Audrey ditipu Adik kembarnya. Ia dijual pada seseorang untuk pelunas hutang. Tahu ia dikhianati sang Adik, Audrey pun berhasil melarikan diri. Sayang sekali, ditengah pelariannya ia justru bertemu pria tampan yang dalam keadaan setengah mabuk.
Hansen yang dijebak perempuan licik, meminta bantuan Audrey. Ia lantas menarik paksa Audrey ke kamarnya. Hal tak terduga terjadi, Audrey tak mampu menolak dorongan tenaga pria kekar yang ada dihadapannya. Pada akhirya, Hansen dan Audrey menghabiskan malam panas bersama-sama.
Saat bangun keesoakan harinya. Audrey tak menjumpai adanya Hansen. Hanya ada secarik kertas dan kartu nama yang ditinggalkan Hansen untuk Audrey. Hansen ingin Audrey menemuinya setelah membaca pesannya. Membaca pesan Hansen, Audrey hanya memasang wajah masam. Ia meremat kertas dalam genggaman dan ingat akan wajah sang Adik yang membuatnya harus kehilangan kesucian sebelum menikah.
Apa yang akan terjadi pada Audrey? akankah ia pergi mendatangi Hansen, atau menghindarinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dea Anggie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
One + One (12)
Audrey mulai bekerja. Ia yang memang sudah mengenal pekerjaan sejak remaja, tidak merasa canggung saat dihadapkan dengan banyaknya tugas yang diberikan. Diana sempat khawatir, karena Aurey sedang menngandung, jadi tidak boleh terlalu lelah. Audrey meyakinkan Diana, jika ia baik-baik saja dan mampu mengerjakan semua tugas-tuganya.
Begitulah hari demi hari dilewati Audrey di Galeri. Tanpa terasa ia sudah bekerja selama seminggu. Karena Sherlyn punya waktu luang, Audrey pun mengajak Diana dan Sherlyn makan malam bersama. Dari pertemuan itu, Sherlyn dan Diana saling mengenal dan dekat. Bahkan Sherlyn juga meminta Diana menerimanya sebagai anak angkat kedua setelah Audrey. Tentu saja Diana menyetujui permintaan Audrey. Ia senang kini memiliki banyak anak.
Sebelumnya, Audrey sudah menceritakan tentang pertemuannya dengaan Diana saat ia mengunjungi Galeri. Audrey juga menceritakan pada Sherlyn, saat Diana memintanya menjadi anak angkat. Dan juga tentang pekerjaan. Sherlyn mendengarkan dan menanggapi cerita Audrey secara positif. Ia senang kalau Audrey juga senang. Sherlyn mengatakan, jika kebahagiaan Audrey adalah yang utama.
Sherlyn tampak senang, saat melihat eksppresi bahagia sahabatnya sewaktu bercerita. Ia yakin, jika Diana adalah sosok Ibu yang baik. Ia juga semakin ingin lebih jauh lagi mengenal sosok Diana.
***
Audrey selesai bersih-bersih mejanya. Ia menumpuk dokumen dan berkas-berkas dengan rapi di atas meja kerjanya. Saat akan pulang, tidak lupa ia berpamitan pada Diana.
"Ma, aku pulang dulu, ya. Apa Mama masih mau lembur?" tanya Audrey.
"Oh, ya. Pulanglah, Nak. Aku akn minta supir mengantarmu. Ini sudahh malam. Mama masih mau merapikan dokumen yang kita bahas di rapat tadi." jawab Diana.
"Apa tidak apa-apa aku tinggal? mau aku temani saja?" tanya Audrey khawatir pada Diana.
Diana menggelengkan kepala, "Tidak, sayang. Mama akan merapikannya dengan cepat dan pulang. Jangan khawatirkan Mama dan pulanglah segera," kata Diana
Audrey mengangguk. Ia pun memeluk Diana dan mencium pipi Diana, lalu pergi meninggalkan Diana sendirian di ruang kerja. Diana langsung menghubungi supirnya. Meminta supir mengantar Audrey pulang.
***
Setelah mandi dan berganti pakaian. Audrey keluar dari kamar. Ia menemui Sherlyn yang sedang sibuk memasak hidangan makan malam.
Audrey menawarkan bantuan. Sherlyn menoolak dan meminta Audrey untuk duduk tenang menunggu. Audrey tidsk menuruti apa kata Sherlyn, ia melangkah pergi menuju dapur dan melihat apa yang sedang Sherlyn kerjakan.
Sherlyn mengomel, ia menarik pelan tangan Audrey unutk duduk. Sherlyn terus mengomel dan mengomel, membuat Audrey hanya bisa menahan tawa.
"Apa yang kamu tertawakan?" tanya Sherlyn.
Audrey menatap Sherlyn, "Tidak. Aku tidak tertawa," jawab Audrey.
Sherlyn mengerutkan dahinya, membuat Audrey tertawa seketika. Audrey menilai wajah Sherlyn saat kesal sembari mengerutkan dahi itu menggemaskan.
"Sudah-sudah. Berhenti bercanda. Aku mau lanjutkan memasak dulu," kata Sherlyn yang kembali sibuk memasak.
Tidak lama Sherlyn selesai memasak dan menyajikan hidangan makan malam di atas meja. Audrey membantu dengan membawakan apa yang bisa ia bawa. Ia tidak mau diam dan hanya dilayani. Ia ingin membantu Sherlyn meski itu hanya hal-hal remeh.
Audrey dan Sherlyn pun makan malam bersama. Mereka bedua makan dengan lahap dan sangat menikmati. Selesai makan, Audrey dan Sherlyn berbagi tugas. Sherlyn membersihkan meja makan dan meringkas piring juga peralatan makan yang kotor, sedangkan Audrey mencuci piring.
"Setelah ini, mau jalan-jalan denganku ke supermarket?" tanya Sherlyn menawari.
"Kamu mau beli apa?" tanya Audrey.
"Perlengkapan mandi dan beberapa perlengkapan bersih-bersih." jawab Sherlyn.
Audrey mengiakan ajakan Sherlyn. Ia pun menyelesaikan pekerjaannya dan ikut pergi dengan Sherlyn.
***
Hansen baru saja sampai di rumahnya. Ia diantar Dion sampai ke kamarnya. Hansen berjalan perlahan mendekati tempat tidurnya dan naik ke tempat tidur, Ia duduk bersandar pada tumpukan bantal dipunggungnya.
"Silakan Anda istirahat. Jika butuh sesuatu panggil saja saya. Saya masih harus memasak bubur untuk Anda," kata Dion.
"Kamu bisa membuat bubur?" tanya Hansen.
"Ya? umh ... bisa-bisa saja. ada apa, Pak?" tanya Dion.
"Tidak apa-apa. Pergilah dan memasak," kata Hansen.
Dion pun pergi meninggalkan kamar. Hansen melihat sekeliling kamarnya dan tersenyum. Ia merasa puas juga lega, bisa kembali ke kamarnya. Baginya selama ini sangat menyebalkan berada di rumah sakit.
Tigaa puluh menit kemudian. Dion datang ke kamar Hansen dengan membawa bubur. Ia langsung meminta Bossnya itu untuk makan, agar bisa minum obat dan lekas sembuh.
"Pak, silakan." kata Dion. Meletakkan nampan atas di nakas.
"Kamu pulang saja. Aku bisa makan dan minum obatku sendiri," kata Hansen.
"Bagaimana Anda bisa melakuknnya dengan tangan seperti itu?" tanya Dion melihat ke arah tangan Hansen yang diperban.
"Tanganku bisa ku gerakkan perlahan. Lagipula aku bisa makan dengan tangan kiri juga. Kedua tanganku berfungsi dengan baik. Apa kamu lupa itu?" jawab Hansen membanggakan diri.
"Ah, benar jugaa. Beliau kan bisa menggunakan tangan kiri dan kanannya dengan baik. Karena khawatir aku sampai melupakan hal itu," batin Dion.
"Saya mengkhawatirkan Anda. Jadi saya lupa," jawab Dion.
"Bagaimana dengan informasi yang aku minta cari tahu?" tanya Hansen manatap Dion.
Hansen meminta Dion mencari tahu tentang Audrey. Siapa itu Audrey, keluarga dan latar belakang Audrey. Ia masih penasaran, dengan apa yang ingin Audrey sampaikan. Melihat Audrey yang pergi begitu saja secara tiba-tiba, membuat Hansen kepikiran.
Dion menggelengkn kepala. Hampir semua informasi yang bersangkutan dengan Audrey tidak ditemukan. Dengan kata lain, memang ada hal yang disembunyikan dan itu membuat Dion curiga. Meski mencaritahu dengn berbagai cara, tetap saja informasi tentang Audrey tidak bisa digali.
Hansen mengerutkan dahi, "Apa dia ada maksud tertentu mendekatiku? tapi untuk apa? kalau sampaai Dion tidak bisa menemukan informasi apa-apa tentangnya, kemungkinan besar keluarganya sudah memblokir semua informasi. Atau ... jangan-jangan dia memakai nama palsu?" batin Hansen bertanya-tanya.
"Apa benar tidak ada cara lain?" gumam Hansen.
"Apa Anda benar-benar ingin tahu? saya kan coba mencari tahu lagi." jawab Dion.
Hansen menolak. Ia meminta Dion fokus pada pekerjaan saja. Waktunya akan terbuang sia-sia jika hanya memikirkan dan mencari informasi tentang seseorang yang bahkan ia tidak ingat. Karena hilang ingatan, membuat Hansen harus banyak mempelajari dokumen, agar bisa mengikuti perkembangkan pekerjaannya.
Setelah pemicaraan selesai, Dion lantas berpamitan pulang. Ia meminta Hansen menghabiskan bubur dan meminum obat, lalu istirahat. Hansen mengiakan permintaan Dion. Mengatakan agar Dion tidak perlu khawatir.
"Saya permisi, Pak." pamit Dion.
"Ya, pergilah. Hati-hati di jalan. Jangan terlalu mengkhawatirkanku, karena aku pasti akan baik-baik saja." kata Hansen.
Dion pergi meninggalkan Hansen dikamar. Hansen melihat sekilas kepergian Dion, lalu memalingan pandangan ke arah lain. Ia menarik napas dalam, lalu mengembuskan napas perlahan. Ia merasakan sekujur tubuhnya nyeri dan sakit, meski begitu ia bersyukur masih diberi kesempatan hidup.