampai ke mata. Melirik restoran ini dengan pasangannya rendahan, seperti melihat gang kecil yang dipenuhi sampah dan bau.
"Kau tidak diterima." Sofia kembali berbicara. suaranya tegas, ia melangkah mendekat.
"Sombong sekarang ya?" Sahut Karina mengejek dengan tangan terlipat di kedua dadanya.
Sofia memiringkan kepalanya tidak mengerti, kemudian ibunya—Lily mendekat, memegang sikunya—mencoba menahan Sofia untuk bertindak berlebihan.
"Tenang saja ibu." bisiknya menenangkan, memegang lembut tangan sang ibu yang memegang siku nya.
Karina mencibir, merasa tidak terkesan dengan hubungan antar ibu dan putri itu. Terlalu dramatis dan berlebihan baginya.
"Ada apa kau kemari?" Sofia bertanya lagi. Dengan nada tenang dan ingin tahu.
Dan bagaimana Karina tahu tempat usahanya disini?
"Hanya ingin berkunjung pada teman lama." Alis Karina berkerut samar, seolah jijik mengucap kata 'teman'
Mereka berdua tahu bahwa tidak ada lagi kata teman di antara mereka. Sofia sudah sepenuhnya berpihak pada Selena, otomatis menjadi musuh dan ancaman bagi Karina.
Sofia terkekeh, dengan suara rendah dan berat. "Teman? Kau salah orang."
Karina mendekat lagi, ia tertantang dengan sikap berani Sofia. Sejujurnya ia belum melihat Sofia begitu berani membalas ucapannya dengan nada begitu lantang dan percaya diri.
Sofia belajar banyak dari Selena.. Berkatnya ia bisa mengetahui sifat Karina dan bagaimana membalasnya dengan benar tanpa tersulut api Karina.
Karina hanya tertawa, kepalanya menggeleng antara takjub dan tak percaya. "Wow.. Wow.. Sangat berani ya sekarang? Semenjak kau berteman dengan Selena.. Suaramu semakin kurang sopan santun."
Suara Karina pelan tampak mengancam. Menantang Sofia untuk menambah keberaniannya.
"Ini tidak ada hubungannya dengan Selena. Dia temanku, Selena tidak membuatku bersikap kurang sopan santun. Tapi ia mengajariku artinya ketenangan dalam menghadapi api."
"Maksudmu aku api? Kau mudah dibodohi oleh Selena." Ia terkekeh mengejek, telapak tangannya mengepal erat menahan emosi yang berkecamuk seperti badai.
Melihat kemarahan Karina, Lily angkat bicara. Suaranya lembut mencoba bersikap ramah—karena Karina dan Selena berbeda, ia harus berhati-hati dengan orang seperti Karina. Tidak mengenal belas kasihan dan tidak ragu bersikap kasar.
"Nona Wiranata.. Saya mohon berhenti mencari masalah dengan putriku. Ya? Lebih baik kita hidup menjalani kehidupan—"
"Diam wanita tua, aku tidak butuh nasehatmu." Potong Karina dengan tajam dan tegas. matanya melotot menatap wanita tua itu.
Sofia yang tidak terima ibunya dihina, ia melangkah maju—mendorong dada Karina dengan kuat hingga Karina hampir terjatuh jika saja Karina tidak memegang sisi meja.
"Berani-beraninya kau berbicara seperti itu kepada ibu!"
"Sofia, hentikan." Lily kembali memeluk lengan Sofia, mencoba meredakan pertengkaran lebih memanas.
Cengkraman Karina pada sisi meja menguat hingga membuat buku jarinya memutih. Matanya berkilat penuh amarah dan nafasnya memburu dengan cepat, mendorong Sofia balik.
"Kau seharusnya berterimakasih karena ku. Kau sudah diberi uang pinjaman dan juga makanan! Tanpa aku, kau hanyalah gadis malang yang memohon belas kasihan!" Karina mencengkram kuat kerah seragam Sofia.
Tangan Sofia memegang kuat pergelangan tangan Karina. Mencoba melepaskan diri dari cengkraman Karina. "Aku merasa berterimakasih kepada semua belas kasihanmu Karina.. Namun aku tidak akan tunduk hanya karena perbuatan baikmu."
Dengan sekuat tenaga Sofia berhasil melepaskan diri dari genggaman tangan Karina. Nafasnya tersengal-sengal, ibunya tetap berada dibelakang memegang tangannya dan membujuknya untuk berhenti dan berdamai.
"Hanya karena kau berpihak kepada Selena.. Dan memakai kekayaannya kau begitu sempurna, Sofia. Kau hanya di manfaatkan olehnya—kau akan dibuang suatu saat nanti olehnya! catat kata-kata ku!"
Sesaat Sofia menghela nafas sejenak, sebelum kembali membuka suara. "Dengar Karina, aku tidak masalah jika suatu saat Selena membuangku dan memanfaatkan ku. setidaknya Selena mengajariku arti perjuangan dan mencari keadilan. Aku tidak pernah menyesal mengenalnya, karena bagiku Selena adalah teman terbaikku."
Sofia mengucapkannya dengan bangga. Karena di lubuk hati nya Selena adalah orang tulus. Selena bukan Karina yang mempermainkan orang lalu membuangnya. Karena Sofia bisa melampaui tatapan tulus yang terpancar dari kedua mata Selena.
Ia sangat percaya pada Selena. Jika... Jika memang Selena memanfaatkan dirinya, Ia tak akan pernah menyesal. Karena Selena sudah begitu baik tanpa pamrih padanya, itu melebihi batas memanfaatkan seseorang.
Karina hanya terkekeh tajam. Memutar matanya dengan jengah, ia mendekat—melayangkan tangannya ingin menampar wajah Sofia.
Lily memeluk pinggang putrinya semakin erat. Sebelum tangan Karina berhenti di udara—sebuah tangan menahannya.
"Ethan.." bisik Sofia, merasa bersyukur dan senang Ethan datang tepat waktu kemari.
Mata Karina membelalak—melotot dengan marah setelah mengetahui Ethan yang menahan tangannya. "Lepaskan sialan! Beraninya kau memegang tanganku?!
Namun cengkraman Ethan pada pergelangan tangan Karina semakin mengerat. Matanya menatap tajam dan menusuk pada Karina, tak membiarkan wanita itu merasa menang dan tinggi hati.
"Sudah cukup Karina.. Atau harus ku panggil, Nona Wiranata?" ia berbisik, dengan kasar melepaskan tangan Karina.
"Panggil aku nona Wiranata! Karena aku yang berkuasa di keluarga Wiranata." Sahut Karina dengan tegas, mengklaim kepemilikannya pada keluarga Wiranata.
Namun Ethan tidak terkesan dengan rasa percaya diri Karina. hanya mendekat, memegang bahu Karina dan meremas dengan kuat. "Awalnya kupikir kau memang pantas sebagai Nona Wiranata.. karena sifatmu yang lemah lembut."
Ethan semakin mendekat, bibirnya mendekatkan diri pada telinga Karina. Berbisik tajam dan memperingati. "Namun aku sadar bahwa Nona Wiranata sesungguhnya adalah Selena.. Kau? Tidak pantas, sekali lagi kau memasuki restoran ini. Aku tidak akan tinggal diam."
Kemudian Ethan melepaskan bahu Karina, hampir mendorong wanita itu. Melirik ke arah pintu mengisyaratkan agar Karina pergi.
Dengan kesal sembari menghentakkan kaki dan menendang kursi disisinya, Karina pergi dari restoran. memandangi mereka bertiga didepan pintu dengan mengancam sebelum akhirnya benar-benar pergi.
Ketegangan akhirnya mereda. Seperti badai lalu datang pelangi, Ethan menghembuskan nafasnya lega. Memandangi Sofia dan ibunya.
"Kalian berdua tidak apa-apa?" Ethan langsung memegang kedua tangan Sofia, meremasnya lembut.
Sofia mengangguk kaku, dengan canggung dan pipinya terasa panas. "Iya aku baik-baik saja."
Lily tersenyum, mengelus bahu Ethan lembut dan sesaat. "Terimakasih sudah menolong kami, ah.. Duduklah. Ibu akan buatkan minum untuk kalian berdua." ia tersenyum mempersilahkan Ethan duduk.
"Ah, ya.. Terimakasih." Ethan tersenyum, kemudian duduk. Matanya tak pernah lepas dari wajah Sofia.