Vino Bimantara bertemu dengan seorang wanita yang mirip sekali dengan orang yang ia cintai dulu. Wanita itu adalah tetangganya di apartemennya yang baru.
Renata Geraldine, nama wanita itu. Seorang ibu rumah tangga dengan suami yang cukup mapan dan seorang anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
Entah bagaimana Vino begitu menarik perhatian Renata. Di tengah-tengah kehidupannya yang monoton sebagai istri sekaligus ibu rumah tangga yang kesehariannya hanya berkutat dengan pekerjaan rumah dan mengurus anak, tanpa sadar Renata membiarkan Vino masuk ke dalam ke sehariannya hingga hidupnya kini lebih berwarna.
Renata kini mengerti dengan ucapan sahabatnya, selingkuh itu indah. Namun akankah keindahannya bertahan lama? Atau justru berubah menjadi petaka suatu hari nanti?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalalati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11: Ketahuan
Hari itu Renata dan Nathan pun bertolak ke Jakarta beserta rombongan kelas 2 di sekolah Nathan. Renata mencoba mengabaikan hatinya yang terluka karena menolak kehadiran Vino. Ia harus kembali kepada dirinya yang semula yang berprinsip untuk selalu setia kepada sang suami. Ia tidak bisa membiarkan dirinya semakin tersesat.
Begitu juga dengan Vino. Ia bertolak ke Kuala Lumpur untuk mengantar para wisatawan yang memakai jasa travel agency nya untuk perjalanan wisata mereka. Setelah dari KL, rombongan wisatawan itu juga akan berwisata ke Singapura di hari ke tiga.
Perjalanan di KL pun selesai. Vino beserta beberapa staf juga rombongan itu tiba di Singapura. Di hari ke lima, di sore hari para wisatawan memiliki sesi bebas. Sehingga Vino agak senggang saat itu. Ia pun briefing beserta beberapa staf di restoran outdoor hotel tempat mereka menginap untuk membicarakan sisa perjalanan wisata itu. Vino memastikan tidak boleh ada yang terlewat dan semua harus lancar hingga mereka kembali ke Indonesia keesokan harinya.
Setelah briefing selesai, Vino masih ada di area outdoor. Ia bersantai sejenak setelah lelah seharian memandu rombongan yang dibawanya berwisata. Sebatang rokok ia apit dikedua jarinya yang ia nikmati bersama secangkir kopi.
Kembali ia teringat dengan kejadian tempo hari di saat Renata menamparnya. Ia patah hati. Renata adalah pelipur lara bagi Vino. Ia sudah berharap banyak. Ia mengenyampingkan akal sehatnya dan tetap mendekat pada Renata meskipun ia tahu semua itu salah. Ia dibutakan dengan kemiripan Renata dengan Rania. Karena, Vino sudah lelah bersedih. Cukup sudah selama bertahun-tahun ia menjadi orang yang hanya bisa melihat orang dicintainya dari jauh.
Baru kali ini posisi Rania di dalam hatinya bisa sedikit tergeser. Ditambah Renata yang menyambutnya, membuat Vino semakin mengabaikan ketidakbenaran yang dilakukannya.
Namun kini ia harus menerima kenyataan. Saat ia pulang nanti, Vino sudah tak bisa mendekat pada Renata lagi. Vino tak bisa memaksakan kehendak. Mungkin memang harus seperti ini, pikir Vino. Baguslah Renata menamparnya. Sehingga kini Vino sadar bahwa ia dan Renata memang tidak seharusnya bersama. Sudah seharusnya semua ini diakhiri.
Saat sedang sibuk dengan lamunannya, tak sengaja ia melihat seorang wanita di area restoran indoor tengah sibuk dengan ponselnya. Seketika Vino mematikan rokoknya dan menghampiri wanita itu dan duduk begitu saja di sofa di hadapan wanita itu.
Wanita itu mendongak dari ponselnya. Wajahnya sedikit terkejut.
"Vino?" gumamnya tak yakin.
"Gak nyangka lo inget sama gue. Apa kabar... Marsha kan nama lo?" sapa Vino.
"Lo gak perlu pura-pura lupa sama nama gue," jawab Marsha sinis. "Mana mungkin lo lupa sama gue."
"Gue emang agak-agak lupa, kok. Biasanya otak gue suka buang nama-nama orang yang gak penting dalam hidup gue."
Kening Marsha mengerut, "kalau lo mau ngajak gue debat mending pergi aja deh!"
"Masa sama temen SMA ketemu tiba-tiba kayak gini gak saling nyapa?" ujar Vino santai.
"Siapa yang temen lo? Gue gak pernah nganggep lo temen ya."
"Oh iya, lo bener kita gak pernah temenan. Gue yang salah kalau gitu. Gue cuma mau nanya, lo udah minta maaf sama Rania?"
Marsha terkekeh sinis. "Minta maaf? Ya ampun itu masalah tahun kapan kali."
Wajah Vino mengeras. "Walaupun udah bertahun-tahun yang lalu, tetep aja kalau lo salah lo harus minta maaf. Gue tanya sekali lagi, lo udah minta maaf belum?!"
"Udah! Puas lo?! Lo kira kenapa gue tinggal di Bali sekarang? Logan gak ngebiarin gue ada di Jakarta gara-gara masalah waktu itu! Nyebelin banget. Emang Kota Jakarta punya dia?!"
Vino mengerutkan dahi. "Lo tinggal di Bali?"
"Sejak kejadian itu gue kuliah dan tinggal di Bali."
"Bukannya lo ke New York?"
"Awalnya. Cuma gue gak betah. Jadi gue pindah ke Bali diem-diem."
"Gue juga di Bali sekarang. Gue kerja di travel agencynya Om Rendra di cabang Bali."
"Travel agency? Om Rendra?"
"Iya travel agencynya ayahnya Rania."
Marsha terkekeh. "Lo belum move on dari Miss Rania? Ini udah..." Marsha berpikir sejenak, "lima tahun? Apa spesialnya guru kecentilan kayak gitu. Gak lo, gak Logan. Apa coba spesialnya dia? Dia gak lebih dari guru yang suka tebar pesona sama muridnya," cibir Marsha tidak suka.
"Jaga mulut lo! Gak ada yang boleh hina dia depan gue! Lo kali yang kecentilan. Gak bisa dapet perhatian Logan, lo malah jatuhin Rania. Lo permalukan dia. Tapi akhirnya lo sendiri yang kena batunya. Lo dijauhin, dikeluarin dari komunitas. Karma emang nyata," ejek Vino.
"Gue gak dijauhin ya! Gue sendiri yang pergi dari orang-orang gak penting kayak kalian! Sekarang mending lo pergi deh daripada ngeganggu ngedate gue dengan ocehan lo itu. Cowok gue bentar lagi dateng. Sana!" usir Marsha.
"Cowok lo? Oh jadi lo ke sini sama cowok lo? Jauh bener ngedatenya."
"Orang kayak lo gak akan ngerti gaya hidup orang kaya. Lo kerja aja jadi travel agent. Sedih banget sih hidup lo," hina Marsha.
"Emang kenapa? Apa yang salah jadi travel agent? Kerja itu yang penting cocok sama hobi kita. Emang lo? Orang kayak lo gak akan ngerti. Orang kalau mau apa-apa semuanya tinggal minta sama bokap lo," Vino tak mau kalah.
"Lo yang aneh. Harusnya lo juga sama kayak gue. Hidup dengan ngewarisin semua kekayaan keluarga lo. Tapi lo? Malah hidup ngegembel kayak gini. Lo bego apa tol0l?"
"Keluarga gue mah gak kaya. Jadi gue harus nyari nafkah sendiri," elak Vino merendah.
"Gak usah bikin gue heneg deh. Kakek lo pasti nyesel banget punya cucu durhaka kayak lo. Kakek lo udah berusaha bertahun-tahun bangun Bimantara Group dan juga Yayasan Satya Bimantara. Tante sama Om lo banyak yang duduk di kepala daerah. Keluarga lo sesukses itu, tapi cucu pertamanya malah gak berguna kayak gini. Kasihan banget sih Pak Bima."
Vino hanya mengangguk santai. Ia tak tersinggung sama sekali, "kalau gitu lo aja yang jadi cucunya Bimantara. Gue mah maunya hidup kayak gini aja."
"Terserah deh. Susah ngomong sama orang aneh. Sekarang minggir. Gue gak mau cowok gue lihat lo. Dia bisa salah paham," tegur Marsha dengan sedikit membentak.
Vino beranjak dari duduknya. "Ya udah. Gue juga gak mau lama-lama ngobrol sama cewek pick me kayak lo. Gue cabut."
Vino pun kembali ke mejanya. Ia kembali menyalakan rokok dan menghisapnya. Matanya beredar ke sekitar hingga tak sengaja ia melihat lagi ke arah meja Marsha dan seketika ia terbatuk saking terkejutnya melihat Marsha sedang menyuapi seorang pria yang dikenalnya.
Vino teringat apa yang Marsha katakan sebelumnya. "Cowoknya Marsha itu... Gavin?!"
semoga endingnya membahagiakan semuanya sich 🤭😁🤪
move on vino dari Rania 💪
lanjutin jaa Renata ma vino 🤭🤭🤭 situ merasa bersalah sdngkn suami mu sendiri dh selingkuh duluan 🙈😬😞😞