NovelToon NovelToon
Cahaya Yang Padam

Cahaya Yang Padam

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Selingkuh / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Beda Usia / Mengubah Takdir
Popularitas:28.4k
Nilai: 5
Nama Author: NurAzizah504

Cahaya dipaksa menikah dengan pria yang menabrak ayahnya hingga meninggal. Namun, siapa sangka jika pria itu memiliki seorang istri yang amat dicintainya yang saat ini sedang terbaring lemah tak berdaya. Sehari setelah pernikahan paksa itu dilakukan, pertemuan tak sengaja antara Cahaya dan istri pertama suaminya terjadi.

Akankah Cahaya diakui statusnya di hadapan keluarga suaminya? Atau malah Cahaya tetap disembunyikan? Dipaksa padam seolah tak pernah ada dalam kehidupan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NurAzizah504, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

11. Membawa Zaif Pergi

"Tentu saja Abang pilih kamu, Zahra. Tapi, Abang gak mau menuruti permintaan gila kamu buat ambil Zaif dari Cahaya."

"Kalau begitu, percuma aja Abang pilih aku. Lebih baik kita pisah. Biar Abang bisa fokus urus Zaif sama istri kedua Abang itu."

Baru selangkah Zahra memutar arah, Arif secara spontan menarik pergelangan tangan Zahra.

"Apa lagi, Bang? Lepasin aku sekarang juga. Sebagai istri yang dikhianati, aku udah gak mau lagi maafin kalian berdua."

"Kak Zahra, jangan begini, Kak ..." lirih Cahaya masih di atas ranjang. Tubuhnya masih belum mampu untuk dibawa bergerak terlalu banyak. Sementara tangannya dengan cepat memeluk Zaif yang kebetulan telah diletakkan oleh Arif di sebelahnya beberapa saat tadi.

"Aku bahkan belum sempat protes karena kamu telah merebut suamiku, Cahaya. Aku bahkan belum sempat protes karena kalian bersama, bahkan sampai hamil dan melahirkan anak. Aku begini pun bukankah karena kamu, hah? Harusnya kamu bisa mengikhlaskan Zaif untukku seperti aku yang telah mengikhlaskan anakku yang telah tiada itu. Bukankah ini setimpal, Cahaya? Bukankah ini setimpal, hah?!"

Cahaya menggeleng kuat. Air matanya mengalir tambah deras. Saat matanya menatap Arif untuk meminta pembelaan, pria berkacamata itu hanya terlihat menghela napas panjang.

Arif juga sama dilema seperti Cahaya. Niat hati memang ingin mempertahankan Cahaya dan Zaif. Namun, saat Zahra meminta berpisah, hati Arif mulai goyah. Biar bagaimanapun, Zahra tetaplah yang utama baginya.

"Baiklah, Zahra. Kalau kamu merasa terkhianati oleh kami, Abang ikhlaskan Zaif untukmu."

"Pak Arif gila, ya? Zaif itu anakku, Pak! Cuma aku yang berhak mengurusnya. Aku yang mengandungnya. Aku yang melahirkannya."

"Tapi, saya yang membiayai kalian berdua," balas Arif kemudian, "Lagipula Zahra benar, Cahaya. Dengan kondisi kamu yang cacat begini, akan sulit bagi kamu untuk menjaga Zaif. Yang ada, kamu hanya akan mencelakakan dia."

"Gak ada satu pun ibu di dunia ini yang mau anaknya celaka, Pak. Semua ibu pasti akan mengusahakan yang terbaik untuk anaknya. Aku mohon, Pak. Jangan pisahkan aku dengan anakku ...."

"Jangan dengarkan dia, Bang. Keputusan Abang sudah benar. Lagipula aku juga gak bisa hamil lagi buat selama-lamanya karena rahimku diangkat akibat kecelakaan itu. Aku janji, aku akan merawat Zaif sebaik mungkin."

"Tapi, aku gak ikhlas, Kak! Kalau Kak Zahra memang sangat menginginkan anak, Kak Zahra adopsi bayi lain aja. Jangan anakku yang Kak Zahra ambil. Kak Zahra pikir, Kakak akan bahagia setelah berbuat hal serendah itu, hah?"

"Diam, Cahaya! Berani-beraninya kamu membentak Zahra setelah apa yang dia korbankan untukmu selama ini!" berang Arif yang membuat Cahaya terdiam setelahnya.

Padahal di sini Cahaya hanya sedang mempertahankan haknya. Namun, mengapa malah ia yang disalahkan?

Melihat Arif sempurna membelanya, seulas senyuman tipis terbit di bibir Zahra. Dia berkata dengan nada cukup lembut, "Sudahlah, Bang. Gak semua orang yang kita tolong akan mengingat kebaikan kita. Yang paling penting sekarang, Abang sudah mengambil keputusan yang benar. Kalau begitu, Abang urus keperluan rumah sakit secepatnya. Sementara aku akan pulang untuk menyiapkan kamar yang sempurna buat Zaif. Ini adalah anak kita. Zaif, Zahra dan Arif."

"Kak, jangan, Kak! Zaif itu anakku, Kak! Tolong, jangan pisahkan Zaif dariku, Kak! Kak Zahra, aku mohon, Kak. Pak Arif, tolong, Pak! Tolong jangan biarkan Kak Zahra ambil anakku ...."

Menghiraukan larangan dan tangisan Cahaya, dengan hati sekeras batu Zahra mengambil Zaif yang saat itu tertidur pulas dalam pelukan Cahaya.

"Aku pamit pulang, ya, Bang," pamit Zahra dengan senyuman terang. Senang hatinya karena telah berhasil mengambil Zaif dari pelukan Cahaya.

"Hati-hati, ya. Nanti Abang nyusul setelah menyelesaikan administrasi," jawab Arif.

Setelah Zahra berlalu dari ruangan itu, kini hanya tangisan dan raungan Cahaya yang terdengar. Cahaya hanya bisa menangis pilu di atas brankar. Tubuhnya tidak bisa dibawa berlari dan tongkatnya miliknya pun tidak terlihat sama sekali.

"Kenapa Bapak tega sama aku? Sudah dua kali Bapak memisahkan aku dengan orang yang aku cinta. Sampai kapan Bapak berbuat jahat seperti ini, Pak? Sebetulnya apa salah aku sama Bapak?"

"Saya hanya mengambil keputusan yang tepat, Cahaya. Ini akan baik buat kamu, Zaif, dan kita."

"Baik apanya, Pak? Jawab, di mana baiknya? Apakah memisahkan anak dari ibu kandungnya sendiri adalah sebuah kebaikan? Itu bukan kebaikan, Pak. Itu kejahatan!"

"Sudahlah. Pusing saya kalau kamu terus-terusan begini. Baiknya sekarang, ikhlaskan Zaif dan biarkan Zahra yang merawatnya. Saya yakin, Zahra akan memperlakukan Zaif seperti darah dagingnya sendiri."

"Gak, Pak. Sampai kapan pun, aku gak akan bisa mengikhlaskan Zaif buat Kak Zahra. Setelah ini, aku akan bawa masalah ini ke kantor polisi."

"Jangan berani-beraninya kamu melawan saya. Saya ini suamimu. Durhaka kalau kamu melawan saya. Kalau kamu berani bawa masalah ini ke kantor polisi, kamu akan tau akibatnya pada keluargamu di desa nanti."

Cahaya tercengang. Kalimat ancaman Arif berhasil membuat tangisannya padam. Cahaya tak habis pikir akan jalan pikiran Arif. Di mana letak hatinya? Di mana letak kewarasannya?

"Kamu takut, 'kan? Lebih baik begitu, Cahaya. Diam atau kamu terima akibatnya."

Puas menakut-nakuti Cahaya, Arif akhirnya pergi dari ruangan tersebut meninggalkan Cahaya yang lagi-lagi hanya bisa meneteskan air mata.

...****************...

Bagai cahaya yang padam, kehidupan Cahaya seketika gelap gulita. Kamar bayi yang sudah ia siapkan jauh-jauh hari, akhirnya terbengkalai tanpa sempat dihuni.

"Ibu yang sabar, ya. Semua ini pasti ada hikmahnya," ucap Mbok Tun sembari mengelus-elus bahu Cahaya yang berada di dalam kamar kosong milik anaknya.

"Tapi, aku gak sanggup, Mbok. Pak Arif dan Kak Zahra jahat banget. Mereka tega memisahkan aku dan Zaif."

"Serahkan semua pada Yang Maha Kuasa, Bu. Biarkan Allah membalas mereka."

Cahaya mengangguk lemah. Ia pun juga mengharapkan hal yang sama.

Sementara di kediaman Zahra dan Arif, terlihat Zahra begitu bahagia saat Zaif tertidur dalam gendongannya. Dia tak henti-hentinya memuji ketampanan anak itu.

"Kamu bahagia, Zahra?" tanya Arif tiba-tiba.

"Bahagia bangetlah, Bang. Makasih banyak, ya, karena Abang memilih keputusan yang benar. Ketimbang Cahaya, memang aku lebih pantas buat merawat Zaif. Aku lebih sehat, lebih dewasa, dan lebih paham sama anak-anak. Sementara Cahaya, dia masih terlalu muda. Belum pun genap usia 25. Nanti kita urus juga biar Zaif bisa masuk ke kartu keluarga kita. Setidaknya, dia menjadi anak yang diakui oleh negara. Enggak seperti pernikahan Abang dan Cahaya."

Arif terdiam dan menghela napas panjang. Diam-diam, dia malah memikirkan Cahaya. Tetap saja ada rasa tak tega sekaligus perasaan bersalah di hatinya. Apalagi setelah dari rumah sakit tadi, Arif tak lagi mengetahui tentang keadaan Cahaya. Semua keperluan dan kepentingan Cahaya, Arif serahkan pada Mbok Tun.

"Tidak mungkin dia baik-baik saja. Apa aku perlu menemuinya?" gumam Arif pada dirinya sendiri yang sialnya juga dapat didengar oleh Zahra.

"Ketemu siapa, Bang? Cahaya? Ya, gak perlulah. Aku yakin, dia juga gak mau ketemu sama Abang. Lebih baik Abang di rumah aja sama kita."

"Ya, sudahlah. Mungkin kamu benar. Cahaya mana mungkin mau buat ketemu."

Keesokan harinya, Cahaya berniat untuk mendatangi rumah Zahra. Namun, baru pun ia keluar gerbang, Fahri yang kebetulan baru selesai lari pagi di taman kompleks mendadak hadir dan berjalan ke arahnya.

"Mau ke mana pagi-pagi banget?" tanya Fahri. Sedetik kemudian, ekor matanya turun ke perut Cahaya. "Eh, kamu udah lahiran? Kapan?"

"Kemarin, Bang."

"Alhamdulillah. Selamat, ya, Cahaya. Anaknya sehat? Cewek atau cowok?

"Cowok."

"Alhamdulillah banget, dong. Jadi ada yang bisa jagain mamanya," kelakar Fahri yang hanya ditanggapi Cahaya dengan senyum tipis saja. "Aku boleh liat bayi kamu gak, Cahaya?"

"Harusnya boleh. Tapi, sayangnya bayinya gak ada sama aku. Ini aja aku mau jemput dia buat dibawa pulang."

"Oh, bayinya masih di rumah sakit, ya?"

"Bukan, Bang. Tapi, bayinya diambil sama Kak Zahra."

"Zahra adik aku?"

"Iya, Bang."

"Tapi, kenapa Zahra bisa ambil bayi kamu?"

"Bang Fahri boleh tanya langsung sama adik Abang. Karena cuma Kak Zahra yang berhak menjelaskan tentang kegilaannya semalam."

Fahri terdiam dengan pikiran bercabang. Tanpa banyak basa-basi, ia mengatakan, "Aku ikut kamu kalau gitu."

1
Tsalis Fuadah
dari diam diam ketemuan karena pekerjaan lama lama nyaman trs di tambah ketahuan n salah paham,,,,,, akhirnya byk pertengkaran,,,,,,, ehhh selingkuh beneran,,,,, hancur dehhhh ato ahirnya tuker za thor
Yosda tegar Sakti
bagus.
NurAzizah504: Terima kasih, Kakak
total 1 replies
Muliana
Ayolah thor,,, jangan lama-lama up-nya
NurAzizah504: Siappp /Facepalm/
total 1 replies
Teteh Lia
5 iklan meluncur
NurAzizah504: Terima kasih banyak, Kak /Smile/
total 1 replies
Teteh Lia
padahal Aurel kan nda perlu sampai ke rumah cahaya juga. cahaya nya juga nda pernah meladeni Arif berlebihan. justru malah ketus kalo ke pak Arif.
NurAzizah504: Maaf .... Aurelnya sedikit berlebihan /Frown/
total 1 replies
Teteh Lia
ada apa lagi dengan Arif?
NurAzizah504: Arif baik2 saja padahal /Joyful/
total 1 replies
Teteh Lia
🐠🐠🐠🌹 meluncur
NurAzizah504: Terima kasih banyak, Teh /Smile/
total 1 replies
Teteh Lia
padahal ibu nya jelas2 bilang buat minta maaf sama Fahri. tapi kenapa Geri malah berbuat sebaliknya
NurAzizah504: Ups, ada alasan dibalik itu semua /Joyful/
total 1 replies
Teteh Lia
akhirnya terbongkar juga.
NurAzizah504: Tapi, belm semuanya, Kak /Silent/
total 1 replies
Muliana
Jika seperti ini, seharusnya Fahri yang dendam. Bukan kamu Geri
NurAzizah504: Mash ada alasan yang lain, Kak /Smile/
total 1 replies
NurAzizah504
/Sob//Sob/
Muliana
Misteri yang belum terselesaikan, alasan Gery membenci Fahri
NurAzizah504: Pelan2, ya /Joyful/
total 1 replies
Teteh Lia
🐠🐠🐠🐠 mendarat
NurAzizah504: Terima kasih banyak, Kakak /Smile/
total 1 replies
Teteh Lia
apa bab ini memang pendek? atau aku yang kecepetan bacanya? tiba2 bersambung aja...
NurAzizah504: Memang agak pendek, Kak. Asalkan udah bisa update /Sob/
Muliana: Aku pun, merasakan hal yang sama
total 2 replies
Teteh Lia
Salut sama Aurel yang nda berburuk sangka dan tulus sama Arif.
NurAzizah504: Arif beruntung bgt bisa dapetin Aurel /Proud/
total 1 replies
Teteh Lia
Sayangnya, percakapan Gerry dan cahaya nda direkam. padahal bisa buat bukti ke Fahri...
NurAzizah504: Oalah, lupa kayaknya Cahaya /Sob/
total 1 replies
Teteh Lia
keras kepala banget... bang Fahri
NurAzizah504: Itulah, Kak. Sisi negatifnya dia, sih, itu /Sob/
total 1 replies
Muliana
apa bab ini terlalu pendek, atau aku yang menggebu saat membacanya /Facepalm/
NurAzizah504: Emg pendek, Kak
total 1 replies
Muliana
gantung lagi /Sob//Sob/
NurAzizah504: Kayak perasaan digantung mulu /Sob/
total 1 replies
Muliana
Ah Fahri ,,, kamu akan selalu dalam rasa salah paham serta cemburu ...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!