Ayu Lestari namanya, dia cantik, menarik dan pandai tapi sayang semua asa dan impiannya harus kandas di tengah jalan. Dia dipilih dan dijadikan istri kedua untuk melahirkan penerus untuk sang pria. Ayu kalah karena memang tak memiliki pilihan, keadaan keluarga Ayu yang serba kekurangan dipakai senjata untuk menekannya. Sang penerus pun lahir dan keberadaan Ayu pun tak diperlukan lagi. Ayu memilih menyingkir dan pergi sejauh mungkin tapi jejaknya yang coba Ayu hapus ternyata masih meninggalkan bekas di sana yang menuntutnya untuk pulang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rens16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 : Talak
Arkana hari itu tepat berusia dua bulan. Semakin tampan, pintar dan lucu tentu saja. Semua orang begitu menyayanginya.
Bahkan sejak beberapa hari yang lalu Arkana dengan paksa dibawa pulang oleh Inggrid.
"Asi untuk Arkana udah dipompa belum, Ay?" tanya Surya yang hari itu kembali muncul di depan Ayu.
Ayu menatap marah kepada suaminya itu. Bagaimana bisa dia dipisahkan dengan anaknya dan dipaksa memberikan susu melalui botol.
"Bawa Arkana kesini, aku nggak akan memberikan asi kepada dia melalui botol!" Ayu kali ini menolak dengan tegas perintah sewenang-wenang itu.
"Maksudnya?!" tanya Surya bingung.
"Arkana anakku, Mas! Dia masih butuh aku sebagai ibunya, kenapa kamu tega memisahkan dia dari aku?!" ucap Ayu histeris.
"Sejak awal kamu tahu kan kalau aku menikahi kamu karena aku ingin punya keturunan?"
"Ya, ya, ya! Sejak awal memang kamu nikahi aku untuk beranak pinak karena istri kesayangan kamu itu mandul!" jawab Ayu berani.
Ayu yang selama itu kalem, penurut dan juga tak banyak bicara, kali ini dia begitu berani dan menantang suaminya.
Ayu masih mengalami baby blues, apalagi saat itu Arkana justru dirampas dari sisinya.
Plak, plak! Tamparan sebanyak dua kali Surya daratkan di kedua pipi Ayu, tapi bukannya takut Ayu justru terkekeh dan menyeringai.
"Ternyata selain nggak becus jadi suami, kamu juga temperamental ya, Mas! Nyesel aku waktu itu nurut untuk kamu jadikan budak keluargamu!"
Surya menatap tangannya yang memerah karena menampar Ayu dengan kekuatan penuh, bahkan Surya bisa melihat darah merembes keluar dari bibir itu.
Selama lima tahun Surya tak pernah sekalipun main tangan kepada Puspa, tapi dengan Ayu kesabarannya bisa sehabis itu.
Ayu menyeka sudut bibirnya dengan kasar, kali ini Ayu tak ingin tinggal diam dan memilih melawan.
Arkana anaknya, dia yang berhak dan bukan Puspa atau keluarga Surya yang lain.
"Ay, ak... " Surya hendak mendekat saat melihat darah itu terus menetes meskipun sudah Ayu seka dengan tissu.
"Ceraikan aku, Mas!" teriak Ayu histeris saat Surya mencoba mendekatinya.
"Aku udah nggak tahan kalian perlakukan kayak gini!" lanjut Ayu lagi.
"Ay, Ay, aku minta maaf, Ay!" Surya hendak merangsek untuk menenangkan Ayu.
Tapi Ayu tetap sakit hati dan bahkan melemparkan vas bunga ke dinding hingga hancur berkeping-keping.
Surya terpaku saat melihat kondisi yang mulai tak kondusif itu.
"Kamu gila ya, Yu!" bentak Surya marah.
"Ya aku memang gila karena kalian sejahat itu sama aku!" teriak Ayu.
Bibik yang mendengar keributan itu hanya bisa mengelus dadanya, Bibik tahu kondisi kejiwaan Ayu seperti apa.
Ayu masih muda, masih labil dan perlu bimbingan. Ayu pasti merasa bingung dan sakit hati saat melihat Arkana dibawa kabur oleh mertuanya sendiri.
Ayu yang kondisi kesehatan mentalnya belum pulih benar itu harus menghadapi kenyataan sepahit itu.
"Ceraikan aku, Mas!" teriak Ayu lagi.
Surya yang emosinya mulai terpancing karena Ayu yang mulai temperamen itu akhirnya tanpa bisa mencegah menjatuhkan talak kepada Ayu.
"Ayu Lestari, aku jatuhkan talak satu kepadamu hari ini dan kita bukanlah suami istri lagi!" ucap Surya dengan emosi yang tertahan.
Ayu tertawa pelan sambil menatap punggung Surya yang menjauh.
Setelah Surya menghilang dari pandangan, Ayu segera memasukkan bajunya yang tak seberapa jumlahnya itu dan juga harta yang diberikan Surya sewaktu mereka menikah ke dalam tas besar dan bersiap untuk pergi.
"Mbak Ayu, Mbak Ayu mau kemana, Mbak?" Bibik berusaha menahan langkah Ayu untuk tidak meninggalkan rumah itu.
"Aku mau pergi, Bik! Aku udah nggak kuat lagi di sini!" ucap Ayu lirih.
"Sabar Mbak Ayu, sabar! Mbak Ayu jangan melakukan sesuatu saat lagi emosi begini!" Bibik masih mencoba menahan tangan Ayu agar tak meninggalkan rumah itu tanpa perhitungan.
Tapi Ayu tak peduli, secepatnya dia meninggalkan rumah itu dan pergi menemui Yanti sahabatnya.
"Yu, kamu serius?" tanya Yanti saat Ayu menceritakan apa yang dialaminya dan keputusannya untuk meninggalkan desa mereka.
"Aku nggak ada pilihan lain, Yan! Aku harus pergi!" bisik Ayu.
"Tapi kamu mau pergi kemana, Yu? Ini udah sore dan kamu mau kemana?" cecar Yanti lagi.
"Aku mau ke Jakarta!"
"Ngapain kamu Ke Jakarta?"
"Aku pengen kerja di sana kalau bisa aku ingin kuliah sambil kerja, aku masih pengen jadi pekerja kantoran, Yan!" jawab Ayu sambil meneteskan airmatanya.
"Tapi di Jakarta kamu mau kemana?" tanya Yanti dengan nada khawatir.
"Ke mana aja, Yan! Aku pasti bisa menemukan tempat tinggal kok!" jawab Ayu mantap.
"Kalau itu keputusan kamu, aku bakal anterin kamu ke terminal!" Yanti menyembunyikan Ayu di kamarnya dan Yanti memutuskan meminta bantuan Emran untuk mengantar Ayu ke terminal.
Mereka duduk berdempetan di dalam mobil pick up yang dikendarai oleh Emran.
Berulang kali Emran melirik Ayu yang duduk di bangku ujung dekat jendela.
Wajah cantik itu terlihat mendung dan tirus, banyak hal terjadi meskipun mereka baru tak bertemu selama kurang lebih setahun, Ayu banyak sekali berubah.
Keheningan terjadi di dalam mobil itu sampai mobil itu masuk ke terminal kota.
"Ini alamat bulikku, Yu! Kamu ke sana aja, siapa tahu Bulik bisa mencarikan pekerjaan buat kamu!" Yanti mengelus pundak Ayu setelah Yanti memeluk tubuh sang sahabat dengan erat.
"Makasih, Yan!" ucap Ayu tulus.
Lalu Ayo beralih ke Emran yang sejak tadi hanya bisa menatapnya dengan sorot sendu.
"Kamu tahu kan kalau aku selalu peduli sama kamu? Pulanglah kalau kamu nggak menemukan tempat yang aman di sana, aku akan tetap menunggumu, Yu!" ucap Emran sendu.
Ayu tersenyum manis, meskipun dipaksakannya karena Ayu sudah lupa bagaimana rasanya tersenyum dan bahagia itu.
"Mas Emran, aku harap Mas Emran bisa melanjutkan hidup tanpa ada aku di dalamnya. Aku merasa nggak pantas menerima kebaikan dan ketulusan Mas!" ucap Ayu sendu.
"Sampai kapanpun kamu tetap Ayu yang sama buatku, aku sayang kamu, Yu!" Setelah mengatakan itu, Emran menarik tangan Ayu dan memeluknya dengan erat.
Ayu menangis di dada bidang itu sampai beberapa saat lamanya, lalu Emran melepaskan pelukan itu dan membiarkan Ayu naik ke atas bus yang akan membawanya ke Jakarta sana.
Ayu melambaikan tangan ke arah Yanti dan Emran sampai bus itu berjalan dan meninggalkan kota kelahirannya.
Ayu bertekad dia akan membalas semua kesakitan yang dialaminya itu dengan kesuksesan dan keberhasilan yang membuatnya tak akan dipandang sebelah mata lagi oleh orang lain.
Ya, cukup airmata itu turun dan jatuh karena kesakitan yang dideritanya kemarin, mulai sekarang Ayu akan kembali menjadi Ayu yang dulu, Ayu yang penuh dengan tekad yang kuat dan gigih memperjuangkan semuanya.