NovelToon NovelToon
Buddha Asura: Sang Pelindung Dharma

Buddha Asura: Sang Pelindung Dharma

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Epik Petualangan / Fantasi Timur / Balas Dendam
Popularitas:11.5k
Nilai: 5
Nama Author: Kokop Gann

Di puncak Gunung Awan Putih, Liang Wu hanya mengenal dua hal: suara lonceng pagi dan senyum gurunya. Ia percaya bahwa setiap nyawa berharga, bahkan iblis sekalipun pantas diberi kesempatan kedua.

Namun, kenaifan itu dibayar mahal. Ketika gurunya memberikan tempat berlindung kepada seorang pembunuh demi 'welas asih', neraka datang mengetuk pintu. Dalam satu malam, Liang Wu kehilangan segalanya: saudara seperguruan dan gurunya yang dipenggal oleh mereka yang menyebut diri 'Aliansi Ortodoks'.

Terkubur hidup-hidup di bawah reruntuhan kuil yang terbakar, Liang Wu menyadari satu kebenaran pahit: Doa tidak menghentikan pedang, dan welas asih tanpa kekuatan adalah bunuh diri.

Ia bangkit dari abu, bukan sebagai iblis, melainkan sebagai mimpi buruk yang jauh lebih mengerikan. Ia tidak membunuh karena benci. Ia membunuh untuk 'menyelamatkan'.

"Amitabha. Biarkan aku mengantar kalian ke neraka, agar dunia ini menjadi sedikit lebih bersih."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kokop Gann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Daging untuk Dewa Api

Lubang Cacing Api bukanlah tambang biasa. Itu adalah labirin alami yang terbentuk dari aliran lava kuno yang telah mengering sebagian, menyisakan terowongan-terowongan sempit yang panas dan berbau belerang pekat.

Pagi itu—atau setidaknya apa yang dianggap pagi di dalam kawah—Liang Wu dan sepuluh "Umpan Tungku" lainnya digiring ke mulut terowongan Sektor 7.

Mereka tidak diberi linggis atau sekop. Sebaliknya, mereka diberi sebuah kantong kecil berisi bubuk merah yang berbau manis memualkan.

"Dengar!" teriak Mandor Pengawas, seorang pria bungkuk dengan satu mata buta. "Tugas kalian bukan menggali. Tugas kalian adalah berjalan masuk sedalam lima ratus langkah. Taburkan bubuk ini di tubuh kalian."

"Bubuk apa ini, Tuan?" tanya Xiao Bao dengan suara gemetar. Kakinya yang diperban masih sakit, tapi dia memaksakan diri berjalan di samping Liang Wu.

"Bubuk Feromon," Mandor itu menyeringai. "Cacing Api sangat suka baunya. Itu membuat mereka lapar."

Wajah para buruh memucat.

"Tunggu..." kata seorang pria kekar. "Jadi kami benar-benar umpan? Kalian ingin kami dimakan?"

"Jangan bodoh," dengus Mandor. "Cacing Api itu lambat di darat. Begitu kalian mendengar suara mendesis, lari kembali ke sini secepat mungkin. Murid Inti Sekte akan menunggu di mulut gua untuk membunuh cacing yang mengejar kalian. Kalau kalian lari cepat, kalian selamat. Kalau lambat... yah, Cacing Api butuh sarapan."

"Ini gila! Aku tidak mau!"

"Masuk atau mati di sini!" Mandor mencambuk tanah. Di belakangnya, dua murid Sekte dengan tombak panjang siap menusuk siapa saja yang membangkang.

Liang Wu tidak protes. Dia mengambil kantong bubuk itu, membukanya, dan menaburkannya ke bahu dan dadanya yang telanjang.

"Saudara Tie..." bisik Xiao Bao ngeri.

"Lakukan," kata Liang Wu datar. "Atau mereka akan membunuhmu sekarang."

Dengan gemetar, Xiao Bao dan yang lainnya menurut.

Mereka masuk ke dalam kegelapan terowongan. Udara di dalam sana panas, sekitar 50 derajat Celcius. Dinding batu berpendar merah redup karena urat-urat magma di baliknya.

Setiap langkah terasa berat.

"Ingat," bisik Liang Wu pada Xiao Bao. "Jangan lari sebelum kau melihatnya. Kalau kau lari duluan, kau cuma buang tenaga."

"Aku takut, Saudara Tie..."

"Rasa takut membuatmu tetap hidup."

Mereka mencapai kedalaman tiga ratus langkah. Bau manis feromon di tubuh mereka mulai bercampur dengan bau amis belerang.

Ssssss...

Suara itu terdengar. Seperti uap yang keluar dari ketel raksasa. Tapi suaranya bergerak.

Tanah bergetar.

"Itu dia!" teriak seseorang.

Dari kegelapan di depan, muncul sepasang mata kuning yang menyala. Lalu, kepala raksasa seukuran gentong air muncul.

Cacing Api.

Makhluk itu tidak seperti cacing tanah. Tubuhnya bersisik merah keras seperti baja, mulutnya bulat penuh gigi-gigi tajam yang berputar, dan tubuhnya memancarkan panas yang bisa melelehkan kulit. Panjangnya mungkin lima tombak.

"LARI!!!"

Para buruh berbalik dan lari pontang-panting. Xiao Bao hampir terjatuh karena kakinya yang pincang, tapi dia memaksakan diri.

Liang Wu tidak langsung lari. Dia berdiri diam sesaat, membiarkan Cacing Api itu melihatnya. Membiarkan makhluk itu fokus padanya.

"Ayo, Jelek," tantang Liang Wu.

SCREEECH!

Cacing itu menerjang, meluncur dengan kecepatan mengejutkan di atas lendir apinya sendiri.

Liang Wu berbalik dan berlari.

Dia mengatur kecepatannya. Dia tidak berlari secepat mungkin. Dia berlari tepat di belakang Xiao Bao, menjadi perisai hidup bagi bocah itu, sekaligus memancing cacing itu agar tidak kehilangan minat.

Jantung Xiao Bao serasa mau meledak. Dia mendengar suara kletk-kletk gigi cacing itu hanya beberapa meter di belakangnya. Panas napas monster itu membakar punggungnya.

"Terus lari, Xiao Bao! Jangan menoleh!" teriak Liang Wu.

Mereka mendekati mulut gua. Cahaya luar terlihat.

"Tolong! Tolong!" teriak buruh yang paling depan.

Para Murid Inti di luar sudah bersiap dengan jaring baja dan tombak es.

"Bersiap!" teriak pemimpin murid.

Tapi ada masalah.

Terowongan itu bercabang di dekat pintu keluar. Dan dari cabang gelap di sebelah kiri, seekor Cacing Api kedua muncul tiba-tiba, memotong jalur pelarian.

Itu penyergapan. Cacing-cacing ini lebih pintar dari dugaan.

Dua buruh terdepan tidak sempat mengerem. Mereka menabrak tubuh Cacing Api kedua.

CRUNCH.

Dalam satu gigitan, separuh tubuh buruh pertama hilang ditelan mulut bergigi putar itu. Darah menyembur, mendesis saat menyentuh sisik panas cacing.

"Jalan buntu!" teriak Xiao Bao putus asa.

Mereka terjepit. Satu cacing di depan, satu cacing mengejar di belakang. Para Murid Inti di luar tidak bisa masuk karena terowongan terlalu sempit untuk formasi tombak mereka.

"Mati... kita semua mati..." ratap seorang buruh.

Liang Wu berhenti lari. Dia menatap Cacing Api kedua yang menghalangi jalan.

Dia melihat perut cacing itu yang menggembung, bagian sisiknya yang sedikit lebih terang dan tipis. Titik lemah.

"Xiao Bao," kata Liang Wu tenang. "Tutup matamu."

"Apa?"

"TUTUP MATAMU!"

Xiao Bao refleks menutup mata dan telinganya, meringkuk di lantai.

Liang Wu menarik napas dalam-dalam. Dia menyalurkan seluruh Qi Tingkat 7-nya ke telapak tangan kanannya. Kali ini, dia tidak menahan diri. Dia tidak peduli jika tulangnya retak lagi.

Dia melesat maju.

Bukan menjauh, tapi mendekat ke arah Cacing Api kedua yang sedang mengunyah mayat temannya.

Cacing itu mengaum, hendak menyambarr Liang Wu.

Liang Wu meluncur di bawah rahang monster itu, Langkah Bayangan Tikus membuatnya bergerak seperti hantu.

Dia berdiri tepat di bawah perut lunak cacing itu.

TAPAK VAJRA: MENGHANCURKAN GUNUNG!

BUMMM!!!

Hantaman itu begitu keras hingga mengguncang dinding gua.

Qi emas meledak dari telapak tangan Liang Wu, menembus sisik perut cacing, merobek daging, dan menghancurkan organ dalam monster itu.

Cacing Api itu memekik—suara lengkingan yang memecahkan gendang telinga. Tubuh raksasanya mengejang hebat, lalu ambruk.

Liang Wu tidak berhenti. Sebelum cacing itu mati sepenuhnya, dia menusukkan tangannya yang berlumuran darah hijau panas ke dalam luka robek di perut monster itu.

Dia meraba-raba di dalam daging yang mendesis panas. Jari-jarinya melepuh, tapi dia mengabaikannya.

Dapat.

Dia menarik keluar sebuah benda bulat seukuran kepalan tangan, bersinar merah delima.

Inti Cacing Api.

Sumber energi murni elemen api.

Liang Wu dengan cepat menyembunyikan inti itu ke dalam balik bajunya, menempelkannya langsung ke kulit perutnya. Panasnya membakar, tapi dia menahannya.

"Jalan terbuka!" teriak Liang Wu, berpura-pura panik. "Lari!"

Dia menarik kerah baju Xiao Bao, menyeret bocah itu melompati bangkai cacing yang baru saja dia bunuh (yang dikira orang lain mati karena tertimpa runtuhan batu akibat getaran).

Mereka berhamburan keluar dari mulut gua tepat saat Cacing Api pertama (yang mengejar dari belakang) muncul.

"Serang!" teriak Murid Inti.

Tombak-tombak es melayang, menembus Cacing Api pertama. Monster itu mati di depan pintu gua.

Liang Wu jatuh terduduk di tanah luar, terengah-engah. Tangannya gemetar, kulitnya melepuh parah terkena darah cacing. Tapi di balik bajunya, Inti Cacing Api itu memberikan kehangatan yang menjanjikan kekuatan.

Mandor bermata satu menghampiri mereka. Dia menendang bangkai cacing yang dibunuh Liang Wu.

"Aneh..." gumam Mandor. "Cacing ini... organnya hancur? Apa tertimpa batu?"

Liang Wu menundukkan kepala, menyembunyikan seringainya.

"Kami beruntung, Tuan," kata Liang Wu dengan suara gemetar yang dibuat-buat. "Langit melindungi kami."

Mandor itu meludah. "Langit tidak ada di sini, Bodoh. Kalian cuma hoki. Kembali ke barak! Besok kita coba lagi!"

Liang Wu memapah Xiao Bao berdiri.

"Kau menyelamatkanku lagi..." isak Xiao Bao.

"Diam," desis Liang Wu. "Simpan suaramu. Kita akan butuh tenaga."

Malam itu, di sudut tergelap barak, Liang Wu tidak tidur.

Dia mengeluarkan Inti Cacing Api itu. Benda itu masih berdenyut.

Dia tidak akan menjualnya. Dia tidak akan menukarnya dengan poin sekte.

Dia menggigit inti itu seperti buah apel.

Krek.

Cairan panas seperti lahar mengalir ke tenggorokannya. Rasa sakit yang luar biasa membakar esofagus dan lambungnya. Liang Wu kejang-kejang, menahan teriakan.

Tapi kemudian, rasa sakit itu berubah. Qi Api yang buas menyebar ke seluruh tulangnya, membakar kotoran di sumsumnya, dan mulai memperkuat struktur tubuhnya dari dalam.

Kulit Liang Wu memerah, berasap. Dia sedang memanggang dirinya sendiri untuk menjadi baja.

1
azizan zizan
jadi kuat kalau boleh kekuatan yang ia perolehi biar sampai tahap yang melampaui batas dunia yang ia berada baru keluar untuk balas semuanya ..
azizan zizan
murid yang naif apa gurunya yang naif Nih... kok kayak tolol gitu si gurunya... harap2 si murid bakal keluar dari tempat bodoh itu,, baik yaa itu bagus tapi jika tolol apa gunanya... keluar dari tempat itu...
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Yeaaah 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Waooow 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Misi dimulai 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Cerita bagus...
Alurnya stabil...
Variatif
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Sukses 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Sapu bersih 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Hancurken 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Yup yup yup 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Jlebz 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Rencana brilian 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Dicor langsung 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Bertambah kuat🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Semangat 🦀🍄
Wiji Lestari
busyet🤭
pembaca budiman
saking welas asihnya ampe bodoh wkwkwm ciri kas aliran putih di novel yuik liang ambil alih kuil jadiin aliran abu² di dunia🤭
syarif ibrahim
sudah mengenal jam kah, kenapa nggak pake... 🤔😁
Wiji Lestari
mhantap
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Keadilan yg tidak adil🦀🍄
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!