NovelToon NovelToon
ANAK MAMA

ANAK MAMA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / One Night Stand / Nikah Kontrak / Cinta Paksa / Kehidupan di Kantor
Popularitas:7.8k
Nilai: 5
Nama Author: Kata Kunci

Malam "panas" antara Danar dan Luna, menjadi awal kisah mereka. Banyak rintangan serta tragedi yang harus mereka lalui. Masa lalu mereka yang kelam akankah menjadi batu sandungan terbesar? atau malah ada hamparan bukit berbatu lainnya yang terbentang sangat panjang hingga membuat mereka harus membuat sebuah keputusan besar dalam hubungan mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kata Kunci, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 11.

Setelah berganti pakaian karena waktu kerjanya telah usai, sebagian tubuh Luna bersandar di depan pintu lokernya yang masih terbuka. Dipandangi plester luka yang terpasang rapi di dekat pergelangan tangannya, dielus pelan dengan helaan napas yang terdengar cukup berat.

Beberapa menit sebelumnya...

Luna menarik tubuhnya dari dekapan Danar secara perlahan lalu dia berbalik. Danar masih dalam posisi sedikit membeku dan mengikuti gerakan Luna. Sedikit membenahi pakaian dan juga mengusap wajahnya, perempuan manis itu kembali menghadap kearah Sang Atasan, segurat senyum simpul sesaat terlihat.

"Tolong buka pintunya Pak, saya mau pulang...," ucapnya dengan nada suara lembut.

Danar masih menatapnya dengan tatapan terkejut, diteguk salivanya sekali dengan kemudian dia menganggukkan kepala dan mengusap bibir bawah. Lelaki lumayan tampan itu kemudian berjalan berbalik arah kembali ke mejanya dan menekan sebuah tombol tersembunyi.

Klik...

Sebuah suara terdengar sangat pelan, namun karena terlalu hening hingga terdengar jelas. Luna kemudian merunduk sekali lagi memberi hormat, dia berjalan kearah kereta kerjanya dengan tenang.

"Kita tidak berbeda Luna...," ucap Danar.

Luna sempat berhenti sejenak diujung pintu yang sudah terbuka, namun kemudian dilanjutkan jalannya tanpa melihat ke belakang dan ekspresi wajah yang tenang.

Kembali ke saat ini...

"Kenapa dia yakin kami tidak berbeda?" tanya dalam hati Luna.

Gelengan kepala dilakukan perempuan berambut kepang itu untuk menyadarkan dirinya, lalu ditutup lokernya setelah diambil tas dan dia berjalan kearah pintu keluar. Awalnya dia berjalan dengan santai hingga di dengar suara lift, perempuan muda itu agak berlari kecil, ekspresi wajahnya berubah ketika dilihat sosok yang sudah ada lebih dulu di dalam lift.

"Loh Na, kamu belum pulang?" tanya sosok yang ternyata adalah Dimas.

Lelaki berkulit sawo matang dan bertubuh lumayan atletis itu terkejut melihat rekan kerjanya yang juga baru akan pulang. Senyum lebar Luna terkembang dengan diikuti sebuah anggukan kepala saat menjawab pertanyaan Dimas.

"Mm, mau sekalian pulang bareng nggak Na?" tanya Dimas agak ragu dengan menatap Luna dari samping.

"Rumah aku lumayan jauh dari sini, Dim. Emang kita searah?" tanya Luna balik sambil memegang tali tas selempang kesayangannya.

Dimas langsung mengangguk, namun Luna sempat berpikir sejenak. Hingga suara pintu lift terbuka, lelaki muda itu mempersilahkan Luna untuk keluar terlebih dahulu.

"Mm, bisa nebeng sampe stasiun aja nggak Dim?" ucap Luna akhirnya.

Wajah berbinar Dimas tidak bisa dipungkiri lagi dengan senyum lebar nan hangatnya, lelaki itu lalu mengangguk dan memandu jalan kearah parkiran sepeda motor.

Disepanjang perjalanan dari parkiran motor hingga stasiun, mereka berbagi cerita ringan nan lucu hingga seringkali terlihat ekspresi ceria bahkan gelak tawa juga mengiringinya.

xxxxxxxx

Bugh...

Bugh...

Bugh...

Suara khas samsak yang dipukul terdengar sangat intens dengan buliran peluh dan wajah bengis yang terlihat jelas. Danar berada disebuah studio latihan seorang diri, dengan pakaian olahraganya. Tanpa mengenal lelah dan juga pikiran kalut, lelaki itu terus memukul tanpa henti benda besar, panjang nan keras yang isi di dalamnya adalah tumpukan bulir pasir itu.

"Dia-bilang itu kebodohan-kesalahan, wajah kaku dan tegang-selalu dipasangnya ketika bersamaku. Tidak pernah ada-senyum tulus...," ujar Danar terpotong - potong dengan napas tersengalnya sambil memukul samsak dihadapannya.

Sebuah pukulan sangat keras yang dibarengi suara teriakan sangat kencang hingga bergema terdengar darinya, lalu dia melempar sarung tinju yang telah dilepas. Beberapa kata umpatan dikeluarkan lelaki berkulit putih pucat itu, lalu dia membenturkan punggungnya disebuah tembok dan jatuh terduduk perlahan. Pandangan mata kejam dan ekspresi wajah dingin terus menghiasi wajah lumayan tampan nya yang juga basah oleh peluh. Dia diam sesaat, tidak lama kemudian satu tangannya merogoh saku celana pendeknya dan dengan sangat cepat juga lihai, jemari tangannya mengetik sebuah pesan yang tertuju pada seseorang.

Tatapan kejam perlahan sirna, terganti satu alis terangkat dibarengi dengan senyum miring khasnya terukir jelas di wajahnya. Lalu dia bangun dan berjalan kearah pintu kamar mandi studi latihan itu.

xxxxxxxx

Suatu siang di ABS, terlihat para karyawan hampir disemua divisi sedang sibuk bekerja terkecuali Dimas dan Ibu Rahma. Mereka berdua terlihat disebuah ruangan cukup luas dan berantakan, hanya ada 2 ventilasi kecil di salah dinding dekat dengan plavonnya.

"Serius banget harus ngeberesin nih gudang?" tanya Dimas yang terkesima dengan tugas lanjutannya dalam hati.

Ibu Rahma pun sebenarnya agak terkejut melihat kondisi ruangan yang hampir tidak pernah dia dan bawahannya kunjungi itu. Setelah melihat sejenak bersama Dimas, wanita gemuk itu lalu menoleh kearah Dimas dan menepuk pelan lengan lelaki berkulit sawo matang itu.

"Semangat ya, Dim. Pak Danar mau hari ini juga ruangan ini bersih juga rapi karena akan ada inspeksi dari Dinas Kebersihan...," ujar Ibu Rahma dengan memberikan sedikit kekuatan untuk Dimas.

Lelaki muda itu tetap melempar senyum lebar nan hangatnya pada Ibu Rahma. Sepeninggal atasannya itu, Dimas melihat cepat sekali lagi kondisi ruangan yang harus bersih hari itu juga. Lalu dia memulai pekerjaannya dengan kecepatan yang tidak biasa.

"Semoga nggak sampe nginep di kantor...," doanya dalam hati.

Beberapa hari kemudian...

Kembali Ibu Rahma dan Dimas sudah berada di sebuah ruangan sangat luas. Lagi - lagi mata Dimas juga Ibu Rahma terkejut melihat kondisi ruangan itu beserta benda yang ada di dalamnya. Debu tebal, sarang laba - laba, jamur hitam serta bau khas benda lama yang terbengkalai terlihat juga tercium menembus masker mulut yang dikenakan mereka.

"Ruangan ini sudah hampir 3 tahun tidak beroperasi, awalnya saya pikir akan di renovasi ternyata Pak Danar meminta ini dibersihkan untuk dijadikan ruang rapat umum. Jadi Dimas...," ucapan dan penjelasan Ibu Rahma terpotong ketika dilihat Dimas sudah tidak ada disampingnya lagi.

"Maaf Bu, ini harus saya bersihkan dan juga harus selesai hari ini kan?" ucap Dimas yang langsung beraksi.

Ibu Rahma sebenarnya juga merasa aneh dengan permintaan Danar akhir - akhir ini, wanita berambut keriting yang sudah penuh uban itu hanya bisa mengangguk dengan senyum serba salahnya. Lalu dia berbalik dan meninggalkan Dimas sendiri. Tanpa mengeluh sedikit pun, Dimas sekali lagi melakukan tugas diadakannya dengan sangat cepat, namun sama dengan hari - hari sebelumnya lelaki muda itu mengerjakan semua tugasnya hingga fajar hampir menyingsing.

Dimas sudah tidak sempat pulang ke rumah untuk beristirahat hingga dia merebahkan tubuhnya di ruangan sangat luas itu ketika semua sudah rapi, bersih serta wangi.

"5 menit, nggak 10 menit, iya aku mau merem 10 menit aja...," ucapnya lemas dengan kelopak mata yang sudah dirasanya sangat berat itu.

Lelaki bertubuh lumayan tinggi itu merasa baru saja memejamkan mata, namun dia terkejut dengan sebuah suara genderang yang cukup keras hingga membuatnya tersentak dengan kedua mata yang langsung terbuka dan tubuhnya yang setengah bangun terduduk. Telinga Dimas sedikit berdengung juga kepalanya dirasa sedikit pening, dilihat sekelilingnya tidak ada orang lain, namun pandangannya terhenti disebuah tas kertas yang ada di samping tubuh lelaki berambut ikal pendek itu. Dilihat sekali lagi sekelilingnya dengan tatapan tajam, namun tetap tidak didapati orang lain selain dirinya di sana. Masih dengan perasaan ragu tapi penasaran dengan isi tas kertas itu, diangkatnya sedikit dirasa cukup berat lalu agak digoyang namun suara yang keluar tidak bisa membuat lelaki itu menebak isi di dalamnya.

"Hehm, makanan sama kopi. Tapi siapa yang-tahu kalau aku disini?" tanyanya pelan sambil mengeluarkan sebuah kotak berisi menu sarapan beserta segelas ukuran sedang berisi kopi panas.

Sambil menikmati sarapannya, Dimas berpikir keras dan menimbang - nimbang orang yang sekiranya tahu soal kondisinya beberapa waktu belakangan ini.

xxxxxxxx

"Heh, Dim. Kamu buat salah apa sih, sampe kena Ospek dari Ibu rahma?" tanya salah seorang teman se divisinya ketika mereka menuju ruangan yang akan mereka bersihkan.

Senyum simpul dan tawa kecil Dimas terdengar sesaat sambil melirik ke arah temannya itu.

"Bukan Ibu Rahma dan itu bukan Ospek. Pak Danar yang memang mau aku yang ngerjain, lagian beberapa hari ini kerjaan aku sedikit makanya dimintai tolong...," jawab Dimas tanpa berburuk sangka sedikit pun pada Danar.

Sang Teman hanya bisa mengangguk walaupun merasa kejanggalan saat mendengar jawaban Dimas.

Ting....

Suara lift berbunyi dengan pintunya yang langsung terbuka, mata Dimas dan temannya menatap kearah dalam lift karena sudah ada orang lain disana. Terpaku dan diam sesaat mereka berdua, hingga sosok di dalam berucap,

"Masuk, sampai kapan kalian mau ada disana? Tangan saya pegal sekali...,"

Seketika Dimas dan temannya buru - buru masuk sambil mendorong kereta kerja mereka. Helaan napas panjang terdengar dari sosok yang menahan tombol pintu lift, ketika kedua lelaki muda itu masuk.

"Ekspresi kalian jangan tegang begitu, saya tidak seperti Pak Danar yang suka makan orang. So relax...," ucap lanjutan sosok yang bernama Dian itu.

Sekilas terlihat senyum lebar dan tawa yang tertahan dari Dimas mendengar ucapan Dian.

Ting...

Suara lift kembali terdengar, pintunya pun terbuka.

"Saya duluan Mas - Mas. Oh, buat Mas Dimas, yang semangat ya...," ucap Dian sambil melihat kearah Dimas sesaat dengan satu kepalan tangannya terangkat keatas dan kemudian perempuan muda berkacamata itu berlalu.

Mata dan ekspresi terkejut Dimas terlihat ketika mendengar ucapan Dian. Ada tanda tanya besar dirasakan oleh Dimas, kemudian pintu lift kembali tertutup dan membawa kedua lelaki itu ke lantai yang mereka tuju.

********

1
Mak e Tongblung
beberapa kali "mengangguk" kok "menganggur" , tolong diperhatikan thor
Kata Kunci: 🙇‍♀️🙇
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!