Novel ini adalah Sequel dari Novel ANTARA LETNAN TAMVAN DAN CEO GANTENG, cinta segitiga yang tiada akhir antara Cindra, Hafiz dan Marcelino.
Cinta Marcel pada Cindra boleh dikatakan cinta mati, namum cintanya harus terhempas karena kekuatan Cinta Cindra dan Hafiz. Akhirnya Marcel mengaku kalah dan mundur dalam permainan cinta segitiga tersebut.
Karena memenuhi keinginan anak-anaknya, Marcel dijodohkan dengan Namira (Mira) yang berprofesi sebagai Ballerina dan pengajar bahasa Francis.
Kehidupan Namira penuh misteri, dia yang berprofesi sebagai Ballerina namun hidup serba kekurangan dan tinggal di sebuah pemukiman kumuh dan di kolong jembatan, rumahnya pun terbuat dari triplek dan asbes bekas. Namira yang berusia 28 tahun sudah memiliki dua orang anak.
Apakah akan ada cinta yang tumbuh di hati Marcel untuk Namira, atau Namira hanya dijadikan pelampias gairahnya saja?
Yuk, ikuti kisah Cinta Marcel dan Namira.
Jangan lupa untuk Like, share, komen dan subscribe ya..Happy Reading🩷🩷
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. Cemburu session 2
"Antarkan kopi ke ruang kerjaku" titah Marcel selesai makan malam
"Iya, Tuan. Kopi pahit?"
"hmm"
Marcel berjalan menaiki anak tangga dengan gayanya yang sering kali membuat Namira terpesona dengan ketampanan suami dadakannya itu.
"Ka Wulan, nanti temani Ilyas bobo dulu ya. Mama mau ke ruang kerja Tuan Marcel"
"Kenapa mama masih manggil tuan Marcel, mama nyuruh kami manggil papa"
"Wulan, mama gak bisa"
"Hufft, aku engga ngerti pikiran orang dewasa" Cicitnya
Mira memutar bola matanya, Wulan memang anak yang kritis dan lebih dewasa dari anak seusianya.
Namira masuk ke ruang kerja Marcel dengan membawa kopi dan cookies yang tadi pagi dia buat.
"Permisi tuan"
"Masuk"
Mira meletakkan kopi dan sepiring cookies di meja kerja Marcel.
"Duduk, ada yang ingin aku bicarakan"
Namira duduk di kursi depan meja kerja Marcel. Lama dia menunggu Marcel membuka pembicaraan tapi tidak juga ada pergerakan dari lelaki yang duduk di depannya. Matanya fokus pada layar laptop dan sesekali mengetik sesuatu di ponselnya. Namira hanya diam mengamati gerakan Marcel.
"Tuan, apa yang akan dibicarakan"
"Apa, memangnya aku bilang begitu, mmh"
Namira mengernyit, "bukannya tadi tuan bilang seperti itu"
"Temani aku kerja"
Mira menghela napasnya dengan berat, dan menghembuskannya perlahan agar tidak di dengar Marcel.
"Pulang dari sekolah kamu pergi kemana?"
Namira mengangkat pandangannya menatap Marcel, diam sejenak mempertimbangkan apa yang akan diceritakan pada Marcel.
"A-aku, ehh..maksudku, tadi siang Wulan ada masalah dengan temannya. Salah paham saja"
"Salah paham? Anak sekecil itu bisa saling salah paham dengan temannya?" Marcel tetap menatap layar laptop.
"Romeo mendorong Wulan hingga tempat bekalnya jatuh, lalu Wulan membela diri" Mira enggan meneruskan ceritanya, karena Marcel seperti tidak memperhatikannya.
"trus"
"Anda bekerja saja dulu, aku seperti berbicara dengan angin"
Marcel mengangkat matanya, memandang wajah Namira, dengan separuh wajahnya tertutup layar laptop di depannya.
"Aku mendengarkan, bicaralah"
Namira kembali mendesah kesal, dia paling kesal jika lawan bicaranya fokus pada pekerjaan.
"Sudah selesai ceritanya, hanya begitu saja dan sudah selesai setelah bukti dari CCTV membuktikan kalau Romeo yang lebih dulu mendorong Wulan"
"Anak siapa itu Romeo, perlukah aku beri peringatan tegas pada orangtuanya?" Marcel mulai menatap Namira.
"Tidak, tidak perlu. Bram orang baik kok, dia mengajak anak-anak makan di restoran pizza. Mereka bisa cooking class juga di resto itu. Itu pengalaman pertama dan paling berkesan buat anak-anakku"
Marcel mulai memberi perhatian pada cerita Namira, tatapan matanya beralih ke wajah istri sirinya.
"hmm, trus"
"Wulan dan Ilyas baru pertama kali makan pizza, jadi mereka sangat excited. Mereka juga memberiku hadiah berupa pizza buatannya mereka. Begitu juga Romeo" Marcel semakin tertarik, dari semua pertemuan dengan Namira. Obrolan ini adalah pertama kalinya Namira bisa bicara lepas dan bercerita banyak.
"Lalu" Walaupun Marcel tertarik dengan cerita Namira, tanggapannya sangat datar.
"Romeo tumbuh tanpa seorang ibu, jadi dia kurang perhatian. Oiya bisakah Sabtu Minggu kami pulang ke rumah kami. Romeo mau main dengan anak-anak di sana"
"Apa papa anak itu ikut?" Marcel memangku dagunya pada jari telunjuk"
"Kurasa tidak, tadi dia pamit mau ke Kalimantan"
"Pamit ya?" nada bicara Marcel mulai datar menahan kesal
"Iya dia pamit setelah memberikanku hadiah sepatu balet bekas istrinya pakai. Aku bahagia sekali disaat menginginkan sesuatu yang tidak bisa aku beli, ada orang yang memberikan. Tidak masalah meskipun bekas. Aku berterima kasih sekali"
Marcel melihat mata dan wajah Namira berbinar saat menceritakan kebaikan Bram, telapak tangannya yang sedari tadi terbuka, kini dia kepalkan hingga buku-buku jemarinya mengeras.
"Kenapa tidak kau beli saja dengan uangku, Nami"
"Ahh tidak, harganya terlalu mahal. Sampai pelayan melarang aku menyentuhnya haha, mereka saja bisa membaca isi dompetku mana mungkin aku membelinya" Namira tertunduk sambil tersenyum mengingat kebaikan Bram tadi.
Tatapan Marcel tajam memperhatikan setiap gerak Namira. Tapi Namira masih sibuk memilin jemarinya dengan wajah tertunduk dan menyunggingkan senyuman.
Tentu saja hal itu membuat Marcel semakin terbakar cemburu
"Pelayan di tenant apa yang melarang mu menyentuh barang mahal itu" geramnya
"Peralatan balet, tapi memang produk yang mereka pajang sangat berkualitas. Aku saja yang bodoh berani masuk ke toko itu hahaha" Namira tertawa sumbang lalu l mengangkat wajahnya dan menatap Marcel
Betapa terkejutnya dia melihat wajah Marcel sudah memerah menahan amarah dan menatapnya dengan tajam.
"Apa aku salah bicara, Tuan" dengan wajah timid dan bergetar Mira menanyakan.
"Besok kita akan ke toko itu lagi, Ber-sa-ma-ku! Tidak boleh dengan yang lain, mengerti!!"
"I-iya mengerti Tuan"
Marcel kembali fokus pada laptopnya, sesekali Mira mendengar desahan kasarnya keluar dari mulutnya. Tapi dia tidak berani menanyakannya.
Lama Namira terdiam, ehm lebih tepatnya didiamkan oleh Marcel tanpa diajak bicara lagi. Hingga Namira memberanikan diri bertanya, "Tuan apa sudah selesai?" Marcel masih terdiam.
"Tuan Marcel"
"Hmm"
"Apa aku bisa meninggalkan ruangan ini, anak-anak masih menungguku untuk ditemani tidur"
"Kamu ngapain nungguin aku di sini" bentak Marcel
Mata Mira terbeliak, kalau saja ada karet gelang di situ, rasanya ingin dia jepretkan karet gelang itu ke wajah Marcel. "Menyebalkan sekali!!" geram Mira dalam hati.
Setelah Namira keluar dari ruang kerjanya, Marcel menutup laptopnya. Sebenarnya dia tidak mengerjakan apapun dengan laptopnya, dia hanya membaca email yang dikirim Deo. Dia hanya ingin ngobrol dengan Namira tapi dia bingung bagaimana memulainya. Dia tidak bisa berbincang lama dengan wanita selain Cindra.
Selama ini wanita simpanannya hanya dijadikan penghangat ranjangnya saja, setelah selesai terpuaskan, dia tinggalkan wanita itu di apartemen.
Marcel masih ingin berlama-lama dengan Namira di ruang kerjanya, meskipun hatinya terbakar cemburu saat Namira membicarakan kebaikan Bram dengan semangat. Tapi dia juga tidak tega membiarkan anak-anak menunggu mamanya untuk tidur.
Marcel meninggalkan ruang kerja dan melangkah ke kamarnya, dia langsung menuju walk in closet. Menatap dus sepatu balet itu dengan kesal, dus sepatu yang tidak berdosa pun jadi sasaran kemarahannya. Dus sepatu itu dia injak-injak dan di tendang dengan kesal.
Braakkk!!! Dus sepatu menghantam dinding.
"Suara apa itu" Namira yang baru masuk ke dalam kamar terkejut mendengar suara benda di lempar.
Namira langsung ke sumber suara, "Tuan, sedang apa di sini"
"Apa lagi selain ganti baju, kamu pikir aku main bola?" jawabnya ketus
"Maaf Tuan, tadi aku dengar ada suara benda jatuh"
"Aku tidak dengar apa-apa. Atau itu alasan kamu mau melihatku ganti baju, mmh?"
"A-aku..Tidak!" Namira langsung berlari menjauhi walk closet.
Marcel menyunggingkan senyum dan memunguti sepatu balet yang berantakan karena dusnya sudah penyok tak berbentuk.
"Sepatu bekas apanya, bandrolnya saja belum dilepaskan lelaki itu ..dasar wanita bodoh!"
Marcel melenggang ke tempat tidur, dia lihat Namira masih sholat isya. Dia merebahkan tubuhnya di kasur sambil memainkan gawainya dia menunggu Namira selesai sholat.
Setelah bermenit-menit Marcel menunggu Namira, akhirnya wanita itu mendekati sisi tempat tidur untuk mengambil bantal.
"Tidur di sampingku Namira"
"Tidak tuan saya di sofa saja"
"Kenapa kamu membangkang pada suami? Tidur di sampingku"
"A-aku tidak biasa, ehh..tidurku seperti gangsing bisa berputar 180⁰, Tuan"
"Jangan sampai aku mengulangi ucapanku dengan nada keras"
Namira akhirnya menurut, dengan perasaan takut, dia naik ke kasur dan merebahkan tubuhnya di samping Marcel.
Tak ada yang berani memunggungi atau memiringkan tubuh untuk tidur berhadapan.
Keduanya hanya memandang langit-langit kamarnya.
...💃🩰💃🩰...
Bersambung...