Anika seorang gadis yang tidak pernah membayangkan jika dirinya harus terlibat dalam malam panas dengan seorang pria beristri.
Cerita awal, ketika dirinya menginap di rumah sahabatnya, dan di saat itu pula dia tidak tahu kalau sudah salah masuk kamar, akibat keteledorannya ini sampai-sampai dirinya harus menghancurkan masa depannya.
Hingga beberapa Minggu kemudian Anika datang untuk meminta pertanggung jawaban karena dia sudah dinyatakan hamil oleh dokter yang memeriksanya.
Akan tetapi permohonannya di tolak begitu saja oleh lelaki yang sudah membuatnya berbadan dua.
Apakah Anika mampu membawa benihnya itu pergi dan membesarkan sendirian?? Temukan jawabannya hanya di Manga Toon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Sebelas
Keduanya saling bertatapan satu sama lain, tidak ada kata yang terucap hanya bulir air mata yang sama-sama mewakili perasaan mereka.
Langka kaki Anika mulai beranjak untuk mendekati sahabatnya, begitu juga dengan Nivea yang langsung beranjak dari kursinya untuk memeluk sahabat tercintanya itu.
"Vea ....."
"Nika ....."
Pelukan mereka erat, menumpahkan rindu yang sudah bertahun-tahun terpendam. Tanpa sadar air mata mengalir di pipi keduanya. Setelah cukup lama larut dalam kehangatan itu, Anika menggandeng Nivea menuju ruang tengah, agar pembicaraan mereka tak terdengar oleh ketiga anaknya.
"Nika kenapa kau pergi begitu saja Nik, kau tahu gak bagaimana duniaku saat kau pergi begitu saja, tanpa pamit terlebih dahulu," ucap Nivea dengan nada tangisnya.
"Maafkan aku, aku terpaksa pergi dan melanjutkan hidupku di desa kecil ini," sahut Anika.
"Memangnya kenapa kau tiba-tiba menghilang seperti ini, dan mereka bertiga itu anakmu kan?" tanya Nivea dengan senyum yang penuh tangisan.
"Dia anakku, keponakanmu juga," sahut Anika mengiyakan pertanyaan Nivea.
“Nika, kenapa kamu pergi begitu saja? Tanpa pamit… Kamu tahu nggak, seperti apa rasanya ditinggal begitu saja? Dunia aku runtuh waktu itu,” suara Nivea bergetar, matanya berkaca-kaca.
“Maafkan aku, Vea. Aku... terpaksa pergi dan memilih hidup di desa kecil ini,” jawab Anika lirih.
“Kenapa, Nik? Tiba-tiba hilang begitu saja? Dan… mereka itu, anak-anakmu, kan?” tanya Nivea sambil menatap ke arah tiga anak yang tadi ikut Anika.
Anika mengangguk pelan. “Iya… mereka anakku. Keponakanmu juga.”
“Lalu kenapa kau menjauh? Nik, kamu lupa ya, tantenya anak-anakmu ini kaya raya. Kamu bisa tinggal di rumahku, hidup enak, nggak perlu seperti ini….,” ucap Nivea sambil menangis haru.
“Aku tahu kamu kaya, Vea… Tapi bukan itu yang aku cari. Aku nggak sanggup hidup di kota,” Anika menunduk, menahan gejolak di dadanya.
“Kenapa? Sampai segitunya kamu menjauh dariku? Bahkan kamu nggak tahu… aku sudah menikah dan punya anak,” suara Nivea lirih, antara marah dan sedih.
“Maaf ya... Maaf banget aku nggak pernah hadir di momen penting hidupmu,” jawab Anika, tangisnya pecah.
Nivea menatap sahabatnya dalam diam. “Apa yang sebenarnya terjadi, Nik? Apa yang membuatmu pergi dari kehidupan kami?”
Anika diam. Nafasnya berat. Ia tahu, ini waktunya bicara. Rahasia yang ia simpan bertahun-tahun harus terungkap.
“Aku punya tiga anak, Vea… dan aku harus menyembunyikan identitas mereka dari ayah biologisnya.”
Seketika Nivea membelalakkan mata. Ia mulai memperhatikan wajah ketiga anak itu lebih saksama. Semakin lama diperhatikan, semakin ia yakin... Wajah mereka sangat mirip dengan omnya sendiri. Jantungnya berdegup cepat.
“Ya Tuhan, Nik... kenapa bisa seperti itu?”
“Kamu ingat malam ulang tahun perusahaan ayahmu? Kita nginap di rumah beliau. Malam itu... malam di mana semua ini bermula. Malam pemerkosaan itu terjadi,” suara Anika bergetar, namun tetap tegar.
Mata Nivea melebar. Ia ingat. Malam itu memang sempat terjadi kehebohan karena ditemukan bercak darah di kamar tamu.
“Jadi... bercak darah itu…?”
“Iya, itu darahku. Malam itu aku cuma ingin istirahat, masuk ke kamar tamu. Tapi ada pria mabuk yang masuk dan... melecehkanku,” suara Anika mulai pecah.
Tanpa ragu, Nivea memeluk Anika erat. Baginya, ini kecelakaan. Sebuah tragedi yang tak pantas dialami siapa pun.
“Kamu kenapa nggak bilang dari dulu, Nik? Lihat mereka... Lihat keponakan-keponakanku. Aku merasa bersalah karena nggak pernah ada untuk mereka,” ujar Nivea, suaranya parau.
“Aku nggak mau memperkeruh keadaan. Apalagi pria itu sudah punya istri. Aku memilih membesarkan anak-anakku sendiri.”
Hening sejenak. Air mata kembali membasahi pipi mereka.
“Kalau begitu, besok izinkan aku ajak mereka jalan-jalan, ya?” pinta Nivea dengan senyum tulus.
Anika mengangguk pelan.
*****
Sementara itu di teras rumah, Marvin berusaha menghibur ketiga adik tirinya. Ia membuat mereka tertawa agar tak penasaran dengan ke mana ibunya pergi.
Namun jauh di lubuk hatinya, Marvin merasa sedih. Mereka tumbuh tanpa sentuhan ayah. Berbeda jauh dengannya yang bukan siapa-siapa tapi bisa duduk di singgasana sebagai anak yang diakui.
“Adik-adik... maafkan Kak Marvin ya, yang nggak pernah cari tahu keberadaan kalian,” batinnya pilu.
“Om Marvin, kok melamun?” celetuk Arash.
“Nggak apa-apa, Sayang. Yuk, lanjut tebak-tebakan!” seru Marvin.
“Siap, Om!” jawab Aruna semangat.
“Leherku tinggi, kepalaku ada dua tanduk, warnaku cokelat dan putih. Siapakah aku?”
“Jerapah!” sahut Arjun cepat.
Marvin tertegun. Baru kali ini Arjun bicara spontan.
“Wah, benar banget! Tepuk tangan buat Abang Arjun!” ucap Marvin bangga. Kedua adiknya ikut bertepuk tangan.
“Makasih, Om…” balas Arjun pelan tapi jelas.
Dan tidak lama kemudian Anika dan juga Nivea menyusul ke teras depan untuk berkumpul menemani mereka berempat.
"Halo Sayang, maaf ya tadi Tante Nivea pinjam bentar ibumu," ucap wanita cantik itu.
"Gak apa-apa Tante," sahut ketiganya.
"Wiiih kompak sekali kalian, oh ya besok pagi Tante mau ajak kalian jalan-jalan ke Mall mau nggak?" tawar Nivea.
"Mall, wah kita ke Mal Abang ... Adik ...!" seru Aruna yang begitu bahagia mendengar kata-kata Mall.
"Tante itu beneran?" tanya Arash yang merasa tidak percaya.
"Iya Sayang," sahut Nivea dengan raut yang begitu bahagia melihat keceriaan mereka bertiga.
Entah mimpi apa mereka semalam, tiba-tiba saja ada seorang tamu jauh yang mengajaknya besok pagi pergi ke mall, dan hal itu benar-benar membuat anak-anak itu bahagia.
ashlan meskipun itu bibi mu,,jika dia tidak bisa menerima Anak anak mu,,maka lempar saja ke kutub,,,kau dulu beraning menolak anak kandung mu,,,maka kau harus beraning menyingkirkan orang orang yg ingin menyakiti anak anak mu dan calon istri mu,,meski pun itu bibi mu sendiri atau siapa pun itu...
hehhh nenek sihir mikir donk kau lebih menjunjung anak angkat dan mendiang istri ashlan yg tidak memiliki keturunan keponakan mu ketimbang memilih yg kandung dan nyaris sempurna...Dunia terbalik memang😄😄😄😄
pantes Anika berat perasaannya, akan ada hambatan dari keluarga si Aslan.
semangat pagi thour,,,semangat up,ini lg nunggu sambil ngopi🤣🥰😘❤❤❤💪💪💪💪