Persahabatan dua generasi.
Antara seorang pemuda dengan seorang kakek tua pensiunan pegawai negeri.
Lucunya, sang kakek tidak mengetahui bahwa sahabatnya sebenarnya seorang CEO dari perusahaan terkenal.
Persahabatan yang telah terjalin beberapa tahu itu sangat terjalin erat hingga akhirnya, di penghujung akhir hayatnya, sang kakek meminta sahabatnya untuk menikahi cucu satu satunya.
Akankah sang CEO akan menuruti permintaan sahabatnya untuk menikahi cucunya yang ternyata adalah sekretaris yang bekerja dengannya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Almaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cemburu..
"Tolong rahasiakan pernikahan kita dari semua orang.."
"Terutama keluarga anda dan orang orang di kantor.."
Devan mengerutkan keningnya.
"Karena saya masih ingin bekerja seperti biasa, saya tidak mau menyusahkan Anda, karena saya ingin mengumpulkan uang untuk membayar semua hutang saya kepada anda.."
"Sudah kubilang lupakan masalah uang itu.."
"Maaf tapi saya tidak bisa.."
Devan seperti kehabisan kata-kata.
"Lakukan apa maumu..tapi satu hal yang harus kamu ingat, aku tidak akan pernah menceraikanmu.."
"Dan masalah pernikahan anda.." Asha terlihat ragu ragu.
"Tetaplah menikah dengan tunangan Anda, saya tidak masalah.."
Lagi lagi Devan tidak bisa menjawab, dia seperti kehabisan kata-kata.
Devan kembali memutar badannya, membelakangi Asha dan memegang pagar di depannya, berpikir pernikahan macam apakah yang akan mereka jalani.
"Walaupun kita terikat satu ikatan pernikahan, tapi mari kita jalani hidup kita masing masing, anda harus tetap menganggap saya sebagai sekretaris anda di kantor, bukan istri.."
Devan tak bergeming mendengar perkataan Asha, dia tetap membelakangi Asha dan terlihat masih berpikir keras.
"Baiklah..aku akan mengikuti semua keinginanmu.." Ucap Devan sembari melihat Asha.
"Lakukan apa maumu, aku hanya minta satu hal.." Devan mengeluarkan dompetnya sembari menghampiri Asha.
"Lupakan masalah hutang itu, dan pergunakan kartu ini untuk memenuhi semua kebutuhanmu.." Devan memberikan sebuah kartu debit pada Asha.
Asha menggelengkan kepalanya.
"Maaf..saya tidak bisa.."
"Ambil atau saya akan memecatmu dari perusahaan.." Dengan terpaksa Devan mengancamnya.
Asha kaget, dia segera mengambil kartu itu.
"Jangan ragu ragu untuk mengambil dan menggunakan semua uang di dalamnya, nanti PINnya akan aku kirim lewat pesan singkat.."
Asha terdiam.
Devan melihat sebuah kamar yang cukup besar didepannya, dari cerita Yana, Asha sudah cukup lama tinggal seorang diri disini.
"Besok aku carikan rumah baru untukmu.."
"Tidak usah, aku akan tetap tinggal disini.."
"Tapi ruko ini sudah dijual kan..?"
"Iya..pemilik baru datang melayat kakek tadi, dan sekalian aku mengatakan akan menyewa kamar ini..dan dia mengizinkan.."
Devan mengangguk.
"Baiklah.. terserah kamu.." Jawab Devan seakan pasrah dengan semua keinginan Asha.
Keduanya terdiam beberapa saat.
Suasana menjadi sangat canggung ketika keduanya terdiam cukup lama.
Sesekali Devan melihat Asha dengan rambutnya yang panjang terbawa angin malam, baru kali ini dia melihat Asha dengan penampilannya yang tidak formal, wajahnya yang masih sembab tidak mengurangi kecantikannya, penampilannya yang sederhana justru semakin membuat wanita itu mempesona.
"Baiklah..saya permisi.." Devan memilih untuk pergi.
"Oh ya..semua biaya rumah sakit aku sudah membayarnya, aku memberitahumu agar kamu jangan memikirkannya lagi.."
Asha tersentak kaget.
"Istirahatlah..ini pasti hari yang melelahkan untukmu.." Ucap Devan lagi kemudian berjalan dan menuruni tangga.
Asha hanya mengangguk saja.
Asha langsung menghempaskan tubuhnya pada kursi.
Melihat sebuah kartu di tangannya.
***
Malam ini Asha tidak bisa benar benar tertidur, banyak hal yang terjadi hari ini, meninggalnya kakek, pernikahannya, dan kepergian ibu dan adiknya.
Mereka pergi entah kemana, hubungannya dengan ibu tirinya memang tidak baik, namun dengan Aisha adiknya, hubungan terjalin dengan sangat baik, mereka saling menyayangi satu sama lain.
Kini Asha merindukannya, entah berada dimana Aisha sekarang, dan apakah Aisha tahu kalau kakek telah tiada, seandainya tahu, pasti itu akan membuatnya sangat sedih.
Aisha sangat menyayangi kakek, sama halnya seperti dirinya.
Asha beranjak dari tempat tidur, berjalan menuju dapur dan mengambil air minum, Asha duduk di kursi meja makan, dia melihat ponselnya yang sudah tergeletak di atas meja dari tadi.
Rupanya ada satu pesan yang masuk.
Pak Devan.
Terdapat deretan beberapa angka, Asha tahu itu pasti kata sandi dari kartu yang tadi diberikan kepadanya.
Asha mendesah, menelungkupkan kepalanya dia atas meja.
"Kakek..Apa yang harus aku lakukan sekarang..?"
***
Hari ini hari Sabtu, sehingga akan Asha gunakan hari ini dan besok untuk beristirahat di rumah saja sebelum kembali bekerja pada hari senin nanti.
Pagi pagi sekali, mbak Yana datang kerumah dengan membawa beberapa makanan, dia tahu Asha pasti kelaparan karena seharian kemarin dia tidak memakan apapun.
"Terima kasih mbak..untung saja ada mbak dan mang firman kemarin..kalau tidak entah apa yang akan terjadi kepadaku.."
Yana tersenyum.
"Mbak.. apa rencana mbak selanjutnya..?"
Yana terdiam.
"Selama mbak bekerja di toko kue ibumu, mbak sudah banyak belajar, jadi mbak ingin membuat usaha kecil-kecilan membuat kue dan menitipkannya ke warung warung.."
Mendengarnya Asha terlihat senang.
"Di toko ibu, masih banyak peralatan untuk membuat kue, mbak ambil saja semuanya..kemarin kata pemilik baru dia akan segera mengosongkan rumah ini.."
"Benarkah..?" Yana terlihat senang.
"Iya..manfaatkan saja semuanya mba..ibu tidak mungkin kembali lagi kan.." Ucap Asha berusaha tersenyum, walaupun sebenarnya Yana tahu Asha pasti sangat sedih.
Yana mendekati Asha.
"Bagaimana suamimu, kamu akan tetap disini..?" Yana tahu kemarin Asha telah membayar uang sewa kepada pemilik baru.
Asha mengangguk.
Yana tahu, ada sesuatu yang tidak bisa diceritakan Asha kepadanya.
"Selain suamimu, ada mbak dan mang firman, kamu tidak hidup seorang diri, Pokoknya kalau ada apa apa, jangan ragu beritahu mbak .."
Asha mengangguk.
"Terima kasih.." Asha tidak bisa menahan tangisnya.
Akhirnya Asha mengabiskan hari ini dan hari Minggu dengan membantu mbak Yana mengangkut semua peralatan membuat kue ibunya ke rumah mbak Yana yang berada di belakang ruko, mereka mengambil hampir semua barang disana untuk dimanfaatkan.
***
Hari ini Asha kembali ke kantor.
kedatangannya disambut oleh semua teman dan sahabatnya.
"Kamu baik baik saja kan..?" Tanya Diah khawatir.
Begitu juga dengan Della dan Riri.
Asha tersenyum, dia bahagia rupanya dia memang tidak benar benar sendiri, masih banyak yang mempedulikan dan memperhatikannya.
Setelah puas mengobrol dengan mereka, Asha berjalan menuju mejanya, baru saja dia duduk Nando sudah menghambur dan menanyakan keadaannya.
"Aku baik baik saja.." Jawab Asha sambil tersenyum.
Tak lama Gio juga menghampiri Asha, membuat Nando yang sedang mengobrol dengannya mundur teratur.
"Kamu tahu aku sangat menghawatirkan kamu mendengar dari semua orang kamu pergi dengan tergesa-gesa sambil menangis hari Jumat kemarin.."
Asha tersenyum.
"Saya tidak apa apa.."
Ketika mereka masih mengobrol, Devan datang terkejut melihat pemandangan dimana Gio mengobrol akrab dengan Asha.
"Asha..ke ruangan saya.."
pikir tdi bnran jetua gangster ...