seorang gadis yang berniat kabur dari rencana perjodohan yang dilakukan oleh ibu dan ayah tirinya, berniat ingin meninggalkan negaranya, namun saat di bandara ia berpapasan dengan seorang laki-laki yang begitu tampan, pendiam dan berwibawa, berjalan dengan wajah dinginnya keluar dari bandara,
"jangan kan di dunia, ke akhirat pun akan aku kejar " ucap seorang gadis yang begitu terpesona pada pandangan pertama.
Assalamualaikum.wr.wb
Yuh, author datang lagi, kali ini bertema di desa aja ya, .... cari udara segar.
selamat menikmati, jangan lupa tinggalkan jejak.
terimakasih...
wassalamualaikum,wr.wb.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Marina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bandara... bertemu.
Zora gadis cantik berpakaian sexy, berusia 22 tahun, bermata biru karena ayahnya berasal dari negara Belanda , sayang nya ayahnya meninggal sejak Zora masih kecil, dan ibunya menikah kembali dengan seorang laki-laki yang sangat baik, dia begitu menyayangi Zora seperti putri kandungnya sendiri, karena selama menikah dengan ibunya zora, mereka tidak bisa memiliki anak, ayah tiri Zora di vonis mandul.
Bandara....
Kini Zora tidak pernah membayangkan hari pertunangannya akan menjadi hari pelariannya. koper besar miliknya berderak keras melintasi lantai marmer Bandara Internasional , bunyi yang seolah mengumumkan setiap debar jantungnya yang berdentum panik. Hari ini, ia seharusnya berada di tempat pertunangan, dan akan dipersunting oleh pria yang bahkan tidak ia kenal, seorang anak kolega bisnis ayah tirinya, yang wajahnya hanya ia lihat satu kali dalam pertemuan makan malam yang kaku.
Pertunangan. Kedengarannya seperti kematian bagi jiwa bebas Zora.
“Nona Zora, tunggu!” Suara bariton berat yang familiar itu bergema dari belakangnya. Itu adalah suara sopir pribadinya yang malang, yang pasti diperintah Ayah untuk mencegah pelarian putrinya.
Zora tidak menoleh. Ia menukikkan pandangannya pada layar besar penunjuk jadwal penerbangan, mencari kode IATA, LHR, London Heathrow. Sebuah tiket sekali jalan, dibeli dengan kartu kredit cadangan, adalah kunci menuju kebebasan sejati. Ia hanya butuh melewati check-in, imigrasi, dan lari menyeberangi lautan.
Ia berlari, langkahnya yang cepat dan anggun terhalang oleh padatnya kerumunan menjelang pintu keberangkatan. Tiba-tiba, ia berbelok tajam di antara deretan kursi tunggu dan,
Dug...
Koper Zora menghantam sesuatu yang keras dan lembut secara bersamaan. Ia tersentak mundur, kehilangan keseimbangan. Parfum mahal beraroma vanilla yang ia kenakan beradu dengan aroma kayu cendana dan sesuatu yang sangat menenangkan, seperti wewangian masjid yang baru dibersihkan.
“Aduh, maafkan saya.” ucap suara seorang lelaki yang terdengar berat namun sexy.
Zora mendongak, siap melancarkan rentetan kekesalan, tetapi kata-kata itu tercekat di tenggorokannya. Di hadapannya, seorang pria berdiri tegak, memunguti beberapa buku kecil bersampul hijau yang terjatuh dari tangannya.
Pria itu adalah antitesis dari kekacauan yang sedang Zora alami. Mengenakan baju koko putih bersih, sarung yang terlipat rapi, dan peci hitam, ia memancarkan aura ketenangan yang hampir menggetarkan. Wajahnya... masyaallah. Di tengah riuhnya bandara, wajahnya terlihat seolah diukir dari keteduhan. Garis rahang tegas, alis tebal membingkai mata yang teduh dan gelap, dan senyum tipis di bibirnya yang meminta maaf sungguh sempurna. Ia sangat tampan, dengan cara yang Zora yakini hanya ada di poster-poster kalender religi.
“Tidak apa-apa,” bisik Zora, suaranya serak. Untuk pertama kalinya dalam 24 jam terakhir, ia lupa tentang perjodohan, London, bahkan sopir ayahnya yang mengejar.
Pria itu menyelesaikan urusannya dengan buku-buku dan menoleh ke arahnya. “Saya yang harusnya minta maaf, jalannya terburu-buru.”ucapnya membungkuk sopan.
Saat ia berbicara, Zora melihat sepotong kertas tebal yang menonjol dari saku bajunya. Matanya tanpa sengaja menangkap destinasi yang tertulis di sana.... kairo, Mesir.
bukan untuk keberangkatan, melainkan baru saja tiba dari penerbangan internasional .
Pria tampan itu menunduk sopan, lalu bergegas pergi, menghilang ke arah kerumunan orang-orang yang baru keluar dari area domestik.
Zora tetap berdiri terpaku, memegang erat gagang kopernya. Sopirnya, yang sekarang berhasil mengejarnya, berdiri terengah-engah beberapa meter di belakang.
“Nona, ayo kita pulang. Tuan Besar cemas sekali.”
Zora menoleh pada sopirnya, lalu pada papan penunjuk gerbang internasional. Lalu, pandangannya kembali tertuju pada lorong di mana Ustadz tampan itu menghilang.
Ia melepaskan gagang kopernya membiarkan koper berisi impian kebebasan di London teronggok begitu saja di lantai.
“Tidak,” kata Zora, suaranya tiba-tiba mantap, keyakinan baru mengisi hatinya. “Batalkan tiket London itu. Saya ganti rencana.”
“Ganti rencana? Kemana, Nona?”
Zora tersenyum, senyum yang liar dan penuh tekad, jauh lebih berbahaya daripada niatnya melarikan diri ke luar negeri.
“. Kita akan ke sana. Saya punya urusan baru.” Urusan yang melibatkan seorang Ustadz tampan dan sebuah perjalanan tak terduga untuk mengejar cinta yang baru lahir di tengah hiruk pikuk pelarian.
" kemana nona?" tanya sang sopir penasaran, sedangkan nona mudanya terus menatap ke arah pintu keluar bandara.
Pak Budi, sopir pribadi yang setia, menatap Zora dengan ekspresi antara terkejut, frustrasi, dan takut dipecat. Koper Zora tergeletak di lantai, simbol kebebasan di London yang kini terabaikan.
“Nona Zora, mohon maaf. Tuan Besar memerintahkan saya membawa Nona kembali ke rumah, ke acara pertunangan...” Pak Budi berusaha bersikap tegas, tetapi suara baritonnya bergetar.
Zora menyentuh bahu Pak Budi, tatapan matanya tajam dan penuh perhitungan, sama seperti Ayah tirinya saat akan menutup kesepakatan bernilai miliaran. “Pak Budi, Ayah hanya ingin saya menikah. Dia tidak peduli dengan siapa, asalkan itu orang baik dan mapan. Pria yang tadi... Ustadz Yusuf itu, baru pulang dari Kairo. Apakah ada yang lebih baik dan lebih terhormat dari itu?”
Pak Budi terdiam.
“Lagipula,” lanjut Zora, merendahkan suara menjadi bujukan,
“jika saya berhasil kembali ke rumah, saya akan tetap menolak dan membuat ayah marah besar. Lebih baik saya pergi dan menciptakan masalah baru yang bisa dialihkan. Anggap saja ini penundaan. Tugas Bapak hanya mengikuti arahan saya, dan Bapak tidak akan disalahkan.”
Sopir itu menghela napas pasrah. Ia tahu, sekali Zora memutuskan sesuatu, bahkan Tuan Besarnya pun akan kesulitan membantah. “Travel Rombongan Alumni Kairo. Bagaimana kita mencarinya, Nona?”
“Kita punya ponsel dan kartu akses bandara, Pak Budi. Cari tahu di mana titik penjemputan resmi untuk travel rombongan besar.”
Sepuluh menit kemudian,
pak Budi datang dengan tergopoh-gopoh, mengatakan kalau dia sudah tahu arah tujuan mereka , dan setelah berjalan ke area parkir mereka berhasil menemukan van minibus berwarna biru tua berlogo sebuah yayasan Islam. Minibus itu sudah penuh sesak dengan para pemuda yang mengenakan baju koko dan peci, semua tampak lelah namun bahagia setelah penerbangan panjang.
Dan di sana, duduk di kursi tengah dekat jendela, adalah Yusuf. Ia sedang membaca sebuah kitab bersampul warna keemasan, seolah keramaian di sekitarnya tidak ada.
“Itu dia, Pak Budi! Jangan sampai kehilangan. Jaga jarak, kita harus terlihat seperti mobil keluarga biasa,” perintah Zora, melompat ke kursi belakang mobil sedan mewah mereka. Ia menyuruh Pak Budi membatalkan semua penerbangan dan membuang tiketnya, sebuah tindakan yang terasa luar biasa membebaskan.
Pengejaran pun dimulai. Mobil travel itu meluncur meninggalkan bandara, menembus kemacetan ibukota. Perjalanan Zora ke London, yang seharusnya mudah dan elegan, berubah menjadi operasi mata-mata yang lengket dan penuh debu.
Zora menyandarkan kepalanya di jendela mobil. Ia menatap sosok Yusuf dari jauh. Ia tidak tahu apa-apa tentang pria itu, selain namanya, asal pendidikannya, dan tujuan desa terpencilnya. Namun, ada sesuatu dalam aura Yusuf,ketenangan yang begitu kontras dengan hidup Zora yang selalu terburu-buru, gemerlap, dan kebebasan semu .
eh Thor semoga itu Zorra bisa mengatasi fitnahan dan bisa membongkar dan membalikkan fakta kasihan yang lg berhijrah di fitnah....
lanjut trimakasih Thor 👍 semangat 💪 salam