NovelToon NovelToon
Menculik Pengantin Wanita Adik Tiri

Menculik Pengantin Wanita Adik Tiri

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Konflik etika
Popularitas:19.1k
Nilai: 5
Nama Author: iraurah

Andreas Wilton sudah terlahir dingin karena kejamnya kehidupan yang membuatnya tidak mengerti soal kasih sayang.

Ketika Andreas mendengar berita jika adik tirinya akan menikah, Andreas diam-diam menculik mempelai wanita dan membawa perempuan tersebut ke dalam mansion -nya.

Andreas berniat menyiksa wanita yang paling disayang oleh anak dari istri kedua ayahnya itu, Andreas ingin melihat penderitaan yang akan dirasakan oleh orang-orang yang sudah merenggut kebahagiaannya dan mendiang sang ibu.

Namun, wanita yang dia culik justru memberikan kehangatan dan cinta yang selama ini tidak pernah dia rasakan.

“Kenapa kau peduli padaku? Kenapa kau menangis saat aku sakit? Padahal aku sudah membuat hidupmu seperti neraka yang mengerikan”

Akankah Andreas melanjutkan niat buruknya dan melepas wanita tersebut suatu saat nanti?

Follow instagramm : @iraurah

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iraurah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menangkap Predator

Hujan tipis menyelimuti atap-atap bangunan tua di pinggiran kota Zürich, Swiss. Langit kelabu menggantung rendah, seakan menyimpan bisikan yang hanya dimengerti oleh mereka yang terbiasa hidup di balik tirai dunia hitam. Di sebuah apartemen bergaya industrial di lantai lima, tiga pria berdiri mengelilingi sebuah meja besar dengan peta dunia digital terpampang di layar proyektor.

Andreas Wilton berdiri tegak di sisi jendela, mengamati titik-titik merah yang bergerak perlahan di permukaan peta. Matanya tajam dan tak berkedip. Arthur Bellucci duduk di kursi kulit, satu kaki disilangkan, dengan cerutu menyala di antara jari-jarinya. Di sebelahnya berdiri Damian Krueger, pria keturunan Austria, mantan anggota unit operasi khusus EKO Cobra, kini tangan kanan Andreas dalam urusan lapangan.

“Kita sudah hampir ke titik akhir,” ucap Andreas pelan, tapi tajam. “Elena tidak menyerah, tapi kita dapat lebih dari cukup dari respons jaringan mereka.”

Arthur mengangguk, meniupkan asap cerutunya ke udara. “Sejak Elena menghilang, sistem komunikasi mereka berubah drastis. Mereka panik. Itu membuat mereka ceroboh.”

Damian menekan beberapa tombol pada tablet di tangannya, memunculkan gambar satelit dari sebuah villa besar di daerah pegunungan Salève, tepat di perbatasan Prancis dan Swiss. Bangunan itu dikelilingi oleh pepohonan lebat dan hanya memiliki satu akses jalan utama, yang diawasi oleh dua pos penjagaan.

“Di sinilah Barack sekarang,” jelas Damian. “Informan kita di jaringan penjual paspor palsu mengonfirmasi dia menggunakan identitas baru—Michel Renoir, warga negara Prancis, dengan riwayat medis buatan dan visa diplomatik palsu.”

Andreas berjalan pelan ke arah meja, lalu menunjuk bangunan utama pada peta digital. “Dia tahu kita mendekat. Tapi dia tidak tahu kita sudah tahu.”

“Bagaimana dengan pengamanan di dalam?” tanya Arthur.

“Delapan orang,” jawab Damian. “Tiga mantan tentara bayaran Balkan, dua pengawal pribadi asal Kolombia, dan sisanya teknisi IT bersenjata ringan. Tapi yang paling penting—Barack tidak keluar dari villa selama empat hari terakhir. Dia sedang menunggu sesuatu.”

Andreas menyipitkan mata. “Atau dia sedang mengatur sesuatu. Ini bukan sekadar persembunyian. Ini benteng terakhirnya.”

Arthur menyeringai. “Kalau begitu, kita akan menjadikannya makamnya.”

Damian mengangguk. “Aku sudah siapkan tim. Tapi kita tidak bisa menyerbu secara langsung. Struktur vila itu terlalu kuat, dan daerah sekitarnya penuh kamera pengintai. Kita butuh pendekatan diam-diam. Penyusupan terstruktur.”

Andreas melirik jam tangannya. “Kita mulai tengah malam. Gunakan kabut sebagai penyamaran. Damian, kau pimpin tim Alpha. Masuk dari hutan utara dan matikan jaringan listrik. Arthur, timmu dari selatan. Fokus lumpuhkan penjaga dan cegah komunikasi keluar. Aku akan masuk bersama kalian ke pusat.”

Arthur memutar cerutunya di asbak. “Kita hidup dari risiko. Mari kita ambil nyawa pria ini sebelum dia sempat menyentuh tombol paniknya.”

---

Tepat pukul 00.17, kabut tebal menyelimuti kawasan hutan di sekitar vila Salève. Langit gelap tanpa bintang, hanya cahaya bulan yang sesekali menembus awan dan menyinari dedaunan yang basah oleh embun malam.

Dari arah utara, Damian dan timnya—tiga pria bersenjata dan berpakaian kamuflase—bergerak tanpa suara di antara pepohonan. Mereka mengenakan pelindung wajah dan membawa peralatan elektronik untuk mematikan sinyal dan sistem kamera.

Setelah mencapai jarak lima puluh meter dari dinding luar vila, Damian memberi isyarat tangan. Salah satu anggotanya, seorang pakar sabotase elektronik bernama Yuri, merangkak menuju panel listrik utama yang tersembunyi di balik semak belukar. Dengan kecepatan dan ketepatan seorang veteran, Yuri berhasil memotong aliran listrik tanpa memicu sistem cadangan.

Lampu vila padam seketika. Dalam hitungan detik, keheningan digantikan oleh suara-suara panik dari dalam gedung. Para penjaga mulai menyisir ruangan dengan senter dan komunikasi manual. Namun sebelum mereka menyadari apa yang terjadi, tim Arthur telah masuk dari sisi selatan.

Arthur memimpin langsung, bergerak cepat dan brutal. Tanpa suara tembakan, dua penjaga pertama dilumpuhkan dengan pisau. Yang ketiga sempat menarik pelatuk, tapi hanya menembak udara kosong sebelum dihantam keras di pelipis oleh Lya, yang kini juga ikut dalam misi ini.

Andreas, yang mengenakan pakaian sederhana, masuk dari sisi timur. Ia menyusuri lorong menuju ruang kendali, tempat yang diduga menjadi markas koordinasi Barack.

Di dalam ruangan gelap dengan cahaya dari layar laptop yang masih menyala berkat baterai cadangan, Andreas menemukan satu orang teknisi yang sedang mencoba mengirim pesan darurat. Tanpa ragu, ia menembakkan peluru ke bahu pria itu, membuatnya jatuh merintih.

“Di mana Barack?” tanya Andreas, dengan suara dingin.

“Di lantai bawah… ruang besi…” jawab pria itu dengan tergagap. “Dia punya tombol pemicu! Jika kalian menyentuhnya, semuanya—”

Sebelum kalimat itu selesai, Damian masuk ke ruangan dengan wajah serius. “Kami sudah lumpuhkan semua sinyal. Tidak ada satu pesan pun yang keluar.”

Andreas mengangguk. “Lantai bawah. Sekarang.”

Mereka bertiga bergerak menuju lift darurat yang hanya bisa dibuka secara manual. Damian menggunakan alat pembuka elektromagnetik, dan perlahan pintu lift terbuka, memperlihatkan sebuah lorong pendek yang menuju ruang bawah tanah. Dindingnya berlapis baja, dengan kamera kecil yang mengawasi setiap sudut.

Mereka menyusuri lorong, langkah-langkah mereka bergema pelan. Di ujung lorong terdapat pintu logam berat dengan sistem pengunci sidik jari. Arthur, yang membawa pemindai sidik, memanfaatkan jari penjaga yang dilumpuhkan untuk membuka akses.

Pintu terbuka perlahan, dan di baliknya, Barack berdiri dengan tenang. Rambutnya mulai memutih, namun matanya masih menyimpan nyala api perlawanan. Ia mengenakan pakaian formal dan memegang sebuah remote kecil di tangan kirinya.

“Aku tahu kalian akan datang,” ucapnya datar. “Aku hanya tidak tahu siapa yang akan masuk lebih dulu.”

Andreas melangkah maju. “Permainanmu sudah selesai, Barack. Sekarang hanya ada dua pilihan: menyerah, atau mati dalam diam.”

Barack tersenyum miring. “Kupikir kau lebih pintar dari itu. Kau tahu, aku tidak akan menyerah. Aku punya bukti. Aku punya nama kalian semua. Jika aku mati, dunia akan tahu.”

Arthur melangkah ke depan, mengangkat senjata. “Tapi kau tidak mati, bukan? Kau hanya akan menghilang. Dan data itu… bisa tenggelam bersamamu.”

Damian menatap Barack dengan dingin. “Kami tahu tentang backup datamu. Semua terminalmu di Lima, di Toronto, bahkan di Nairobi. Kami sudah tanam virus senyap. Semuanya akan terhapus dalam waktu lima menit.”

Barack menyempitkan mata. “Kalian pikir kalian bisa menghapus kebenaran?”

Andreas mendekat, hingga hanya berjarak dua meter dari Barack. “Kami tidak menghapus kebenaran. Kami hanya menggantinya.”

Dengan satu isyarat tangan dari Andreas, Arthur menembak tangan Barack yang memegang remote. Remote itu terjatuh dan pecah berkeping-keping. Barack berteriak kesakitan, berlutut sambil memegangi pergelangan tangannya yang berdarah.

Andreas membungkuk, menatap wajah Barack dari dekat. “Kau pernah bilang: ‘Keadilan harus ditegakkan, meski dunia hancur.’ Sekarang lihatlah… dunia tempatmu hancur.”

Barack masih berusaha bicara, namun sebelum ia sempat mengucap sepatah kata pun lagi, Damian menyuntikkan bius ke lehernya. Tubuh Barack melemas, dan kesadarannya menghilang dalam sekejap.

---

Tiga puluh jam kemudian, di markas bawah tanah Andreas yang tersembunyi di Pegunungan Tatra, Barack terbangun di sebuah ruangan kedap suara, tanpa jendela dan tanpa waktu.

Andreas duduk di seberang meja, dengan map berisi data di tangannya.

“Selamat datang kembali ke dunia nyata, Barack,” ucapnya dingin. “Kau akan tinggal di sini lama. Sangat lama.”

Barack menatapnya, terdiam, penuh kebencian.

Andreas tersenyum tipis, lalu menutup map.

“Dan jangan khawatir… dunia tidak akan mencarimu. Karena dunia akan berpikir kau sudah mati.”

Dengan itu, Andreas berdiri dan meninggalkan ruangan. Pintu baja tertutup dengan bunyi denting berat. Di luar, Arthur dan Damian menunggu.

“Bagaimana perasaan kalian setelah akhirnya menangkapnya?” tanya Arthur.

Andreas tidak menjawab segera. Ia menatap langit yang mulai cerah.

“Ini bukan kemenangan,” katanya akhirnya. “Ini permulaan dari babak baru.”

Arthur menyeringai. “Babak di mana kita menulis ulang aturan permainan.”

Damian mengangguk. “Dan memastikan tak ada satu pun pengkhianat yang tersisa.”

Tiga pria itu berjalan menjauh, meninggalkan penjara hidup tempat Barack ditahan. Di balik pegunungan dan kabut, dunia kembali tenang, setidaknya untuk sementara—sementara kekuasaan gelap perlahan merapikan kembali baris-baris catatannya yang berdarah.

1
Jelo Muda
nunggu bbrp hari cuma up 1? wah perlu di santet online ini... biar up nya langsung 5.. 🤣😍
sehat sehat Mak othor... maaf kan aku yg tamak ini .. crtmu bgs bingittt
partini
i give vote ,so lanjut Thor sangat menarik
partini
😁😁😁😁 banyakin interaksi mereka Thor
Jelo Muda
kok blm up date c....
Jelo Muda: jangan cuma lake like aja .. segera up . awas cuma up 2... 🤪🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Jelo Muda: iya...sll buka...manatahu kuotanya habis. eeee. ternyata memang blm up .. yuhuuuu
total 3 replies
Jelo Muda
mantab ..
As Lamiah
jangan sampai menyesal ya Andreas setelah perlakuan mu yg buruk pada mistiza dan sekarang Andreas dapat perhatian juga perlakuan baik dari mistiza yg udah mulai menerima kehidupan baru yg mistiza dapat darimu andreas
partini
👍👍👍👍
Lovely Shihab
Lanjut say
Lovely Shihab
Lanjut dong say, karyamu luar biasa. The Best 👍👍👍👍
As Lamiah
dasar Andreas g sabaran dan g peka dengan keadaan mistiza yg udah tulus perhatian pada Andreas
partini
secangkir kopi untuk hari ini yang lagi mendung mau hujan
partini
Weh mulai dah lope lope,pantas alurnya tertata rapi dan sangat menjiwai karakter nya ternyata author lama
aku baca yg sudah tamat dan ingat cerita ini pernah ku baca dulu
As Lamiah
semangatin ajalah otuornya syapatau khilap dan up banyak 🤭 semangat tour semoga sehat selalu 💪💪💪🥰
Neng Nurhaeni
kirain Andreas mati,, author nya ngasih judul nanggung
partini
suka ,boleh sedikit lebih laju ga Thor terasa sangat lambat
Neng Nurhaeni
mulai merasakan rindu ya🤭
partini
ada Mateo ada Dimitri kurang team delta ini mah,,lanjut Thor kapan Andreas pulang ke mansion
As Lamiah
oh ternyata Andreas mengurus proyek yang besar bersama teman teman nya
partini
yah di tunggu interaksi mereka ber2 malah pergi Andreas nya
partini
kapan update thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!