Krystal Berliana Zourist, si badgirl bermasalah dengan sejuta kejutan dalam hidupnya yang ia sebut dengan istilah kesialan. Salah satu kesialan yang paling mengejutkan dalam hidupnya adalah terpaksa menikah di usia 18 tahun dengan laki-laki yang sama sekali belum pernah ia temui sebelumnya.
Kesialan dalam hidupnya berlanjut ketika ia juga harus di tendang masuk ke Cakrawala High School - sekolah dengan asrama di dalamnya. Dan di tempat itu lah, kisah Krystal yang sesungguhnya baru di mulai.
Bersama cowok tampan berwajah triplek, si kulkas berjalan, si ketua osis menyebalkan. Namun dengan sejuta pesona yang memikat. Dan yang lucunya adalah suami sah Krystal. Devano Sebastian Harvey, putra tunggal dari seorang mafia blasteran Italia.
Wah, bagaimana kisah selanjutnya antara Krystal dan Devano.
Yuk ikuti kisahnya.
Jangan lupa Like, Komen, Subscribe, Vote, dan Hadiah biar Author tambah semangat.
Salam dari Author. 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icut Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 30 : RAFAEL NICHOLAS RAGASWARA
Dibelahan benua lain...
Eropa...
Suara lemparan barang terus terdengar memenuhi salah satu ruangan yang sudah tidak berbentuk lagi. Pecahan kaca bertebaran dimana-mana. Bahkan sang pelaku yang mengabaikan kekacauan tersebut tidak sadar jika tangan serta kakinya sudah mengeluarkan darah karena terkena tusukan beling. Emosi dan amarah yang terlalu menguasai dirinya membuatnya tidak sadar akan luka tersebut.
Sampai seseorang datang dan berdiri bersandar di ambang pintu, sembari bersidekap dada. Mulutnya tidak berhenti mengunyah benda kenyal di dalam sana, sesekali meniupnya hingga menyerupai balon kecil.
PRANG!
Itu lemparan guci terakhir yang mengenai kemari kaca transparan. Setelah itu nafas si empunya memburu dengan dada naik turun.
"Udah? Ini kalau gue catat kerugiannya bisa ampai 200M nih." Ujar si pria permen karet---Aslan namanya.
"BACOT! KALAU LO CUMA MAU BIKIN GUE MAKIN EMOSI! MENDING CABUT, SIALAN!" Sentak Rafael.
Lebih tepatnya Rafael Nicholas Ragaswara.
Aslan terkekeh mengangkat dua jarinya membentuk huruf V.
"Kan gue udah bilang sama lo, El. Jangan gegabah. Pakai strategi. Ini lo asal ngirim orang buat nyulik Krystal yang kebetulan kabur dari Cakrawala. Lo harus ingat. Lawan lo ini Devano. Orang yang udah bikin lo meregang nyawa selama setahun dalam koma. Dulu lo bisa selamat dari dia hanya karena keajaiban yang 0,1 persen yang masin Tuhan kasih buat lo. Sekarang lo mau ngulangin kesalahan yang sama, hah? Yang ada lo mati beneran di tangan dia habis ini."
"Dia nggak bisa ngebunuh gue!" Desis Rafael, menyugar rambutnya yang basah karena keringat.
"Oh aturannya emang iya, Lo dan Devano nggak boleh saling bunuh. Tapi masalahnya Devano bukan tipe orang yang akan selalu tunduk dengan aturan. Jika suatu saat dia terdesak dan mengharuskan membunuh lo. Maka dia pasti akan melakukannya tanpa pikir panjang. Jangankan lo, El. Bokapnya aja pernah di todongin pistol sama dia."
Aslan melangkah mendekat, lalu duduk di atas sofa. Dan menepuk ruang di sampingnya agar Rafael juga ikut duduk. Cowok itu berdecak, namun mengikutinya.
"Santai. Pikirin pakai kepala dingin. Jangan apa-apa pakai emosi sama nafsu tahu nggak!" Seru Aslan sedikit menekan kata nafsu.
Dan itu sukses mendapat lirikan maut dari Rafael. Yang di balasnya dengan kekehan.
"Gue tahu lo udah ngebet banget sama Krystal. Oh god! Gila ya tu cewek, bisa di rebutin dua iblis nggak jelas kayak lo dan Devano. Ck! Tapi emang cantik banget sih, gua aja ma..."
Aslan terpaksa menghentikan ucapannya kalau benar-benar tidak ingin dibunuh oleh Rafael.
"Oke. Gini. Dari pada lo nyuruh orang buat nyulik Krystal, terus ntar lo sekap dia. Mending Lo pikirin cara yang lebih sweet dari itu. Krystal, dia itu cewek langka. Keras kepala minta ampun. Lo tahu dia nggak suka diatur. Menurut lo dia akan tunduk aja gitu kalau lo nyulik dan nyekap dia? Pelan-pelan aja, El. Nggak usah buru-buru. Lo kumpulin tenaga dulu, pulih dulu yang benar, bau terjun. Lo baru sadar seminggu yang lalu dari koma yang lo tanyain langsung Krystal. Ya gue kaget lah. Padahal kan yang nungguin lo bobo panjang di sini itu gue." Ujar Aslan mengerjap-ngerjapkan matanya dengan genit.
"Najis!" Rafael mendengus.
Aslan tertawa, menepuk pundak Rafael beberapa kali sebelum akhirnya berlalu pergi.
Meninggalkan Rafael yang setengah berbaring di sofa, memandang langit-langit kamarnya. Kepalanya berdenyut sakit, begitu pun dengan dadanya yang sudah sangat tersiksa dengan rindu yang membuncah akan sosok gadisnya. Namun, Aslam benar, ia tidak boleh asal serang seperti malam ini. Lawannya adalah Devano. Berhadapan dengan Devano artinya siap untuk berperang.
"I miss you, Krys. I miss you so much." Lirih Rafael.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Apa? Rafael sadar dari koma?!" Papa William memutar poros tubuhnya, menatap Ando---orang kepercayaan nya. Ia tidak bisa menyembunyikan raut kagetnya.
"Iya, Tuan. Seminggu yang lalu. Posisi Rafael sekarang ada di Berlin, Jerman Tuan. Pemulihan. Tapi..."
"Tapi apa?" Tanya Papa William tidak sabar.
Ando menarik nafasnya perlahan.
"Tapi malam ini antara Ragaswara dan Harvey's terjadi pertarungan sengit. Dan ada Non Krystal di sana."
Degh!
Tanpa diperintah langkah Papa William langsung mendekat pada Ando yang mulai menceritakan detailnya seperti apa. Selama Krystal di Cakrawala ia memang meminta Ando untuk mengawasi Krystal dari kejauhan tanpa sepengetahuan Devano.
Lutut Papa William seketika lemas. Ia terduduk di kursi kebesarannya. Sekarang, kembalinya Rafael akan semakin memperumit keadaan.
**Rafael Nicholas Ragaswara**
**Devano Sebastian Harvey**
Dua laki-laki yang sama berbahaya nya. Dan sialnya keduanya sama-sama menginginkan satu putrinya yang sama. Yaitu Krystal.
"Apa yang perlu kita lakukan, Tuan? Anda bisa memberikan perintah pada sa..."
"Tidak perlu melakukan apapun." Suara Ando disela oleh suara bariton yang lain.
Papa William mendengus pelan, melihat siapa yang baru saja masuk dan berjalan mendekat ke arah meja nya. Lantas duduk tepat di hadapan Papa William.
"Pergilah!" Titah Papa William yang langsung dilaksanakan oleh orang kepercayaannya itu.
Memijat pelipisnya. Papa William menatap malas pada Daddy Darrel. Ia sedang tidak mood sekarang.
"Apa? Kenapa kamu ke sini?"
Bukannya langsung menjawab, Daddy Darrel justru terkekeh pelan melihat wajah kacau Papa William. Ia lantas berdiri, dan meraih sebotol vodka yang ada di dalam lemari kaca ruangan ini. Membukanya lantas menuangkannya ke dalam gelas wine, lalu memberikannya pada Papa William yang langsung di minum pria itu dalam sekali tegukan.
"Santai sedikit, Wil. Kamu terlihat sangat tegang hanya karena menerima berita bangunnya Rafael dari koma." Ujar Daddy Darrel, seraya meneguk minuman miliknya.
Papa William kembali menuangkan cairan di dalam botol tersebut ke dalam gelas, lalu meneguknya.
"Aku menyesal menjodohkan putriku dengan putramu, Rel."
Daddy Darrel terkekeh.
"Tidak, lebih tepatnya aku menyesal telah mengundang keluarga mu ke acara ulang tahun kedua putriku 13 tahun silam. Awal dimana Devano melihat Krystal. Harusnya putriku tidak pernah bertemu dengan putramu. Tidak pernah." Lirih Papa William, pandangannya menerawang pada bingkai foto keluarga kecilnya dulu bersama istrinya---Eliza.
"Will, aku sudah mengatakan, aku sendirilah yang akan menjamin kelayakan, kebahagiaan Krystal. Kamu tidak perlu mengkhawatirkannya. Krystal aman bersama Devano. Devano memang sedikit gila, tapi dia sangat mencintai Krystal dan itu tidak perlu diragukan lagi." Ujar Daddy Darrel.
"Iya, sebelum nanti Krystal tahu tentang semua tragedi setahun yang lalu. Sekacau apa dulu." Papa William terkekeh sarkas.
Kali ini Daddy Darrel terdiam. Tangannya yang hendak kembali meneguk minuman alkohol tersebut, terhenti. Untuk yang satu itu, Daddy Darrel mungkin sedikit setuju dengan Papa William.
"Devano akan memastikan ingatan Krystal tida akan pernah kembali, Will." Ucap Daddy Darrel lebih serius kali ini.
"Sampai kapan?"
Kedua kalinya Daddy Darrel bungkam.
"Ingatan itu bisa saja kembali. Dan saat Krystal mengingat semuanya. Bukan hanya Devano dan Rafael. Tapi semua orang yang terlibat akan menemui kehancurannya. Termasuk aku. Dan yang paling aku takuti adalah kehancuran Krystal sendiri. Kamu telah melahirkan seorang monster, Darrel." Papa William mengalihkan pandangannya pada Daddy Darrel, sehingga mata mereka bertemu.
"Bukan aku. Tapi almarhum istriku yang melahirkannya."
PRANG!
Daddy Darrel terkekeh, menghindari lemparan gelas dari Papa William.
Apa dia salah? Memangnya laki-laki bisa melahirkan? Dia hanya bisa menyumbangkan benihnya saja.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Kakinya keseleo. Tidak terlalu parah. Hanya saja dosis pada bius yang disuntikkan cukup tinggi. Kemungkinan besok pagi Krystal baru siuman. Dan saat siuman langsung berikan makanan, karena perutnya kosong sejak siang." Ujar Dokter Winda.
Yang dianggukan dengan mengerti oleh mereka semua yang ada di kamar VVIP ini, kecuali Devano yang sibuk memandangi Krystal yang terbaring di ranjang dengan tanpa ekspresi.
Sesuai dengan perintah Devano, Rangga membawa Krystal kembali ke asrama. Meski sempat berdebat dengan Carletta yang bersikeras ingin membawa Krystal pulang saja. Dan ketidaksukaan Carletta itu terbawa sampai sekarang. Lihatlah sekarang bagaimana kencangnya rahang gadis itu, dan tajamnya matanya menatap pada Devano.
"Gue nggak yakin dia akan mau ngelihat lo besok pagi ketika bangun." Suara dingin Carletta memecah keheningan kamar. Ucapan itu jelas saja ditujukan pada Devano.
Rangga, Dimas, Iqbal, Zoey dan Sasa hanya bisa saling melempar pandang satu sama lain. Memilih untuk tidak angkat suara dulu.
"Lo tahu hal yang paling rapuh dalam hidup Krystal itu apa? Kepercayaan." Carletta kembali bersuara, meski tidak mendapatkan tanggapan apapun dari lawan bicaranya.
Pertama kalinya, Devano bereaksi dengan mengalihkan pandangan sekilas pada Carletta.
"Terlalu sering dikecewakan oleh hidup membuat dia sulit untuk menaruh percaya pada orang lain. Gue dan Sasa, sahabatnya dari kecil berusaha untuk menjaga agar rasa percaya dia nggak pernah runtuh ke kami. Gimana caranya? Ya dengan tidak mengatakan hal yang akan membuatnya tersinggung dan berakhir seperti di campakkan lagi. Lo tahu, Dev? Istri lo ini, cuma kelihatan keras kepala di luar, banyak bacot di luar, keras di luar, tapi mentalnya udah lama babak belur, udah nggak berbentuk. Capek. Tapi takut bunuh diri, takut mati. Dan hari ini, lo semakin menguatkan keinginannya untuk mati." Desis Carletta.
Punggung Devano menegang. Dan Carletta bisa melihat itu. Ia mengalihkan pandangannya pada Zoey.
"Tunjukin sama gue yang mana yang namanya Lenna Sabita itu!" Pinta Carletta datar.
Bukan hanya Zoey saja yang gelagapan, tapi Sasa juga ikut mengernyitkan keningnya.
"Lo mau ngapain?" Tanya Sasa cepat.
"Gue? Mau ngapain? Udah pernah nyoba makan rendang daging manusia belum?" Semua pasang tidak putus memperhatikan Carletta yang meraih pisau buah di atas meja nakas.
"Hah?"
Semuanya nyaris bersamaan menelan salivanya.
"Kita coba malam ini? Mau? Seringai Carletta.
"Carl! Carl! Jangan macam-macam. Oke?" Cegah Saa ngeri sendiri.
Mengabaikanya. Carletta berjalan keluar kamar melewati semua orang.
"Ayo tunjukkin ke gue, Zoey!"
Zoey yang tidak tahu harus melakukan apa, melempar pandang pada semua orag. Sebelum akhirnya menyusul langkah Carletta.
Sementara Sasa menepuk jidatnya. Bisa runyam dan panjang ceritanya kalau Carletta sudah mode Beauty Devil seperti ini. Ia lantas memilih untuk menyusul juga.
Tersisalah sekarang Devano dan ketiga temannya.
"Sadis juga temannya Krystal." Bisik Iqbal pada Rangga dan Dimas yang berdiri di samping kanan kirinya. Yang hanya di balas helaan nafas olehnya keduanya.
"Ngehela nafas aja kompak ya lo berdua." Sambung Iqbal.
PLAK!
"Sakit!" Ucap Iqbal kesal.
Dimas mendengus dan berlalu keluar kamar. Iqbal memilih menyusul sembari mengusap-ngusap kepalanya yang tadi digeplak Dimas.
"Gue tahu maksud lo apa, Dev. Tapi lo terlalu mendalami peran kalau gue bilang. Sampai lo nggak sadar kalau itu nyakitin cewek yang lo perjuangin dari dulu" Ujar Rangga datar.
Devano tidak merespon ucapan Rangga. Mungkin karena ia tahu kali ini dirinya sedikit salah. Devano tidak bisa berpikir jernih tadi siang, sampai akhirnya kalimat itu keluar begitu saja dari mulutnya dan ternyata sangat amat menyakiti perasaan istrinya.
"Rafael sadar koma setelah satu tahun. Dia pasti akan kembali dengan rencana yang matang. Gue cuma bilang lo harus ekstra jaga Krystal tetap di samping lo dan jangan sampai hilang dari pengawasan mata lo. Karena Rafael bisa ngelakuin apa aja untuk menuhin obsesi dan ambisinya. Dia sama seperti lo. Dan ingat, Rafael Nicholas Ragaswara adalah orang yang nggak bisa dan nggak boleh lo bunuh. Jadi bermain dengan cantik, jangan pakai emosi yang berujung seperti hari ini. Gue nggak akan bertanggung jawab kalau sampai Krystal jatuh ke pelukan Rafael."
Kalimat terakhirnya tadi sukses mendapatkan lirikan setajam silet dari Devano. Tapi Rangga tidak peduli. Toh yang di sampaikan demi kebaikan Devano semua.
"Gue sebenarnya kasihan sama Krystal. Harus berada di antara dua laki-laki yang sama-sama mempunyai cinta dan obsesi gila ke dia, tanpa dia tahu apapun. Ck! Mau gimana lagi. Dia emang cantik banget sih." Rangga mengalihkan pandangannya pada gadis cantik yang masih memejamkan mata di ranjang itu. Bermaksud menggoda Devano.
"Keluar lo!"
Terkekeh pelan, ketika godaannya ternyata di tangkap mulus oleh Devano. Sebelum keluar ia melempar sebuah botol kecil transparan yang berisikan obat kapsul di dalam nya. Yang di tangkap dengan santai oleh Devano.
"Cukup satu sehari. Dosisnya lumayan. Gue cabut."
Devano menghela nafasnya dengan berat. Lantas duduk dipinggir ranjang, menatap sendu pada Krystal. Meraih tangan mungil itu untuk di kecupnya.
Mengelus lembut rambut Krystal. Lalu membungkuk untuk mengecup kening Krystal dengan lembut, lalu berbisik di telinga Krystal.
"I love you...maaf, Sayang."
Setelah nya, Devano beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya yang masih ada sisa-sisa darah di baju, tangan serta wajahnya. Tidak lupa peluru yang berada di dalam lengannya juga harus dikeluarkan.