Lima abad setelah hilangnya Pendekar Kaisar, dunia persilatan terbelah. Pengguna tombak diburu dan dianggap hina, sementara sekte-sekte pedang berkuasa dengan tangan besi.
Zilong, pewaris terakhir Tombak Naga Langit, turun gunung untuk menyatukan kembali persaudaraan yang hancur. Ditemani Xiao Bai, gadis siluman rubah, dan Jian Chen, si jenius pedang, Zilong mengembara membawa Panji Pengembara yang kini didukung oleh dua sekte pedang terbesar.
Di tengah kebangkitan Kaisar Iblis dan intrik berdarah, mampukah satu tombak menantang dunia demi kedamaian, ataukah sejarah akan kembali tertulis dalam genangan darah?
"Satu Tombak menantang dunia, satu Pedang menjaga jiwa, dan satu Panji menyatukan semua."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agen one, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33: Kejahilan Jian Chen
Satu bulan telah berlalu sejak mereka meninggalkan Sekte Pedang Giok. Perjalanan melintasi hutan belantara yang lebat membuat mereka rindu akan tempat tidur yang layak dan makanan hangat. Selama sebulan itu, Zilong semakin mahir mengendalikan energinya, sementara Jian Chen mulai merasa bosan karena tidak ada musuh yang menantang.
Setelah menembus kabut hutan yang panjang, mereka akhirnya tiba di sebuah desa terpencil yang asri bernama Desa Air Bening. Desa ini terkenal dengan sumber air panas alaminya yang menyegarkan.
"Akhirnya! Peradaban!" teriak Jian Chen sambil meregangkan ototnya "Aku bersumpah, jika aku harus tidur di atas akar pohon satu malam lagi, punggungku akan berubah menjadi kayu."
Mereka memutuskan untuk menginap di sebuah penginapan kecil yang memiliki fasilitas pemandian air panas pribadi. Xiao Bai, yang sudah merasa tubuhnya lengket karena debu hutan, segera memesan ruang mandi paling awal.
Zilong sedang duduk di koridor penginapan, sibuk mengasah mata tombaknya dengan batu asahan kecil. Konsentrasinya begitu dalam hingga ia tidak menyadari Jian Chen sedang memperhatikannya dengan senyum licik.
"Zilong, kawanku yang kaku," bisik Jian Chen sambil mendekat "Kau tahu, Xiao Bai bilang dia merasa air di bak mandinya macet. Katanya ada sesuatu yang menyumbat saluran air panasnya. Sebagai pendekar tombak yang baik, bukankah kau harus membantunya?"
Zilong menghentikan asahannya "Macet? Apakah dia butuh bantuan untuk menusuk salurannya dengan gagang tombakku?"
Jian Chen menahan tawa sekuat tenaga
"Persis! Dia sedang di dalam, tapi dia malu untuk keluar meminta tolong. Cepat masuk saja, pintunya tidak dikunci. Dia pasti sangat menghargai bantuanmu."
Zilong, dengan kepolosannya yang luar biasa (dan sedikit kebodohan dalam urusan sosial), berdiri tanpa ragu "Baiklah. Aku akan memeriksanya."
Zilong berjalan menuju pintu kayu dengan tulisan "Pemandian Wanita". Karena ia menganggap ini adalah urusan 'perbaikan teknis', ia langsung mendorong pintu itu tanpa mengetuk.
Sreeek...
Uap panas langsung menyambut wajah Zilong. Di tengah bak kayu besar yang mengepul, Xiao Bai sedang bersandar dengan mata terpejam, hanya kepalanya yang terlihat di permukaan air yang ditaburi kelopak bunga.
Xiao Bai membuka matanya dan seketika membeku. Ia menatap Zilong, lalu menatap pintu yang terbuka.
"Zilong?! Apa yang kau lakukan di sini?!" pekik Xiao Bai, wajahnya langsung berubah dari putih menjadi merah padam lebih cepat dari ledakan Qi.
Zilong tetap berdiri di ambang pintu dengan wajah datar "Jian Chen bilang saluran airmu macet. Aku datang untuk menusuknya agar airnya mengalir lagi. Di mana bagian yang tersumbat?"
Xiao Bai terdiam selama tiga detik. Otaknya mencoba memproses kalimat Zilong yang sangat ambigu itu "Menusuk... air macet... JIAN CHEN SIALAAAN!"
"Zilong, KELUAR SEKARANG JUGA SEBELUM KUPANGGANG KAU JADI MANUSIA GULING!" teriak Xiao Bai sambil melempar gayung kayu dengan kekuatan penuh.
TAK!
Gayung itu mengenai dahi Zilong dengan telak. Zilong hanya berkedip, tampak benar-benar bingung "Jadi... tidak ada yang macet? Tapi Jian Chen sangat yakin tadi."
Zilong berjalan keluar dengan benjolan kecil di dahinya, tepat saat Jian Chen sedang tertawa terbahak-bahak di lorong sambil memegangi perutnya.
"Hahaha! Wajahmu, Zilong! Wajahmu benar-benar tak ternilai harganya!" tawa Jian Chen meledak.
"Jian Chen," ucap Zilong sambil memegang dahinya yang berdenyut "Xiao Bai sepertinya sangat marah. Dia bilang tidak ada yang macet. Apakah kau salah melihat saluran?"
Sebelum Jian Chen sempat menjawab, pintu pemandian terbuka dengan bantingan keras. Xiao Bai muncul dengan jubah mandi yang terpasang cepat, rambutnya masih basah, dan matanya mengeluarkan kilatan listrik.
"JIAN CHEN! KEMARI KAU!"
Jian Chen langsung pucat pasi "Eh, Zilong, sepertinya aku ada urusan mendadak di desa sebelah! Sampai jumpa!"
Jian Chen melesat pergi menggunakan teknik langkah seribu pedangnya, dikejar oleh Xiao Bai yang melepaskan tiga ekor rubahnya dalam kemarahan besar. Zilong hanya berdiri diam di lorong, menatap kepergian mereka dengan bingung.
"Cinta itu benar-benar rumit," gumam Zilong sambil kembali duduk dan mengambil batu asahannya "Lebih baik aku fokus pada tombakku saja."
Zilong tidak peka dengan urusan percintaan. Padahal Jian Chen sedang berusaha membuatnya dekat dengan Xiao Bai.