NovelToon NovelToon
Tunangan Palsu Sang CEO Dan Pewaris Tersembunyi

Tunangan Palsu Sang CEO Dan Pewaris Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Nikahmuda / Reinkarnasi / Fantasi Wanita / Nikah Kontrak
Popularitas:471
Nilai: 5
Nama Author: ᴛʜᴇ ꜱᴀᴅɪᴇ

CEO dingin Ardan Hidayat harus bertunangan dalam tiga bulan demi warisan. Ia memilih Risa Dewi, gadis keras kepala yang baru saja menghancurkan kuenya, untuk kontrak pertunangan palsu tanpa cinta. Tapi saat mereka hidup bersama, rahasia keluarga Risa sebagai Pewaris Tersembunyi keluarga rival mulai terkuak. Bisakah kepura-puraan mereka menjadi kenyataan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ᴛʜᴇ ꜱᴀᴅɪᴇ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rasa Kopi Pahit

Ardan Hidayat berdiri tegak di hadapan jendela kaca raksasa di lantai teratas Menara Hidayat, kantor pusat imperium properti dan konstruksi yang diwarisinya. Langit Jakarta di luar telah berubah menjadi palet jingga gelap, dihiasi ribuan lampu kota yang mulai menyala, namun hati Ardan terasa lebih gelap dan dingin dari malam di luar sana.

Tiga bulan. Hanya tiga bulan tersisa sebelum batas waktu konyol yang ditetapkan oleh surat wasiat almarhum kakeknya akan tiba. Wasiat itu secara eksplisit menyatakan bahwa ia harus menikah, atau setidaknya bertunangan secara resmi, sebelum ulang tahunnya yang ke tiga puluh untuk mengamankan saham kendali utama perusahaan. Jika gagal, kekuasaan akan jatuh ke tangan Bima, sepupu Ardan yang berhati busuk.

Ardan mengepalkan tangan kanannya yang memegang ponsel, buku-buku jarinya memutih karena tekanan. Dalam dua bulan terakhir, ia telah bertemu dengan lusinan wanita dari keluarga terpandang—putri diplomat, pewaris bank, bahkan model internasional—tetapi setiap pertemuan terasa seperti negosiasi bisnis, dipenuhi kepalsuan dan ambisi tersembunyi.

"Mereka semua serigala berbulu domba," gumamnya datar, suaranya memantul di ruangan yang sunyi. "Mereka tidak mencintai Hidayat, mereka hanya mencintai nama dan kekayaan yang menyertainya."

Ketukan sopan terdengar di pintu mahoni. Pak Hadi, kepala sekretaris yang berdedikasi, masuk dengan langkah tergesa-gesa.

"Tuan Ardan, saya minta maaf mengganggu. Investor dari Taipei tiba sepuluh menit lebih awal dari jadwal. Dan... Tuan Bima ada di lobi, menunggu kesempatan untuk 'menyambut' mereka."

Alis tebal Ardan terangkat tajam. "Bima?"

"Ya, Tuan. Dia terlihat sangat percaya diri hari ini, dan dia membawa berkas-berkas hukum lama."

Ardan mendengus, ekspresinya dipenuhi jijik. Bima pasti berharap Ardan menunjukkan kelemahan di hadapan investor penting ini, terutama setelah rumor tentang masalah pribadinya menyebar di dewan direksi.

"Katakan pada Bima bahwa kehadirannya tidak dibutuhkan di sini. Jika dia ingin menonton pertunjukan, suruh dia kembali ke kantornya sendiri," perintah Ardan, suaranya rendah dan mengancam. "Siapkan ruang rapat. Aku akan turun sekarang. Dan Pak Hadi," Ardan berbalik, menatap pria tua itu dengan intensitas yang menuntut, "prioritas nomor satu minggu ini: temukan calon tunangan yang kredibel. Aku tidak peduli palsu atau nyata. Aku harus punya seseorang di sampingku sebelum kita menandatangani kontrak Taiwan itu."

Lima belas menit kemudian, di tengah hiruk pikuk jalanan yang mengelilingi kaki Menara Hidayat, Risa Dewi sedang berperang dengan takdirnya sendiri.

Ia mengendarai sepeda motor usang yang mengeluarkan asap mengepul, berusaha keras menyeimbangkan sebuah kotak kardus besar yang berisi kue-kue macarons premium—pesanan penting untuk pertemuan di puncak menara tersebut. Kue-kue itu adalah komoditas bernilai tinggi dari Toko Roti Bulan, tempat Risa bekerja paruh waktu. Ia harus ekstra hati-hati; jika satu kue saja rusak, ia harus membayar denda yang setara dengan gajinya selama seminggu.

"Ayo, Risa, sedikit lagi," bisiknya pada dirinya sendiri, rambut panjangnya diikat ekor kuda dan wajahnya berkeringat di bawah terik matahari Jakarta sore.

Pikirannya dipenuhi tagihan rumah sakit Nenek Wulan. Uang tunai dari pengiriman ini sangat dibutuhkan untuk membeli obat baru.

Tepat saat ia berbelok tajam menuju gerbang samping menara, sebuah limosin hitam mewah yang tampak baru keluar dari pabrik tiba-tiba berhenti mendadak tanpa peringatan di depan jalan masuk yang seharusnya ia lewati.

Risa terkejut. Ia menarik rem sekuat tenaga, tetapi motornya yang tua tidak merespons secepat yang ia harapkan. Motor itu oleng, dan saat Risa berusaha menyeimbangkan diri, kotak kue yang ia pegang di antara lutut dan perutnya terlepas dari genggamannya.

Sebuah jeritan kecil lolos dari bibirnya saat motor itu jatuh ke samping. Ia terhuyung dan jatuh tersungkur di trotoar. Namun, rasa sakitnya tidak sebanding dengan keputusasaan yang melanda saat ia mendengar suara kotak kardus terbentur keras dan bunyi renyah ratusan kue macarons yang hancur berkeping-keping di aspal.

Risa bangkit, hatinya mencelos. Ia menatap kue-kue berwarna-warni yang kini menjadi tumpukan serpihan yang tak berbentuk. Air mata mulai mendesak, tetapi ia menahannya dengan marah.

Ia mengangkat pandangannya, mencari sumber masalah. Dari pintu belakang limosin itu, yang dibuka oleh seorang pengawal berpakaian rapi, melangkah keluar seorang pria. Sosoknya tinggi, gelap, dan mengenakan setelan jas yang begitu mahal hingga seolah-olah memancarkan aura uang tunai. Wajahnya keras, tampan, dan tidak menunjukkan emosi sedikit pun.

Itu adalah Ardan Hidayat, yang baru saja keluar untuk menyambut investornya di lobi utama.

Ardan terhenti di jalurnya. Ia melihat Risa yang kotor, motor yang tergeletak, dan puing-puing kue yang berserakan. Tatapan Ardan sangat dingin, seolah Risa adalah hama yang mengganggu pemandangan.

"Apa-apaan ini?" tanya Ardan, suaranya lebih seperti pernyataan daripada pertanyaan.

Risa melangkah maju, melupakan rasa sakit dan rasa takutnya, digantikan oleh ledakan amarah.

"Anda! Anda yang menyetir seperti orang gila! Atau sopir Anda! Anda tidak melihat saya? Ini jalan umum!" tuntut Risa, menunjuk pada tumpukan kue yang hancur. "Anda sudah menghancurkan pekerjaanku! Karena Anda, saya akan dipecat, dan saya harus membayar ganti rugi ratusan ribu!"

Ardan menatapnya sejenak, wajahnya tidak berubah. Bagi Ardan, ia tidak melihat seorang wanita muda yang putus asa, melainkan hanya sebuah hambatan kecil yang perlu disingkirkan dengan uang.

"Aku tidak tertarik dengan drama jalananmu," kata Ardan, menggesek kartu platinum dari dompetnya dan melemparkannya ke aspal di dekat kaki Risa. "Berapa harganya? Ambil uang ini, lipat gandakan, dan bersihkan sampahmu segera. Aku punya pertemuan penting."

Risa menatap kartu yang mengkilap itu, lalu mendongak ke mata Ardan yang menghina. Penghinaan ini terasa lebih menyakitkan daripada jatuhnya. Ia tidak butuh sedekah. Ia butuh keadilan dan pengakuan.

Dengan gerakan cepat yang mengejutkan Ardan, Risa mengambil kartu itu, tetapi bukannya menyimpannya, ia melemparkannya kembali, mengenai dada Ardan.

"Saya tidak butuh uang haram Anda, Tuan Sombong!" teriak Risa, suaranya sedikit serak karena emosi. "Saya hanya minta Anda mengakui kesalahan. Ini bukan hanya kue, ini adalah harapan saya!"

Ardan, yang belum pernah dilempari apapun dalam hidupnya—terutama oleh seorang gadis pengantar barang—terkejut. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia menatap Risa dengan penuh minat. Gadis ini, dalam keadaan yang paling mengenaskan, masih berani menantangnya. Keberaniannya, semangatnya yang membara di tengah keterpurukan, entah bagaimana menarik perhatiannya dari kegelisahan bisnisnya.

Tiba-tiba, ide gila melintas di benak Ardan. Sebuah solusi yang tidak terduga.

Ardan melangkah mendekat, auranya yang berkuasa menyelimuti Risa, membuatnya mundur selangkah.

"Dipecat, katamu?" Ardan tersenyum, senyum kecil, mematikan, yang tidak pernah mencapai matanya. "Menarik sekali. Aku punya tawaran yang jauh lebih baik daripada gajimu yang menyedihkan sebagai pengantar kue."

Risa menatapnya dengan curiga, jantungnya berdebar kencang, terancam oleh kedekatan dan kekuasaannya. "Tawaran... apa?"

Ardan menurunkan suaranya menjadi bisikan yang hanya bisa didengar Risa. "Sebuah kontrak. Aku membutuhkan tunangan yang sempurna, yang tidak dikenal oleh lingkaran sosialku, dan yang tidak akan jatuh cinta padaku. Dan kamu..." Ardan memindai sosok Risa, dari rambut acak-acakan hingga pakaiannya yang kotor, "…kamu adalah antitesis dari semua yang mereka harapkan. Bayangkan. Ganti rugi seratus kali lipat. Uang untuk pengobatan nenekmu. Dan tiket keluar dari kemiskinan."

Ardan mengulurkan tangannya, bukan untuk membantu, melainkan untuk menegaskan kesepakatan. "Terima tawaranku, Risa Dewi. Mari kita buat kesepakatan yang akan mengubah hidup kita, sebelum aku harus menjatuhkanmu kembali ke lumpur tempat kamu berada."

1
....
penulis yang bagus, pertahankan dia /Chuckle/
....
ini menjadi menarik /Hey/
....
aku penasaran apakah mereka akan berakhir bersama /Shame/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!