Danendra dan Alena sudah hampir lima tahun berumah tangga, akan tetapi sampai detik ini pasangan tersebut belum juga dikaruniai keturunan. Awalnya mereka mengira memang belum diberi kesempatan namun saat memutuskan memeriksa kesuburan masing-masing, hasil test menyatakan bahwa sang istri tidak memiliki rahim, dia mengalami kelainan genetik.
Putus asa, Alena mengambil langkah yang salah, dia menyarankan agar suaminya melakukan program tanam benih (Inseminasi buatan). Siapa sangka inilah awal kehancuran rumah tangga tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunflowerDream, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemenangan, aku mendapatkanmu
Danendra akhirnya sadar setelah beberapa jam ia terlelap dengan damai di tengah hancurnya keadaan di sekitarnya, kapal-pecah itu sudah cukup menggambarkan betapa berantakan tempat ini. Serpihan beling di mana-mana, vas bunga yang tidak utuh, lemari pajangan yang jatuh berserakan dengan isinya. Ia merasakan tulang belakang sedikit sakit dan ketika tangannya meraba ada sedikit bengkak dan memar.
Dia melirik wanita di sampingnya yang masih tidak sadarkan diri, Danen tidak yakin wanita itu baik-baik saja melihat beberapa memar menghiasi wajahnya serta dengan bibir yang pucat.
Kepalanya masih sedikit pusing, Danen berusaha mengumpulkan kesadaran dan saat ia berusaha berdiri tiba-tiba ada angin kencang yang menabrak dirinya. Walaupun cuman sedetik angin itu cukup membuat dirinya sedikit terdorong.
Pria itu terdiam beberapa detik, dia tidak menyadari ternyata dirinya tiba-tiba melamun dan tidak lama kemudian dia merasakan ada energi baru yang menimpanya.
Dalam keheningan mendadak pria dewasa itu merasakan hatinya bergejolak, ia merasa bersalah telah membuat keributan di kediaman sahabatnya. Saat netranya tidak sengaja melirik perut berisi milik Mei ia langsung merasakan ribuan penyesalan yang entah dari mana. Penyesalan telah menyakiti wanita itu, penyesalan telah berniat untuk menggugurkan calon bayi mereka, dan penyesalan telah menikahi Alena lalu meninggalkan Mei dalam keterpurukkan.
“Aku pasti sudah gila!” Terbesit penyesalan di hatinya telah menikahi wanita lain membuat dia bergumam betapa bodohnya dirinya. Tidak habis pikir kenapa otak gilanya malah menyesali hidup bersama Alena, padahal dulu dialah yang mengemis cinta kepada putri bungsu Hadikusuma.
Istrimu itu cacat,
Dia mandul, dia tidak sempurna,
Dia tidak cantik,
Kau hanya sia-sia jika tetap bersamanya,
Jangan pedulikan perasaan orang lain,
Ingat anakmu akan lahir.
Bisik-bisikan aneh mulai merasuki dirinya, Danen tidak mampu melawan bisikkan itu dengan sendirinya sugesti itu memantapkan hatinya, untuk fokus pada kelahiran calon bayi mereka.
Dengan gerakan pelan Danen mendekati Mei, ia tatap tubuh itu lamat-lamat lalu beralih ke perutnya. Danen mencium penuh cinta perut berisi milik Mei, hatinya bergemuruh saat merasakan kehangatan dari calon bayinya, ia tersenyum tipis.
Danen menggendong tubuh Mei memindahkannya ke kamar yang lain, kamar yang tidak berantakan, ia merebahkan tubuh itu dengan hati-hati. Sementara wanita itu beristrirahat, Danen sibuk membersihkan dan merapikan segala kerusuhan di ruang tamu, ia menata kembali barang-barang yang jatuh, mengemasi serpihan-serpihan. Setelah merasa keadaan ruang tamu sudah cukup baik Danen kembali menghampiri Mei, ia mengobati semua memar yang ada pada tubuh itu.
Selulernya terus berdering tapi ia memilih abai, Danen sibuk merawat Meisya tanpa memperdulikan istrinya terus menelpon. Dia juga tidak mengerti dalam hati kecilnya merasa ini aneh, tapi tubuhnya terus bergerak mengikuti sugestinya untuk terus bersikap baik pada wanita yang akan melahirkan anaknya.
Karena sudah malam dan dia juga merasakan kelelahan Danen memilih tidur di samping Mei, kembali dia mengecupi perut itu, ada rasa sayang saat bibirnya bersentuhan dengan calon bayinya.
Pagi hari, tidak terasa pria itu bermalam di tempat yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Menginap di apartemen sahabatnya bahkan tidur di ranjang yang sama, tangan kekar pria itu meraba-raba ke samping, ia mencoba mencari sosok yang menemani tidurnya semalaman tapi nihil ternyata dia sendirian di ranjang besar ini.
Danen meraih ponsel di atas nakas lalu dia membalas semua pesan Alena,
Maafkan aku, aku tidak pulang.
Aku ada urusan di luar jadi terpaksa harus menginap.
Kamu jangan terlalu khawatir aku pasti pulang, dan jangan bersikap aneh-aneh, ada hal penting yang aku kerjakan.
Setelah membalas pesan istrinya dia melangkah keluar, karena mendengar sedikit keributan. Dilihatnya Mei sedang sibuk di dapur dan sudah ada beberapa makanan yang tersaji di meja makan.
“Sedang apa?”
Mei yang sibuk menuang kuah sop ke dalam mangkuk kaca berbalik menoleh ke arah pria yang berdiri di ambang pintu kulkas, “Kamu sudah bangun? Tidurmu nyenyak?” Mei bertanya balik.
“Hm, aku harus pulang.”
“Tunggu dulu sebelum pulang setidaknya kamu harus sarapan dulu Ndra!”
Danen tanpa menimang langsung menyetujui seruan Mei, ia segera mendudukan bokongnya di kursi jati dan di hadapannya tersaji telur dadar gulung beserta sop wortel yang masih mengepulkan asap panas.
Mei menuangkan nasi dan meletakkan lauk di piring Danen,
“ayo dimakan Ndra nanti sopnya dingin.”
Selama beberapa menit hanya terdengar suara sendok dan piring yang beradu, kedua insan itu fokus menghabiskan sarapan mereka masing-masing. Danen dengan lahap menyuap sendok demi sendok, ia merasakan masakan Mei enak sekali selama dia berumah tangga bersama Alena rasanya tidak pernah ia merasakan masakkan seenak ini.
“Pelan-pelan Ndra tidak ada yang mengambil makananmu.”
Setelah menghabiskan makanannya Danen segera berdiri mengemasi sisa makanan mereka lalu bersiap untuk mencuci piring.
“Biarkan aku saja, kamu pasti lelah.” Sadar atau tidak Danen terharu, ia merasakan kasih sayang yang tulus dari wanita di hadapannya. Biasanya bersama Alena mereka sudah terbiasa membagi tugas, dan Danen juga sering kerepotan akibat tugas-tugas rumah tangga yang dilimpahkan padanya. Walaupun sebenarnya dia keberatan tapi Danen tetap menjalankan dia sadar bagaimanapun hidupnya bergantung pada Alena─pada kekayaan keluarga Hadikusuma.
“Aku ingin membicarakan sesuatu Ndra!” Danen yang gelisah untuk pulang kembali menurut, kali ini dia duduk dengan tenang memperhatikan wajah cantik Meisya. Apa sahabatnya itu memang secantik ini? Rasanya ia baru menyadari kecantikkan Mei sekarang, padahal dia tahu wanita itu dari dulu mengejarnya.
“Ayo kita bicarakan masa depan calon anak kita.”
“Maafin aku sampai detik ini aku belum tahu apa yang harus aku lakukan untuk anak itu, tapi yang pasti aku tidak akan memintamu menggugurkan anak kita, bagaimanapun ini semua kesalahan kita.”
“Ya, aku ingin anak ini lahir.”
“Anak ini harus lahir sebagai keturunan Hadikusuma, bagaimanapun dia harus mewarisi semua kekayaan kakeknya.”
Danen mengkerutkan dahinya, dia tidak mengerti bagaimana anak itu bisa mewarisi kekayaan Hadikusuma, mereka tidak saling berhubungan.
“Danen aku tahu Alena berencana melakukan program Inseminasi intrauterin, aku tahu wanita itu berusaha untuk memiliki anak.”
“Maksudnya apa?”
“Bagaimana kamu bilang pada Alena bahwa kamu sudah mulai melakukan program itu, kamu sudah menemukan perempuan yang kamu sewa rahimnya.”
“Itu sama saja bunuh diri, kita bisa dibunuh oleh papa Alena, bagaimana mungkin aku memberitahu Alena bahwa kamu sedang mengandung darah dagingku.”
Mei menatap lawan bicaranya dengan serius, sudah banyak rencana yang disiapkan dalam otaknya, dia yakin sekali keberhasilan akan memihak kepada mereka.
“Dengarkan aku!” Danen semakin serius, netra tajamnya menatap lamat-lamat bola mata Mei yang memancarkan tekanan.
“Kamu bilang ke Alena bahwa kamu sudah memulai program itu duluan, dan sudah berhasil. Kamu bilang saja wanita yang kamu sewa rahimnya itu memberi syarat agar identitasnya tidak diketahui siapapun.” Saran Mei panjang lebar.
“Apa itu masuk akal?”
“Ndra… Alena itu gampang di kelabuhi, kamu sudah hidup lama dengannya pasti kamu tahu bagaimana cara meyakinkan dia.”
Danen tampak ragu, wajahnya gusar.
“Ayolah ini demi bayi kita, kamu tahu mereka kembar. Anak kita membutuhkan biaya banyak, aku sudah kehilangan pekerjaan tinggal kamu harapanku.”
“Mereka kembar?”
“Iya sayang, calon bayi kita kembar sepasang laki-laki dan perempuan. Alena pasti senang mengetahui akan memiliki anak kembar.”
Danen memandangi wajah Mei, wanita itu entah mengapa dalam pandangan Danendra seakan mengeluarkan sinar dari wajahnya, dia menarik sekali, membuat pandangan lelaki mana pun tidak akan sanggup menolak pesonanya.
Dia akan mencoba saran dari Meisya. Tidak ada pilihan lain, Mei benar calon bayi mereka harus mendapatkan kehidupan yang layak, dan jika anak kembar mereka lahir mengataskan namakan Alena itu sudah cukup membuat kehidupan mereka terjamin.
“Akan kucoba.” Mei tersenyum mendengar jawaban Danendra, dia merasa kemenangan lagi kali ini.
Sebelum pulang Danen diam saja saat Mei mencium dan memeluknya. Adegan itu sudah seperti sepasang suami istri. Mei melepaskan Danen seakan melepas suaminya untuk bekerja, dan Danendra tidak melawan dia selalu menuruti apa pun yang diucapkan sahabatnya itu, tidak ada lagi celaan, tidak ada lagi penolakkan kini ia menjadi pria penurut, hatinya tidak lagi memanas saat wanita itu terus mengucapkan kata cinta, sebaliknya dia seakan menerima cinta itu, apa mungkin ini karena calon bayinya?
Bersambung.