Aku seorang gelandangan dan sebatang kara, yang hidupnya terlunta-lunta di jalanan, setelah ibuku meninggal, hidup yang penuh dengan kehinaan ini aku nikmati setiap hari, terkadang aku mengkhayalkan diriku yang tiba-tiba menjadi orang kaya, namun kenyataan selalu menyadarkanku, bahwa memang aku hanya bisa bermimpi untuk hidup yang layak.
Namun di suatu siang bolong, saat aku hendak menata bantal kusam ku, untuk bermimpi indah tiba-tiba, ada segerombolan pria berpakaian rapi, mereka menyeretku paksa, tentu saja hal seperti ini sudah biasa, aku kira aku kena razia lagi.
Dan ternyata aku salah, aku dibawa ke rumah yang megah dan di dudukan di sofa mewah berlapis emas, karena terlalu fokus pada kemewahan rumah itu.
Tiba-tiba saja aku adalah anaknya, dan besok aku harus menikah dengan duda beranak satu yang tak bisa bicara, untuk menggantikan kakakku yang kabur.
Ayo baca yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vie Alfredo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. Mengasuh 2 anak
Namun karena sudah sangat mengantuk, Vania lebih mementingkan tidur siangnya.
Terkejut nya di lanjut nanti lagi.
Keesokan harinya.
Karena hari libur, jadi seharian Divon dan Lenard bersama di ruang baca.
"Nyonya, anda tidak bangun dan sarapan?" tanya Bella.
"Ehmm, jam berapa ini Bella?" tanya Vania.
"Ini pukul 9 pagi nyonya." jawab Bella.
"Anakku sudah bangun?" tanya Vania.
"A--anak?, anda sudah menganggap Tuan muda anak anda sendiri?" tanya Bella.
"Lah kan aku ibu sambungnya, apa aku salah?" tanya Vania.
"Tidak, hanya saja saya takut, nanti kalau tuan muda terbiasa dengan anda dan anda pergi dia akan terluka." ujar Bella.
"Aku tidak akan meninggalkannya!" tegas Vania.
"Apa?, kenapa anda berbicara omong kosong nyonya?" ujar Bella.
"Aku tidak omong kosong." ujar Vania.
"Itu tidak mungkin Nyonya." Bella masih bersikeras.
"Sudahlah, aku mau mandi." Vania pun segera mandi dan pergi sarapan.
Dia tidak mau tahu urusan Bella, dia sudah membawa Bella ke keluarga Sandreas dengan aman, dan dia juga harus bertahan hidup di kediaman itu dengan caranya sendiri.
"Menantuku, kau jangan terlalu dekat dengan Bella." ujar Mutia mengingatkan.
"Dia kan pelayan yang aku bawa Ibu, kalau tidak dekat lalu dengan siapa aku harus dekat?" ujar Vania.
aku kenapa terus terseret dalam permasalahan keluarga ini, sebenarnya apa yang terjadi dengan Bella dan adiknya dan juga keluarga ini.
Dalam hati Vania.
"Apa ya, ... Apa aku harus ikut campur?, aku tidak ikut campur saja aku sudah terseret." Gumam Vania lirih.
"Apa menantuku?" tanya Mutia.
"Ah tidak Ibu, Ibu aku sudah kenyang, aku mau jalan-jalan sebentar." ujar Vania.
"Ya menantuku." jawab Mutia.
Ibu mertuaku itu sebenarnya baik beneran atau tidak sih, lagian ini aneh, kalau dilihat ya ibu mertua baik dengan tulus, tapi kenapa dia tidak mau menerima ibu Lenard, masak sih karena beda kasta saja, sebenarnya apa yang terjadi?, aku sampai tidak bisa membedakannya.
Dalam hati Vania.
"Mama, ... " teriak Lenard dari balkon.
"Oh, anakku... apakah kalian sudah sarapan?" tanya Vania.
"Sudah ma, ..." jawab Lenard, sementara Divon mengangguk.
Melihat Divon Vania jadi teringat kejadian kemarin siang, karena Vania tidur siang sampai pagi.
"Divon itu beneran bisu nggak ya?" gumamnya.
Vania melihat ke atas lagi, keduanya masih memandang ke arah Vania.
" Mama mau jalan-jalan dulu." ujar Vania terus berpikir, Vania harus mencari tahu sendiri.
Aku harus cari tahu dengan jelas sebenarnya dia bisu atau tidak, selama ini pasti dia kan yang memindahkan ku ke ranjang.
Dalam hati Vania.
"Nyonya, ..." panggil pak Amron.
"Iya pak." jawab Vania.
"Nyonya mau kemana?" tanya pak Amron.
"Mau, jalan aja pak, gimana pak nyaman kerjaan pak Amron sekarang?" tanya Vania.
"Iya, tapi saya masih berharap bisa jadi sopir pribadi Nyonya." ujar Pak Amron.
"Tunggu aku beli mobil lagi ya pak." ujar Vania .
"siap nyonya kalau begitu aku lanjut kerja dulu ya Nyonya." ujar Pak Amron.
"Iya pak semangat ya."ujar Vania segera menuju ke taman belakang, tapi Vania melihat Bella tampak berhati - hati saat berjalan.
Vania pun mengikuti Bella yang terlihat mencurigakan.
"Apa itu?" Rupanya Bella sedang menggali tanah di pekarangan belakang, dan cukup dalam, lali entah apa yang dia simpan di sana dan dikubur kembali dengan rapi.
Dia menyembunyikan apa sih?
Dalam hati Vania penasaran.
Saat kembali Vania pun memanggil Bella.
"Bella, kenapa tanganmu kotor sekali?" tanya Vania.
"Hehe iya nyonya, saya habis membersihkan selokan." ujar Bella segera pergi.
Ah sudahlah bukan urusanku, mungkin itu demi keamanannya.
Dalam hati Vania.
Sekarang aku sangat bosan hanya ada di rumah saja, aku mau ajak Suami dan anak jalan-jalan saja.
Dalam hati Vania segera kembali.
Vania pun mengajak Lenard dan juga Divon untuk jalan-jalan bersama karena sangat bosan.
"Ma, Pa, Lenard sangat bahagia terimakasih." ujar Lenard sangat senang.
"Ehmm anak manis, apa kau sangat sebahagia itu?" tanya Vania.
"Ya Aku mau dipeluk mama papa." ujar Lenard.
Vania dan Divon pun terkejut dengan keinginan Lenard.
"Itu?" Vania sempat ragu, namun Tangan Divon langsung menariknya ke dalam pelukannya dengan mengapit Lenard di tengah.
"Wah ini luar biasa." ujar Lenard senang.
Dasar bocah nakal.
Begitulah tatapan Divon ke putranya yang nakal itu.
"Ayo kita naik itu papa mama!" ujar Divon menunjuk ke arah komedi putar.
Divon dan Vania pun naik, Vania sangat senang karena pada akhirnya keinginannya sejak kecil akhirnya terwujud sampai dia menangis bahagia.
"Mama kenapa menangis?" tanya Divon terkejut.
"Hahaha, aku bahagia sekali Divon, karena sejak kecil aku hanya bisa melihat saja." ujar Vania.
Divon dan Lenard tampak miris dengan nasib Vania.
"Kita main semuanya ya ma sepuasnya, kita habiskan uang Papa." ujar Lenard memeluk Vania.
"Wah ayo sepuasnya kita habiskan!" tegas Vania happy.
Divon sedang mengawasi dua anak kecil bermain ke sana kesini seakan tidak ada lelahnya sama sekali.
Tapi Vania tampak sangat bahagia dan ceria, itu membuat hati Divon lega.
Dia tidak menyangka, justru anak umur 20 tahun itu bisa tetap tegak berdiri disampingnya dan menjadi ibu dari Lenard.
Tidak sekali dua kali Divon dijodohkan, tapi tidak ada yang betah dengan Lenard, dan apalagi Divon sangat cuek sekali.
Mereka semua kabur karena tidak tahan dengan kelakuan ayah dan anak itu, namun malah tidak di sangka , justru anak 20 tahun yang dinikahinya, yang dia kira akan pergi juga itu malah masih berdiri kokoh dan percaya diri.
Apa dia bertahan karena uang?
Dalam hati Divon.
"Papah lihat kami." teriak Lenard yang sedang naik kapal serok.
Vania pun juga ikut melambaikan tangannya pada Divon.
"Anak dan adiknya akur ya tuan." Ujar Ibu penunggu tiket.
Divon pun menulis di kertas jika itu istri dan anaknya.
"Oh sungguh, istri anda masih sangat muda atau memang baby face?" ujar Ibu itu.
"Dia masih 20 taun." tulis Divon.
"Ah mudanya, dia anak yang manis, beruntung sekali anda ini tuan." ujar Ibu itu.
Divon hanya tersenyum, setelah keduanya turun mereka minta di belikan es krem dan juga kembang gula.
"Kalian tidak lelah?" tulis Divon.
Keduanya menggeleng kepala, karena masih banyak sekali permainan yang Meraka coba.
"Tidak lapar?" tulis Divon lagi.
Keduanya menggeleng lagi, ya biasa anak-anak kalau sudah keseruan main, lupa laper.
"Makan dulu baru lanjut lagi!" tulis Divon lagi.
Keduanya menggeleng kepala dan segera berlari menuju ke permainan selanjutnya.
Divon hanya mengelus dadanya dan menghela nafas panjang, dirinya yang hanya duduk menunggu saja sudah lelah, kenapa mereka masih sangat energik.